Sekitar satu jam kami berada di sana, kami lalu kembali naik menuju parkiran. Matahari semakin terik memancar, tapi kami jalani saja semuanya dengan ceria. Awalnya kami akan makan siang di parkiran, sebelum melanjutkan perjalanan ke Bukit Wairinding. Namun, kami memutuskan untuk makan siang di pantai yang letaknya tidak jauh dari lokasi air terjun. Di sepanjang perjalanan kami menyaksikan beberapa padang savannah dengan beberapa kuda, sapi dan kambing yang berkeliaran. Sesampai di pantai kami mencari tempat yang teduh agar kami dapat terlindung dari panas matahari. Kami pun menikmati makan siang kami dengan lahap.
Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan menuju bukit Wairinding. Seperti perjalanan sebelumnya, di kiri kanan kami terbentang savannah luas. Kadang hanya ada beberapa pohon yang terlihat di situ, kadang kita juga bisa melihat banyak kuda sedang merumput, bahkan ada pula yang berteduh di bawah pepohonan yang jumlahnya tidak banyak. Ada pula segerombolan sapi atau kambing yang sedang rebahan sambil makan rumput. Untuk mengusir rasa kantuk, kami terus menerus bercanda di dalam mobil. Ada saja yang kami bicarakan dan mengundang tawa. Perjalanan yang memakan waktu lama ini terasa cepat karena candaan kami.
Pada jam 5 sore kami tiba di bukit Wairinding. Saat turun dari mobil udaranya cukup sejuk. Enak sekali. Kami mulai menapaki jalan setapak menaiki bukit. Di sini sekelompok anak mulai mendekati kami dengan membawa kuda mereka. Mereka menawarkan kuda-kuda mereka untuk kami tunggangi atau sekedar berfoto bersamanya. Satu anak perempuan terus menempel saya. Dia menawarkan jasa untuk mengambil gambar saya dengan bayaran serelanya. Dia ceritakan tentang jarak yang harus dia tempuh untuk mencapai sekolahnya, apa pekerjaan orang tuanya dan banyak lagi. Walaupun sudah saya tolak, dia tetap mengikuti saya. Sudah tentu hal ini membuat saya merasa iba padanya. Pada akhirnya sebelum kami meninggalkan bukit Wairinding, saya minta dia untuk mengabadkan gambar kami.
Pemandangan di bukit Wairinding ini indah sekali. Kita bisa melihat bukit-bukit dan lereng-lerengnya dengan jelas. Tak henti-henti decak kagum meluncur dari mulut kami. Karena matahari terbenam sekitar jam 6, maka sambil menunggu, kami menikmati pemandangan yang memesona yang ada di hadapan. Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu datang juga.Pemandangan yang disajikan sangat indah. Semua itu masih tersimpan di dalam memori yang lebih indah daripada jepretan kamera.
Hari mulai gelap dan kami pun meninggalkan bukit Wairinding dengan kenangan indah menuju hotel Panindita di Waingapu. Sebelum sampai ke Waingapu kami berhenti untuk makan malam. Kami berhenti di sebuah restoran dan ketika kami tiba di sana ada sekitar 20 anak sedang bernyanyi di restoran tersebut. Mereka menyanyikan lagu pujian. Suara mereka indah sekali. Rupanya anak-anak tersebut terdiri dari anak-anak SMP dan SMA yang dibawa ke sana oleh pasangan Korea yang sudah tinggal di Sumba selama dua tahun. Anak-anak ini diasuh oleh pasangan tersebut. Â Sebelumnya mereka tinggal di Bandung selama 10 tahun, tetapi Pak Choi terobsesi untuk pergi ke Sumba dan membantu anak-anak yang kekurangan di sana. Kami kagum dengan usaha mereka. Mereka benar-benar menunjukkan rasa cinta mereka terhadap anak-anak itu. Mulia sekali mereka, saya salut pada mereka.Â