Mohon tunggu...
Adhi Glory
Adhi Glory Mohon Tunggu... -

Saya seorang maniak "One Piece", penyuka "Purple Cow", saat ini berdomisili di Palembang. Silakan hubungi saya di glory2go@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Langit Jingga (05)

25 Juli 2011   07:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:24 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Wah, Anak Muda, kamu berhasil menyelamatkan barang saya yang dicuri!” Si pria tua itu menghampiriku dengan napas tersengal. Namun wajahnya menampilkan ekspresi senang. “Terima kasih, terima kasih!” katanya lagi. Aku langsung mengernyitkan dahi ketika pertama kali melihat dandanannya yang sungguh menarik perhatian. Ia mengenakan stelan jas cokelat dengan dasi kupu-kupu dan berkacamata tebal. Sekilas mengingatkanku pada penampilan Kakek Carl dalam film animasi Up. Hanya saja yang membedakannya adalah rambutnya yang putih dan berdiri acak-acakan, sepertinya sudah setengah abad lebih tidak disisir.

“Hah?” sahutku kaget. “Ternyata ada juga yang mengalami hari yang lebih sial daripada saya!" tambahku. "Jadi si penjambret tadi nyaris mati hanya karena mengambil barang beginian? Huh! Pasti mug ini terjatuh saat dia jatuh karena nyaris tertabrak tadi.”

Aku kemudian menyerahkan mug itu pada si kakek di hadapanku. Ia menerimanya dengan hati-hati seolah benda itu adalah keramik Dinasti Ming yang berharga ratusan juta. “Bukan ‘barang beginian’, tapi ini adalah bukti penemuan saya yang sangat berharga,” katanya dengan sinar mata berkilauan. “Nama saya Profesor Haris. Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih banyak, Anak Muda. Oh ya, boleh saya menumpang?”

Merasa tak tega membiarkan si kakek berjalan keletihan setelah pengejaran yang dilakukannya tadi aku pun membolehkannya menumpang. Tak lama kami pun melaju di atas jalan raya. “Kalau begitu, Kakek pasti profesor yang sangat hebat ya,” kataku berbasa-basi pada penumpang di sebelahku. “Dan kalau saya boleh tahu, mug apa itu sebenarnya?”

Kulihat dari kaca spion di atas kepalaku lubang hidung si kakek kembang kempis karena pujianku. “Ah, saya tidak sehebat itu kok! Hehehehe…” Ia mengacak-acak rambut putihnya yang sebelumnya sudah tak beraturan itu hingga kian berantakan. “Sebenarnya ini hanyalah mug biasa kok. Tapi menjadi tak biasa karena menyangkut suatu penemuan yang luar biasa.”

“Penemuan macam apa?”

"Ini penemuan yang sangat rahasia!" Ia berbisik.

[bersambung...]

Kisah Langit Jingga (01)
Kisah Langit Jingga (02)
Kisah Langit Jingga (03)
Kisah Langit Jingga (04)
Kisah Langit Jingga (06)
Kisah Langit Jingga (07)
Kisah Langit Jingga (08)
Kisah Langit Jingga (09)
Kisah Langit Jingga (10 - Selesai)

>>Baca dan berlangganan karya saya lainnya disini.
>>Kunjungi juga blog saya di http://sihirkata.blogspot.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun