-----------------------------------------------------------------
DG:
Ketika sebagian dari sarjana Islam berteriak lantang bahwa “sejarah Islam harus ditulis ulang”.
HE:
Pertanyaannya, siapa sarjana Islam yang anda maksud itu?.
DG:
maka teriakkan itu harus dimaknai sebagai ajakan kepada umat agar tidak melupakan sejarahnya sekaligus bersikap kritis terhadap setiap lembaran sejarah yang tercantum di berbagai kitab “sirah” (sejarah).
HE:
Sikap kritis yang bagaimana dan seperti apa yang anda maksud itu?.
DG:
Salah satu “pecundang” yang nyata disingkirkan dari penulisan sejarah ialah “ahlul bait” Nabi Muhammad Saww. Sebagai “pecundang” mereka harus rela disingkirkan dari gelanggang sejarah, agar umat -kelak-tidak menyadari akan pentingnya posisi mereka dalam Islam.
HE:
Siapa yang anda maksud yang menyingkirkan “Ahlul Bayt” dari penulisan sejarah Islam itu?.
DG:
Sebagai contoh adalah munculnya hadis agar umat berpegang teguh kepada “kitabullah wa sunnati”. Demikian masyhurnya hadis ditulis di berbagai kitab, sehingga umat melupakan hadis satu-nya lagi yang -bahkan- memiliki kedudukan yang lebih tinggi, yakni serua Rassul agar umat berpegang teguh kepada “Kitabullah wa Ahlul Bait”.
HE:
Kata siapa Hadits Tsaqalain yang berbunyi “Ithrati atau Ahlul Hadits” itu jarang tertulis diberbagai Kitab. Justru Hadits tersebut malah banyak bertebaran dan dengan mudah ditemui dalam kitab-kitab Hadits yang termasuk dalam kelompok Kutubus-sittah.
Hadits tsaqalain baik yang “Sunnati” maupun yang “Ithrati atau Ahlul Bait” itu keduanya banyak riwayatnya, ada yang Shahih adapula yang Dloif. Nah, berkaitan dengan komentar anda yang menyatakan:
“memiliki kedudukan yang lebih tinggi, yakni serua Rassul agar umat berpegang teguh kepada “Kitabullah wa Ahlul Bait”.