Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sudah Tanya Kabar Bapakmu Hari Ini?

25 Juni 2018   10:10 Diperbarui: 26 Juni 2018   15:53 2849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini menjadi sebuah tantangan dalam bidang psikologi, apakah riset tentang pengasuhan ibu menjadi lambang dunia paternalistik yang membuat ruang tanggung jawab pengasuhan anak hanyalah tanggung jawab ibu. 

Kak Monika pun menyambut baik buku karya saya, Inas, dan Imelda ini sebagai landasan untuk memulai lebih banyak kajian soal peran ayah dalam pengasuhan dan menonjolkan tanggung jawab ayah secara penuh.

Makanya, jika seorang ayah berhasil menanamkan nilai kepada anak-anak, khususnya anak perempuan. Dia tidak perlu cemas pada pertumbuhan si anak. Sebaliknya, jika si ayah gagal menanamkan nilai kepada anak, timbul persepsi buruk, itulah PR penting dari sejumlah permasalahan seorang anak.

Tanpa bermaksud menjustifikasi, Kak Monika menyebut umumnya kasus-kasus yang dialami LGBT ataupun pelacuran, dan perdagangan anak juga karena kosongnya peran ayah dalam keluarga, ataupun adanya persepsi yang buruk tentang ayah. Peran perlindungan ayah menjadi kosong, tidak ada yang menjaga keluarga tersebut. LGBT bukanlah penyakit sosial, sebaliknya ada absennya peran-peran dalam keluarga.

Kadangkala, kata Monika persepsi buruk tentang ayah datang dari pihak ibu, begitupula sebaliknya. Oleh sebab itu, Monika berpesan agar pasangan suami-istri harus mengusahakan penyelesaian masalah yang konstruktif, tidak membuat persepsi buruk satu sama lain agar tidak membebani anak. 

Dia mengambil contoh, persepsi baik seorang ayah tidak selalu dengan posisi tawar ayah yang baik sebagai pemimpin perusahaan, dan lainnya. Kadangkala seorang maling ataupun pembunuh bisa memiliki persepsi ayah yang baik di mata anak-anaknya selama dia berhasil menjalankan peran sebagai ayah.

Menyambung pemaparan Kak Monika, Kang Maman yang baru saja merilis buku tentang ayahnya sendiri, berjudul "Bapakku Indonesia" memberikan komentar yang senada. Dia mengaku, usai meluncurkan buku Bapakku Indonesia dan mengajak diskusi netizen di Twitter dengan pertanyaan "Kapan terakhir kali kamu memeluk Bapakmu?" 

Tak disangka ada begitu banyak jawaban mengejutkan. Beberapa netizen dengan usia diatas kepala tiga saja ternyata masih menyimpan problem dengan ayah mereka, entah karena broken home, atau persepsi buruk tentang ayah. Mereka enggan untuk bermaafan, dan membangun relasi baru. Kang Maman justru memberikan solusi bahwa semua anak perlu memulai inisiatif untuk berbaikan dengan ayah mereka, jangan saling menunggu satu sama lain.

"Keberanian Tiga Dara ini menulis adalah bentuk terapi atas pengalaman-pengalaman dan kekecewaan mereka. Buku Tiga Dara ini, narasinya beririsan dan sama dengan tulisan saya. Ini membuat saya berpikir, ternyata pada kisah-kisah seperti inilah kita dipertemukan," ungkap Kang Maman.

Salah satu kisah unik dari Kang Maman adalah temuan dia bahwa umumnya anak perempuan yang kehilangan keperawanan pertama kali lebih mudah untuk menceritakan hal itu kepada ayah mereka ketimbang ibu mereka. 

Alasannya, mereka masih mempercayai nilai ayah sebagai penjaga dan bersikap lebih rasional. Serusak apapun sang anak, maka anak perempuan itu selalu dijaga dan tetap dilindungi. Sebaliknya, anak perempuan mengurungkan niat terbuka dengan ibunya karena takut menyakiti hati sang ibu sebagai sesama perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun