Mohon tunggu...
Ervan Yuhenda
Ervan Yuhenda Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Berani Beropini Santun Mengkritisi, Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Tidak Boleh Tertipu oleh Janji Manis yang Hanya Menguntungkan Segelintir Orang

28 September 2024   03:02 Diperbarui: 28 September 2024   03:02 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber : Koleksi Dok Pribadi)

Dalam era informasi yang serba cepat dan globalisasi yang makin meluas, janji-janji manis bertebaran di mana-mana. Janji-janji ini datang dari berbagai pihak, mulai dari politisi, pemimpin perusahaan, hingga figur publik yang memiliki pengaruh besar. Janji-janji tersebut bisa berupa tawaran perbaikan ekonomi, kesempatan kerja yang lebih luas, hingga jaminan kesejahteraan sosial yang lebih baik. Namun, sebagai warga negara yang cerdas dan bijaksana, kita harus tetap waspada dan kritis terhadap setiap janji yang diberikan. Mengapa demikian? Karena sejarah telah berulang kali membuktikan bahwa tidak semua janji manis itu membawa kebaikan bagi masyarakat luas. Sering kali, janji-janji tersebut hanya menguntungkan segelintir orang yang berada di balik layar kekuasaan.

Mengapa Janji Manis Menjadi Alat Manipulasi?

Janji manis sering kali digunakan sebagai alat manipulasi untuk meraih dukungan atau kepercayaan dari publik. Dalam konteks politik, misalnya, politisi sering kali menggunakan janji manis untuk memenangkan hati pemilih. Mereka menjanjikan perubahan, perbaikan, dan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Namun, setelah mereka berkuasa, tidak jarang janji-janji tersebut tidak direalisasikan. Mengapa ini bisa terjadi?

Banyak politisi yang memiliki agenda tersembunyi yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok mereka daripada kepentingan umum. Mereka menggunakan janji manis sebagai alat untuk meraih kekuasaan, dan setelah itu, mereka lebih fokus pada bagaimana mempertahankan dan memperluas kekuasaan tersebut.

Dalam banyak kasus, politisi tidak memiliki mekanisme akuntabilitas yang kuat. Mereka bisa berjanji apapun tanpa takut akan konsekuensi jika tidak menepati janji tersebut. Hal ini diperparah oleh kurangnya kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat untuk mengawasi dan menuntut pertanggungjawaban dari para pemimpin mereka.

Dalam sistem politik yang sering kali dipengaruhi oleh kekuatan uang, banyak keputusan dan janji yang dibuat lebih menguntungkan pemilik modal daripada rakyat jelata. Para pemilik modal ini sering kali menjadi penyokong kampanye politik, sehingga setelah berkuasa, politisi merasa berhutang budi dan lebih mengutamakan kepentingan mereka.

Dampak Janji Manis yang Tidak Terpenuhi

Janji manis yang tidak terpenuhi bisa membawa dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat. Ketika janji-janji tidak ditepati, masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada pemimpin mereka. Ini bisa menyebabkan apatisme politik, di mana masyarakat menjadi enggan untuk berpartisipasi dalam proses politik karena merasa bahwa suara mereka tidak akan membawa perubahan apapun.

Janji manis yang hanya menguntungkan segelintir orang sering kali memperparah kesenjangan sosial. Mereka yang sudah berada di posisi kuat akan semakin kuat, sementara mereka yang lemah akan semakin tertinggal. Ini bisa menyebabkan ketidakstabilan sosial dan ekonomi dalam jangka panjang.

Sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sering kali dialokasikan untuk proyek-proyek yang tidak jelas manfaatnya, hanya untuk memenuhi janji politik yang tidak realistis. Ini menyebabkan pemborosan anggaran dan menghambat pembangunan yang lebih berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun