Mohon tunggu...
Ervan Yuhenda
Ervan Yuhenda Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Berani Beropini Santun Mengkritisi, Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Di Balik Gerhana Matahari

9 Juni 2024   15:18 Diperbarui: 9 Juni 2024   15:29 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dokumentasi Pribadi)

Di sebuah desa kecil bernama Cahaya Lintang, penduduknya bersiap-siap untuk menyaksikan fenomena alam yang langka, gerhana matahari total. Desa itu terletak di kaki bukit yang hijau, dikelilingi oleh hutan lebat dan aliran sungai yang jernih. Matahari pagi bersinar hangat, mengingatkan penduduk pada keindahan alam yang mereka nikmati setiap hari. Gerhana matahari adalah peristiwa yang hanya terjadi beberapa kali dalam seumur hidup seseorang, dan penduduk Cahaya Lintang tidak ingin melewatkan kesempatan langka ini.

Lila, seorang gadis berusia dua belas tahun, sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia akan menyaksikan gerhana matahari. Ayahnya, Pak Bimo, seorang guru di desa, telah menjelaskan fenomena ini kepadanya berulang kali. "Bulan akan melintasi di depan Matahari dan menciptakan bayangan yang akan menutupi kita," katanya sambil menunjuk gambar di buku astronomi usang yang selalu dibawanya. Lila sangat menyukai pelajaran sains dari ayahnya, dan ia tak sabar untuk melihat langsung apa yang selama ini hanya dibacanya di buku.

Desa Cahaya Lintang adalah tempat yang tenang dan damai, dengan penduduk yang ramah dan saling mengenal satu sama lain. Meskipun terpencil, desa ini terkenal dengan tradisinya yang kaya dan kuat. Gerhana matahari tidak hanya dianggap sebagai peristiwa ilmiah, tetapi juga memiliki makna budaya yang mendalam. Nenek Lila sering bercerita bahwa nenek moyang mereka percaya gerhana matahari adalah saat naga besar mencoba memakan Matahari. "Kita harus membuat suara keras untuk mengusir naga itu," kata Nenek dengan mata berbinar, mengingat masa kecilnya saat mengikuti ritual tersebut.

Hari yang dinanti pun tiba. Langit mulai berubah, dan suasana desa yang biasanya tenang menjadi penuh dengan antisipasi. Para penduduk berkumpul di lapangan utama, membawa alat musik tradisional dan panci serta wajan untuk membuat suara bising. Pak Bimo memberikan kacamata khusus kepada Lila dan mengingatkan semua orang untuk tidak melihat langsung ke Matahari tanpa perlindungan. "Ingat, mata kita harus selalu dilindungi. Jangan pernah melihat Matahari langsung tanpa kacamata ini," katanya dengan nada serius.

Saat bayangan Bulan mulai menutupi Matahari, suasana berubah dramatis. Suhu turun perlahan, dan kegelapan mulai merayap di langit yang biasanya cerah. Para penduduk mulai memukul alat musik mereka dan berteriak, mengusir naga yang dipercaya sedang mencoba memakan Matahari. Lila menatap ke langit dengan kagum melalui kacamatanya. Dia melihat korona matahari, cincin cahaya yang mempesona mengelilingi kegelapan Bulan. "Ayah, ini luar biasa!" teriaknya dengan penuh kekaguman.

Pak Bimo tersenyum dan menepuk bahu putrinya. "Inilah salah satu keajaiban alam, Lila. Kita diingatkan akan betapa kecilnya kita di alam semesta ini, namun betapa indahnya kita bisa menjadi bagian dari keajaiban ini." Selama beberapa menit, desa Cahaya Lintang tenggelam dalam kegelapan yang magis. Penduduk berhenti memukul alat musik dan terdiam, merasakan keheningan yang jarang mereka alami. Ada rasa kebersamaan yang mendalam, seolah-olah mereka semua adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Setelah beberapa saat, cahaya matahari perlahan kembali, mengusir kegelapan dan menghangatkan desa sekali lagi. Para penduduk bersorak gembira, merasa seolah-olah mereka benar-benar telah mengusir naga itu. Lila memeluk ayahnya erat-erat, merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang mendalam. Di malam hari, penduduk desa berkumpul di sekitar api unggun, mendengarkan cerita-cerita lama dari nenek-nenek mereka tentang gerhana masa lalu. Lila duduk di pangkuan Nenek, mendengarkan dengan saksama setiap kata.

"Gerhana mengingatkan kita untuk selalu menjaga keharmonisan dengan alam," kata Nenek sambil mengelus rambut Lila. "Meskipun kita kecil, kita adalah bagian penting dari alam semesta ini." Lila mengangguk, merasakan kebanggaan dan rasa hormat yang mendalam terhadap alam dan warisan budayanya. Gerhana matahari bukan hanya peristiwa ilmiah baginya, tetapi juga momen untuk merenungkan tempatnya di dunia yang luas dan menakjubkan ini.

Beberapa Bulan Sebelumnya

Kabar tentang gerhana matahari total yang akan datang telah sampai ke telinga semua penduduk desa Cahaya Lintang. Setiap hari, desa itu dipenuhi dengan percakapan tentang fenomena langka ini. Di pasar, di ladang, bahkan di sekolah, semua orang membicarakan persiapan untuk menyambut gerhana. Para tetua desa berbagi cerita tentang gerhana yang pernah mereka saksikan di masa lalu, sementara yang lebih muda bersemangat menantikan pengalaman pertama mereka.

Pak Bimo, yang sangat dihormati di desa, mengadakan beberapa sesi pendidikan tentang gerhana matahari. Ia mengumpulkan anak-anak dan orang dewasa di balai desa dan menjelaskan fenomena ini dengan cara yang mudah dipahami. "Gerhana matahari terjadi ketika Bulan berada tepat di antara Bumi dan Matahari," katanya sambil menunjukkan gambar-gambar di papan tulis. "Ketika ini terjadi, bayangan Bulan jatuh di Bumi dan menutupi Matahari, menciptakan pemandangan yang luar biasa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun