Saya membuka tulisan ini dengan mengutip kalimat yang diucapkan oleh Pakar Komunikasi Politik, Prof. Karim Suryadi dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne bahwa "media sosial menampilkan realitas yang sangat simpel, memberikan ruang gema yang hebat untuk berbohong, memaki, dan menghujat orang tetapi kita juga menemukan salah satu kebaikan melalui media sosial yakni pengembangan infrastruktur digital kewarganegaraan dimana para pemuda, aktivis, penyair, seniman, dan akademisi berhimpun membuat sebuah komunitas untuk menggerakan perubahan di sekeliling mereka".
Terdapat korelasi positif antara keterlibatan di media sosial, aktivitas di dalam infrastruktur digital kewarganegaraan dan tanggungjawab mereka sebagai warganegara. Contoh nyata dari para pemuda, aktivis, penyair, seniman, dan akademisi yang berinteraksi secara masif di media sosial berhimpun membuat Komunitas Ambon Bergerak. Dilansir dari laman ambonekspres.fajar.co.id bahwa adanya kegelisahan panjang tentang arti sebuah perubahan, sejumlah komunitas kreatif di Kota Ambon duduk bersama. Mereka ingin mempunyai sebuah rumah bersama, tempat ide-ide disulam.
Impian itu terwujud dengan adanya Komunitas Ambon Bergerak yang merupakan perhimpunan dari berbagai komunitas seperti Save Ambon Bay, Penyala Ambon, Kanvas Alifir, Bengkel Seni Embun, Bengkel Sastra Maluku, Ikan Asar, Cidade de Amboina, Maluku Hiphop, Relawan TIK Provinsi Maluku, Relawan TIK Kota Ambon, Blogger Maluku, Maluku Baronda, Baileo Doc, Ambon Photo Club, dan Pardiedoe.
Komunitas Ambon Bergerak melakukan kegiatan secara swadaya, namun memiliki dampak positif. Gerakan Save Aru merupakan kontribusi nyata komunitas ini. Bersama sejumlah elemen masyarakat, pemuda dan organisasi nirlaba melakukan penolakan terhadap perusahaan tebu, sehingga PT Menara Grup berhasil angkat kaki dari bumi Jargria itu. Kemudian pentas seni TrotoArt, penggalangan bantuan untuk korban banjir, dan Ramadhan berbagi, bahkan mengkampanyekan rebranding Maluku dari aspek pariwisita.
Melalui interaksi yang intens di media sosial, Komunitas Ambon Bergerak terus berupaya dan telah berada dalam atmosfer perubahan itu sendiri. Berkat kegigihan dalam berkretifitas, komunitas ini mendapatkan Anugerah Komunikasi Indonesia (AKI) dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) sebagai bentuk dukungan dan motivasi dari pemerintah agar intensif berkarya. Komunitas Ambon Bergerak merupakan salah satu dari tujuh penerima AKI I pada 2015, khusus untuk kategori Komunitas Media Sosial.
Contoh nyata di atas adalah salah satu kearifan bermedia sosial. Para pemuda, aktivis, penyair, seniman, dan akademisi di Kota Ambon yang terlibat dalam media sosial telah menunjukan jalan terbaik bagi kita untuk mengembangkan infrastruktur digital kewarganegaraan demi menggerakan banyak perubahan yang nyata. Penulis meyakini sungguh bahwa masih terdapat banyak kalangan di Kota Ambon yang terlibat dalam media sosial melakukan kegiatan serupa yang tak sempat uraikan dalam tulisan singkat ini.
Ke depan, diperlukan lebih banyak warga Kota Ambon yang arif untuk mengubah beragam ide yang bertebaran di media sosial untuk mengembangkan infrastruktur digital kewarganegaraan. Karena dalam pandangan McCosker dan Johns bahwa melalui sirkulasi media sosial, pertukaran ide publik lebih luas diaktifkan.
Kearifan Menjadi Kunci
Para tokoh publik yang memiliki banyak followers dituntut lebih arif dalam menebarkan konten di media sosial, karena kepada mereka penghormatan dan kepercayaan publik diberikan. Setiap konten yang mereka tebarkan di media sosial bisa berpotensi membangun maupun menghancurkan warganet. Ingat bahwa hari-hari ini banyak warga di tanah air telah menjadikan media sosial sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Laporan Tetra Pak Index 2017, mencatatkan ada sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia. Sementara hampir setengahnya adalah penggila media sosial, atau berkisar di angka 40 persen. Hasil riset yang dilakukan We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite menyatakan rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial.
Dari laporan berjudul "Essential Insights Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World" yang diterbitkan tanggal 30 Januari 2018, dari total populasi Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, pengguna aktif media sosial mencapai 130 juta dengan penetrasi 49 persen. Sementara hasil riset mereka yang dirilis Januari 2019 menyatakan pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56 persen dari total populasi. Dan pengguna media sosial mobile (gadget) mencapai 130 juta atau sekitar 48 persen dari populasi.
Khusus wilayah Maluku dan Papua, hasil survey yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada bulan April 2018 mencatat 2,49 persen pengguna internet dengan penetrasi 41,98 persen. Data-data di atas menunjukan pengunaan internet (terutama media sosial) hari-hari ini kian masif, dibutuhkan kearifan dari kita semua saat berselancar di media sosial.
Sebab begitu gemanya media sosial yang ditandai dengan banjirnya pujian sekaligus cacian yang tak dapat dikendalikan oleh si pemilik akun, itu artinya ketika seseorang berselancar di media sosial, maka ia harus menyiapkan diri untuk disanjung sekaligus tahan mental untuk dicaci. Ketidaksiapan mental itulah yang menyebabkan media sosial menjadi geger.
Demi menciptakan keamanan dan kenyamanan di media sosial agar infrastruktur digital kewarganegaraan dapat dikembangkan, maka kearifan menjadi kuncinya. Orang arif tentu menjadikan media sosial sebagai saluran untuk berbagi, membangun jaringan, mempererat pergaulan sosial secara online, menebarkan pesan-pesan positif, hingga berhimpun membuat sebuah komunitas untuk menggerakan perubahan di sekeliling mereka. Seperti yang dilakukan oleh para pengguna media sosial yang berhimpun dalam Komunitas Ambon Bergerak. Besar harapan, dapat dicontohi oleh warga Kota Ambon yang terlibat dalam media sosial.
Saya menutup tulisan ini dengan mengutip pesan positif dalam akun facebook Presiden Joko Widodo bahwa "media sosial adalah hutan belantara berita dan informasi. Di dalamnya, kita harus pandai-pandai memilah dan memilih: mana substansi dan sekedar sensasi, yang benar dan yang salah, yang asli dan yang palsu, ujaran kebenaran dan kebencian, suara dan kegaduhan, voice dan noise".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H