"Setiap tahun, menjelang Hari Pahlawan, kita akan diberi tugas membuat karya yang ada hubungannya dengan pahlawan. Kenapa, ya? Padahal ini sudah terjadi sejak matahari dinyatakan terbit dari Timur!" keluhku pada sahabatku, Lisa.
"Hush! Jangan sembarangan bicara! Kamu ini! Mana ada sejak zaman dahulu! Ingat ya, Bung Karno pernah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya! Jadi kamu tidak boleh mengeluh seperti itu!" seru Lisa.
"Tapi memang benar, kok! Aku sudah mendapat tugas seperti ini sejak aku kelas 3 SD. Sekarang saat aku sudah hampir lulus SMA masih mendapat tugas seperti ini. Apa tidak ada tugas yang lain?" protesku.
"Ya, nggak mungkinlah guru kita memberi tugas bercocok tanam dalam rangka Hari Pahlawan!" balas Lisa.
Aku memandang wajah Lisa yang tetap manis walaupun dia sedang  kesal. Itu semakin membuatku kesal. Bagaimana mungkin ada manusia yang wajah dan namanya sama dengan artis Korea idolaku! Aku benci itu. Tapi aku juga tak bisa lepas dari Lisa. Dia ini sudah seperti sahabat sehidup-sematiku. Kami tak terpisahkan!
"Oke, jadi kita mau buat karya apa dalam rangka Hari Pahlawan nanti?" tanya Lisa yang juga menjadi mitraku dalam kerja kelompok di kelas.
"Hmm...," gumamku. "Dulu aku pernah mendapat tugas membawa gambar pahlawan dan menceritakan kisah pahlawan. Aku pernah juga diminta membuat cerpen tentang pahlawan yang berjasa dalam hidupku. Tahun kapan juga pernah diminta mencari siapa saja pahlawan dari daerah asalku. Sepertinya aku sudah melakukan semua hal untuk mengenang jasa pahlawan," lanjutku.
"Ah, yang benar? Lalu, siapa saja pahlawan yang kamu ceritakan di cerpenmu atau di karya-karyamu yang lain?" tanya Lisa.
"Tentu saja pahlawan perjuangan membela Indonesia!" jawabku, cepat.
"Jadi kamu tidak pernah bercerita tentang pahlawan lain-lainnya selain itu?" tanya Lisa lagi.
Aku menunjukkan raut kebingungan sambil bertanya, "Memangnya ada yang selain itu?"
"Ya, ada, dong!" jawab Lisa sambil menjentikkan jarinya.
"Coba sebutkan!" pintaku sambil mencondongkan badanku ke arahnya. Aku benar-benar tertarik dengan ucapan Lisa.
"Mari kita buat daftarnya dan setelah itu kita bisa menuliskan laporannya untuk tugas kita," kata Lisa.
Aku mengambil buku catatan dan penaku lalu bersiap-siap untuk menuliskan apa yang diucapkan oleh Lisa.
"Yang pertama kita perlu mengetahui dulu apa arti pahlawan. Nah, yang disebut pahlawan itu tidak hanya berjasa dalam membela negara kita tetapi boleh juga menyebutkan bahwa pahlawan adalah orang yang berjasa dalam hidup kita," jelas Lisa.
Aku mencatat semua yang diucapkan oleh Lisa. Namun karena dia berbicara terlalu cepat, aku mengambil ponselku dan meminta Lisa mengulangi lagi ucapannya supaya aku dapat merekamnya dengan ponsel. Lisa sempat protes karena dia tidak suka mendengar suaranya sendiri yang direkam. Seperti orang kena sakit flu, katanya. Namun aku meyakinkannya bahwa suaranya benar-benar merdu seperti artis favoritku.Â
"Baiklah," kata Lisa setelah aku membujuk-bujuknya dan berjanji akan mentraktirnya makan di resto kesukaannya.
"Pahlawan yang pertama adalah orang tua kita. Mereka merawat, membimbing, dan membesarkan kita hingga kita bisa seperti saat ini," kata Lisa.
"Oh, jadi orang yang berjasa seperti itu maksudnya. Kalau begitu dokter, perawat, dan guru juga termasuk pahlawan, ya," gumamku sambil mencoret-coret buku catatanku.
"Iya betul! Ayo tuliskan!" perintah Lisa.
"Oke! Lalu, siapa lagi?" tanyaku.
"Petugas kebersihan juga. Mereka membuat lingkungan jadi bersih. Lalu petugas keamanan. Mereka menjaga lingkungan supaya aman dan bebas dari penjahat. Berikutnya adalah petani dan orang-orang yang menanam tanaman untuk bahan makanan. Berkat mereka kita bisa makan. Tukang bangunan berjasa dalam membuat bangunan. Oh ya, abang kurir, abang ojol, dan sopir taksi juga boleh dimasukkan dalam daftar. Mereka berjasa mengantarkan barang dan orang, kan. Mbak-mbak asisten rumah tangga juga. Tanpa mereka pekerjaan rumah tidak bisa selesai," jawab Lisa.
"Baiklah. Ada lagi?" tanyaku.
"Gantian kamu yang mikir, dong! Masa aku terus yang berpikir!" protes Lisa.
Aku terdiam cukup lama. Siapakah orang yang berjasa bagiku? Sepertinya semua sudah disebutkan. Memangnya masih ada lagi? Saat aku sedang berpikir, Lisa memain-mainkan pita rambut pemberian pacarnya. Tiba-tiba saja aku terpikir sesuatu.
"Pacar juga termasuk pahlawan!" seruku, mengejutkan Lisa.
"Duh, kamu ini! Yang benar saja! Masa pacar, sih?" protes Lisa.
"Ya, iya, dong! Pacar kan mengantar dan menjemput kita. Lalu mereka mentraktir dan membelikan hadiah buat kita. Bukankah mereka juga berjasa? Mereka bisa juga disebut pahlawan, kan?" jelasku.
"Ah, kamu ini! Capek, deh, ngomong sama kamu!" seru Lisa.
Salahku apa?
* * *
* * *
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H