Mohon tunggu...
Yakob Godlif Malatuny
Yakob Godlif Malatuny Mohon Tunggu... Dosen - verba volant scripta manent

Dosen dan Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesederhanaan Paus Vs Gaya Mewah Pejabat Indonesia, Sebuah Kontradiksi Moral

6 September 2024   13:42 Diperbarui: 6 September 2024   14:24 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik terhadap gaya hidup mewah pejabat bukanlah hal baru di Indonesia. Ketimpangan ekonomi yang semakin lebar menjadi salah satu sumber ketidakpuasan masyarakat terhadap elite politik dan birokrat. 

Penggunaan fasilitas mewah oleh pejabat sering dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap kondisi rakyat yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan. Ketika pejabat lebih memilih kenyamanan pribadi daripada kepentingan umum, mereka sejatinya menjauhkan diri dari esensi pelayanan publik.

Paus Fransiskus, dengan kesederhanaannya, memberi contoh yang sebaliknya. Dia menunjukkan bahwa menjadi pemimpin berarti menjadi pelayan bagi orang lain. Dalam tradisi Katolik, Paus sering disebut sebagai "Pelayan dari para Pelayan Tuhan," sebuah gelar yang menekankan pentingnya kerendahan hati dan pengabdian. 

Pesan ini penting untuk direnungkan oleh para pejabat Indonesia, yang sering kali lebih menonjolkan status dan kekuasaan daripada tanggung jawab sosial mereka.

Lebih jauh, kesederhanaan Paus Fransiskus juga mengajarkan tentang pentingnya nilai-nilai spiritualitas yang melampaui materialisme. Dunia modern, termasuk di Indonesia, sering kali terjebak dalam konsumerisme yang berlebihan.

 Para pemimpin yang seharusnya menjadi teladan justru kerap kali menjadi bagian dari budaya ini, memperlihatkan kekayaan mereka sebagai simbol status sosial. Paus Fransiskus, sebaliknya, menunjukkan bahwa kebahagiaan dan keberhasilan seorang pemimpin tidak diukur dari seberapa besar kekayaan materi yang dimilikinya, melainkan dari seberapa besar dampaknya dalam melayani sesama.

Kritik terhadap pejabat Indonesia yang bergaya hidup mewah juga perlu dikaitkan dengan nilai-nilai etika dan moralitas dalam pemerintahan. Pejabat publik seharusnya memahami bahwa setiap fasilitas yang mereka nikmati berasal dari uang rakyat. 

Dengan demikian, ada tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa pengeluaran pemerintah digunakan secara bijaksana dan tidak berlebihan. Dalam hal ini, pilihan Paus Fransiskus untuk menghindari kemewahan seharusnya menjadi teladan bagi pejabat-pejabat di Indonesia.

Fenomena gaya hidup mewah pejabat di Indonesia sering kali juga mencerminkan masalah struktural dalam sistem politik dan birokrasi. Jabatan publik dipandang sebagai alat untuk mencapai kekayaan pribadi, bukan sebagai kesempatan untuk melayani masyarakat. Dalam konteks ini, kesederhanaan yang ditunjukkan Paus Fransiskus menjadi kritik yang sangat relevan bagi sistem politik yang cenderung koruptif dan penuh dengan praktik nepotisme.

Selain itu, langkah Paus Fransiskus juga memberi contoh tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas. Dengan memilih moda transportasi yang sederhana, Paus menunjukkan bahwa tidak ada yang perlu disembunyikan dari publik. 

Sebaliknya, gaya hidup mewah pejabat sering kali ditutupi oleh lapisan-lapisan birokrasi dan regulasi yang membuatnya sulit untuk diawasi. Ini menciptakan kesenjangan antara pejabat dan rakyat yang mereka layani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun