Saya hanya mengingatkan sahabat saya, perempuan adalah pemegang kendali sebuah hubungan. Saya sudah berkali-kali membuktikannya, jadi dia harus percaya. Yang menentukan hubungan lanjut atau tidak bukan lelaki, tetapi perempuan. Ini bukan soal siapa yang putusin duluan, itu zaman pacaran anak SMP yang lomba siapa cepat putus duluan. Perempuan menentukan apakah dia mau maju atau tidak dalam sebuah hubungan. Hal itu tercermin dari kegigihan perempuan kepada hal-hal kecil, termasuk memantaskan dirinya.
Perempuan juga harus stay positif, jadi disarankan jangan keseringan melihat kutipan galau seolah yang nasib percintaannya jelek hanya dia sendiri. Banyak orang di luar sana nasibnya lebih jelek, belajarlah berempati ya kan. Saya masih percaya pikiran menentukan masa depan, pikiran mencerminkan dirimu. Andaikan awal tahun sahabat saya tidak banyak parno memikirkan hal ini, mungkin bubar jalan ini tak pernah terjadi. Hiks!
Mengutip kata senior saya di Balai Kota yang sudah berkeluarga, “kalau kamu sudah menikah, kamu sendiri yang akan paham betapa manjanya lelaki.” Mungkin ini alasan perempuan harus kuat.
Saat menuliskan curhatan sebagai ababil super berkepala dua saya mendengarkan OST AADC #2 yang akan dirilis pekan ini. Rangga dan Cinta bertemu kembali, akankah mereka menemukan The-One nya? Kutipannya menarik;
ratusan purnama berlalu
tapi cinta tak pernah berlalu
walau kau usir aku di hidupmu
tapi cintaku tetap diam
Hari ini Chicha, si sastrawati kelahiran Jumat Pon di bulan September mengatakan kepada saya bahwa putus cinta itu biasa saja. Putus itu adalah jawaban atas doa Bapa Kami; bebaskanlah kami dari yang jahat.
“Kalau putus berarti ada hal yang jahat menggeluti mereka berdua dan itu harus dilepas dulu,” kata Chicha.
Baiklah. Sebentar lagi nonton AADC sama Chicha saja.