Mohon tunggu...
Ade Lanuari
Ade Lanuari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebohongan Ibu

3 Januari 2018   19:09 Diperbarui: 3 Januari 2018   19:15 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Brilio.net

Tulisan ini,  kutujukan untuk seluruh ibu yang pernah melahirkan anak-anaknya, kemudian untuk semua calon ibu, dan terakhir kutujukan untuk semua orang yang menyangi ibu.

Sebelum aku memaparkan tulisan tentang sosok ibu, perkenankanlah aku memberikan sebuah ungkapan indah yang berasal dari Nabi Muhammad SAW:    

Artinya: "Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu."

Ungkapan indah diatas bukan berarti kita diperintahkan untuk senantiasa mengangkat kaki ibu lalu melihat surga yang berada dikakinya. Bukan, bukan itu maksudnya tidak ada taman surga di kakinya. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa ibu merupakan sosok yang sangat mulia dimata anak-anaknya. Tentu sebagai anak kita diperintahkan untuk selalu taat dan patuh kepadanya. Pertanyaannya, kenapa ungkapan indah itu ditujukan kepada ibu, dan bukan kepada ayah, kakek, nenek, atau mungkin anggota keluarga yang lain?

Tulisan dibawah ini tidak berusaha untuk menjawab pertanyaan diatas, namun hanya memaparkan sisi lain dari seorang ibu (khusunya ibu penulis) ketika sedang berusaha menghadapi anaknya. Yang menarik, kadang seorang ibu berkorban dan membahagiakan anaknya dengan "kebohongan." Adapun beberapa kebohongan seorang ibu yang kualami ialah:

  • Bohong Saat Membelikan Baju Baru

Ketika berusia belia, aku mengeluh pada ibu,

"Ibu, aku pingin punya baru baju baru bergambar Batman kaya temen-temen."

Ibuku hanya tersenyum, lalu hanya menjawab:

"Iya nak, suatu saat akan ibu belikan, kasih ibu waktu untuk nabung dulu ya?"

Tak lama kemudian selang beberapa minggu ibu memberikanku sebuah baju Batman. Aku sangat senang punya baju baru bergambar kelelawar hitam, padahal aku yakin ibuku tidak punya uang saat itu, tapi demi senyum dan bahagia anaknya, beliau rela menyisihkan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli kebutuhan pribadinya, beliau alihkan untuk membelikanku baju baru. Dengan polos aku bertanya:

"Ibu enggak mau beli baju kaya aku?"

Ibuku hanya menggeleng dan berkata:

"Enggak nak, ibu pake baju ini saja. Baju ibu masih bagus."

Sesungguhnya jika difikirkan lebih matang, ibukulah yang membutuhkan baju baru,  karena ada beberapa warna yang luntur dan sudah lusuh. Jujur aku menyesal karena telah merengek minta baju baru, apalagi jika mengetahui kondisi serba pas-pasan rumah tangga karena ayah tak lagi bersama kami, beliau telah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Ibu berbohong, sebenarnya ibu menginginkan baju baru namun beliau mengalah kepadaku dengan ekspresi yang tak akan bisa ditebak olehku. Bodohnya, kenapa aku baru tahu sekarang?

  • Berbohong Saat Makan Berdua

Ketika aku makan berdua, ibu selalu menatapku. Tak pernah melepas senyuman kepadaku. Aku tertegun dengan tatapan ibu, maka akupun bertanya:

"Ibu enggak laper? Kok dari tadi yang makan cuma aku?"

"Ibu masih kenyang nak. Habiskan makanmu, kalau suka, kamu boleh ambil lauk di piring ibu."

Aku hanya ber-"oh" dalam hati dan melanjutkan makan. Ternyata lauk di piringku sudah habis. Kini justru aku yang menatap wajah ibuku dengan polos.

"Mau nambah lauk nak? Ini ambil aja punya ibu. Ibu masih belum lapar."

Tanpa pikir panjang, akupun langsung mengambil lauk dipiring ibu dan memakannya dengan lahab. Lagi-lagi ibu hanya tersenyum geli melihatku makan.

"Mau nambah nasi nak?"

Aku menggeleng ringan dan menatap dengan tatapan polos.

Setiap makan berdua ibu selalu menawarkan lauk untukku dengan alasan belum lapar. Lagi-lagi ibu berbohong, sebenarnya ibu sangat lapar bahkan kadang aku melihat beliau makan sembunyi-sembunyi tanpa lauk dan hanya nyengir ketahuan olehku. Untuk menenangkanku, beliau berkata:

"Ibu lagi nyipi nasi, ternyata makan tanpa lauk itu enak ya?"

Bodohnya, aku selalu tertipu oleh ucapan ibu dan baru sadar sekarang ini. Ibu memang pembohong ulung.

  • Berbohong Setelah Dimarahi Orang Tua Teman

Hampir setiap laki-laki pernah berkelahi, dan hal ini pernah aku alami saat aku duduk di Sekolah Dasar. Pernah suatu ketika saat jam istirahat entah apa sebabnya temanku mengolok-olok bahwa wajahku jelek. Mendengar hal itu, aku tidak terima dan langsung memukul perut temanku. Temanku tidak terima lalu membalas pukulanku. Akhirnya terjadilah perkelahian antara aku dan temanku. Singkat cerita aku dan temanku dibawa ke kantor Kepala Sekolah. Kita berdua dinasehati dan disuruh berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.

Besoknya, orang tuaku dipanggil ke sekolah. Di sekolah, wali kelas menceritakan sebab terjadinya perkelahian dan akibat apa saja yang ditimbulkan setelahnya. Dengar-dengar jika aku berkelahi lagi, maka aku akan mendapatkan SP I (Surat Peringatan I). Akibatnya, aku bisa terkena skors berupa tidak diperbolehkan masuk sekolah selama tiga hari. Aku sungguh menyesal telah membuat ibu kecewa karena berbuat ulah di sekolah. Maka, setelah pulang aku menemui ibu di dapur. Ku cium tangannya dan seraya aku berkata,

"Ibu maafin aku, aku janji enggak akan nakal lagi di sekolah."

Ibuku memelukku, dan membisikan sesuatu kepadaku.

"Enggak apa-apa nak. Ibu sudah memaafkan kamu. Yang penting jangan diulangi lagi ya?"

"Tapi ibu enggak apa-apa kan?" Aku bertanya untuk memastikan kondisi beliau.

Ibu menggeleng dan tersenyum,

"Ibu enggak apa-apa nak."

Betapa leganya aku mendengar jawaban itu, beliau memaafkan dan tidak marah kepadaku. Lebih lega lagi ketika mendengar: "Ibu enggak apa-apa nak." Fakta yang terjadi tidaklah demikian. Ibu sempat dimarahi habis-habisan oleh orang tua temanku yang tidak terima anaknya luka memar gara-gara pukulan dan tendanganku. 

Tidak hanya itu, sebagai permintaan maaf ibu mengganti sebagian biaya pengobatan temanku. Sebenarnya jika mau, ibuku bisa balik memarahi orang tua temanku karena menyebabkanku luka, namun hal itu tidak beliau lakukan entah apa sebabnya. Ibuku lebih memilih untuk mengalah dan meminta maaf.

Ibu lagi-lagi berbohong. Ibu memang pembohong ulung. Bodohnya, aku selalu tertipu. Kenapa aku baru sadar sekarang? Luar biasa...

Itulah beberapa kebohongan ibu yang baru aku ketahui ketika aku beranjak dewasa. Sebenarnya masih banyak lagi kebohongan ibu yang lain, tapi tidak mungkin aku ceritakan semuanya disini. Saat berbohong, ibu selalu menenangkanku dengan kalimat: "Ibu enggak apa-apa kok nak," "Ibu baik-baik saja nak," "Tak perlu mencemaskan ibu nak," dan berbagai kalimat serupa. 

Menurutku, kebohongan tersebut adalah HadiahDariIbu yang tak mampu kubayar dengan bongkahan emas, gunungan mutiara, maupun tumpukan uang kertas. Ditangan seorang ibu, suatu kebohongan bisa menjadi legal, sah, bahkan menjadi tindakan terpuji nan mulia di mata anaknya.

Kini aku jadi faham kenapa ada ungkapan "Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu." Tidak lain dan tidak bukan karena jasa seorang ibu yang tidak akan bisa dibayar dengan dunia serta isinya. Kasih sayangnya tak akan bisa dikalahkan oleh seorang anak yang memiliki pangkat, jabatan, dan kekuatan tertentu.

Selamat hari ibu untuk seluruh ibu di dunia. Mudah-mudahan kalian diberi kesehatan dan terus memberikan keteladanan bagi anak-anak. Maafkan anak-anak kalian apabila belum bisa memberikan yang terbaik. Secara pribadi, kami sebagai anak hanya bisa mengatakan

"Mom, I Love You."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun