Mohon tunggu...
Adhi Glory
Adhi Glory Mohon Tunggu... -

Saya seorang maniak "One Piece", penyuka "Purple Cow", saat ini berdomisili di Palembang. Silakan hubungi saya di glory2go@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Langit Jingga (05)

25 Juli 2011   07:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:24 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah titik awal...

Namaku Langit. Aku bekerja membantu bisnis Ayahku, kami membuat minuman susu kedelai dalam kemasan dan saat ini bisnis kami sedang bagus. Aku bertugas memasarkannya ke toko-toko, minimarket, ataupun kantin-kantin. Kemarin adalah hari paling buruk dalam hidupku. Aku menyaksikan di depan mata kepalaku sendiri orang yang kusukai bunuh diri. Saat itu aku baru saja mengantarkan pesanan susu kedelai ke kantin kampus tempatnya belajar.

Malangnya, aku bahkan belum sempat berkenalan dengannya. (Sebenarnya hari ini aku sama sekali tak ingin bekerja, tapi aku tak mau larut dalam kedukaan. Kupikir inilah satu-satunya cara yang bisa kulakukan untuk membunuh kepahitanku.) Aku pertama kali melihatnya seminggu yang lalu. Untuk urusan yang sama, saat itu aku tengah mengantarkan pesanan susu kedelai, ketika kulihat ia tengah duduk seorang diri sembari membaca buku di sebuah meja di sudut kantin. Ia gadis tercantik yang pernah kulihat dan aku langsung jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Sejak itu aku selalu membayangkan bagaimana caranya untuk berkenalan dengannya. Namun kemarin, di hari yang kelam itu, saat aku berkesempatan untuk kembali mengunjungi kampusnya yang kudapati tubuhnya telah tergeletak tak bernyawa di halaman kampus.

Dan yang lebih menyakitkan lagi, aku akhirnya mengetahui namanya dari koran yang kubeli di perempatan lampu merah tadi pagi. Terdapat sebuah berita mengenai seorang mahasiswi yang bunuh diri dengan cara melompat dari lantai lima gedung kampus. Namanya Jingga. Nama yang indah, bukan?—seindah pesonanya, kuakui. Ia seorang anak tunggal. Diduga ia nekat melakukan bunuh diri karena merasa depresi atas perceraian kedua orangtuanya. Hanya saja, aku tak habis pikir, kenapa ia harus mengambil jalan pintas yang tak terpuji itu untuk mengatasi masalahnya. Ah, seandainya saja aku bisa menjumpainya seminggu sebelumnya aku pasti akan menghiburnya dan membantunya melewati semua penderitaannya…

“CKIIIIIIITT…!!”

Seorang pemuda tiba-tiba berlari menyeberang jalan di depanku dengan tergopoh-gopoh. Seketika aku langsung menginjak rem truk pick up yang kukemudikan dalam-dalam.

“Goblok!” makiku sambil membanting pintu mobil, keluar. “Hei, kamu gak pa-pa ‘kan?” teriakku pada si pemuda berandalan yang menyeberang sembarangan itu. Kulihat ia sangat terkejut dan ketakutan, wajahnya pucat. Ia terduduk dengan tubuh gemetaran di atas aspal. Nyaris sepuluh senti lagi hidungnya dan seluruh persendian di tubuhnya pasti akan hancur dihantam trukku kalau saja tadi aku tidak lekas mengerem.

Aku hendak menghampirinya untuk mencari tahu keaadaannya, ketika tiba-tiba saja ia bangkit berdiri dan berlari menabrakku tanpa sepatah kata, lantas menghilang di antara lalu lalang kendaraan di bawah jembatan layang. Dasar brengsek!

Tiba-tiba, samar-samar, terdengar sebuah teriakan lemah dari arah taman di sisi jalan. Lalu diikuti seorang pria tua berlari tertatih-tatih muncul dari balik pepohonan. “Jambreeeett…!”

Sekarang aku mengerti situasinya. Pantas saja si pemuda berandalan tadi berlari tergesa-gesa. Rupanya ia baru saja menjambret orang tua itu...

Eh? Apa ini? Sekonyong-konyong mataku menangkap sesuatu tergeletak di bawah bemper depan mobilku. Aku memungutnya. Ternyata sebuah mug. Mug itu berwarna putih dengan gambar kartun sebuah matahari kuning berduri lancip seperti durian mengenakan kacamata hitam di salah satu sisinya.

“Wah, Anak Muda, kamu berhasil menyelamatkan barang saya yang dicuri!” Si pria tua itu menghampiriku dengan napas tersengal. Namun wajahnya menampilkan ekspresi senang. “Terima kasih, terima kasih!” katanya lagi. Aku langsung mengernyitkan dahi ketika pertama kali melihat dandanannya yang sungguh menarik perhatian. Ia mengenakan stelan jas cokelat dengan dasi kupu-kupu dan berkacamata tebal. Sekilas mengingatkanku pada penampilan Kakek Carl dalam film animasi Up. Hanya saja yang membedakannya adalah rambutnya yang putih dan berdiri acak-acakan, sepertinya sudah setengah abad lebih tidak disisir.

“Hah?” sahutku kaget. “Ternyata ada juga yang mengalami hari yang lebih sial daripada saya!" tambahku. "Jadi si penjambret tadi nyaris mati hanya karena mengambil barang beginian? Huh! Pasti mug ini terjatuh saat dia jatuh karena nyaris tertabrak tadi.”

Aku kemudian menyerahkan mug itu pada si kakek di hadapanku. Ia menerimanya dengan hati-hati seolah benda itu adalah keramik Dinasti Ming yang berharga ratusan juta. “Bukan ‘barang beginian’, tapi ini adalah bukti penemuan saya yang sangat berharga,” katanya dengan sinar mata berkilauan. “Nama saya Profesor Haris. Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih banyak, Anak Muda. Oh ya, boleh saya menumpang?”

Merasa tak tega membiarkan si kakek berjalan keletihan setelah pengejaran yang dilakukannya tadi aku pun membolehkannya menumpang. Tak lama kami pun melaju di atas jalan raya. “Kalau begitu, Kakek pasti profesor yang sangat hebat ya,” kataku berbasa-basi pada penumpang di sebelahku. “Dan kalau saya boleh tahu, mug apa itu sebenarnya?”

Kulihat dari kaca spion di atas kepalaku lubang hidung si kakek kembang kempis karena pujianku. “Ah, saya tidak sehebat itu kok! Hehehehe…” Ia mengacak-acak rambut putihnya yang sebelumnya sudah tak beraturan itu hingga kian berantakan. “Sebenarnya ini hanyalah mug biasa kok. Tapi menjadi tak biasa karena menyangkut suatu penemuan yang luar biasa.”

“Penemuan macam apa?”

"Ini penemuan yang sangat rahasia!" Ia berbisik.

[bersambung...]

Kisah Langit Jingga (01)
Kisah Langit Jingga (02)
Kisah Langit Jingga (03)
Kisah Langit Jingga (04)
Kisah Langit Jingga (06)
Kisah Langit Jingga (07)
Kisah Langit Jingga (08)
Kisah Langit Jingga (09)
Kisah Langit Jingga (10 - Selesai)

>>Baca dan berlangganan karya saya lainnya disini.
>>Kunjungi juga blog saya di http://sihirkata.blogspot.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun