Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The One?

26 April 2016   01:08 Diperbarui: 26 April 2016   02:03 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PLAK. Sakit banget coy. Padahal saya dalam situasi itu cuma sahabatnya pacar dia. Sebagai perempuan itu sangat sakit. Sangat. Saya menyesal harus mendengarnya bahkan sebelum sahabat saya mendengarnya. Karena gamang, saya pun menelepon sahabat saya yang lain yang tinggal di luar kota, mencoba berdiskusi. Ah, maksudnya curhat, saya tak kuasa menanggung beban ini sendirian. Kami sama-sama menangis sedikit karena empati (dan simpati) kepada sahabat kami.

Selama satu minggu ‘The One’ itu juga sempat mengganggu batin saya. Tuhan, bagaimana saya tahu seseorang itu The-One saya? Apakah The-One itu benar-benar ada. Jika, saya merasa dia adalah The-One saya tetapi dia tak merasakan yang sama, dimana letak kesalahannya Tuhan?

Ini adalah sebuah rasa yang berbentuk tanda tanya. Penasaran. Khawatir. Takut. Ini menjadi sesuatu yang sifatnya privat, dan subjektif. Perasaan. Saya lantas mencoba mengambil garis batas untuk melihat secara jernih soal the one dari kacamata saya.

Kata orang jodoh alias The One itu ada tandanya. Apa tandanya? Bagaimana kalau saya tak bisa membaca tanda itu? The One itu mau lari kemana balik lagi terus. Tahu darimana? Sialan, saya hanya berputar-putar pada tanda tanya yang aneh ini. Bagaimana bisa menyamakan persepsi bahwa dia the-one dan dia juga merasakan hal yang sama? Kalau tidak sama tidak mungkin orang akhirnya menikah dong?

Saya lalu teringat pertanyaan saya kepada Ibu saya. “Mengapa Mama mau menikahi Papa? Apakah tidak ada lelaki lain di dunia ini?” Saya memang sejak kecil memiliki kejujuran dalam bertutur kata dan menulis, kadang tata bahasa saya juga terlampau ceplas ceplos meski tendensinya sebenarnya hanya berlandaskan rasa penasaran.

“Mungkin karena satu-satunya lelaki yang sungguh saya cintai hanya Bapakmu.”

PLAK. Itu jawaban super drama yang didengarkan oleh saya saat SMA. Saya tak pernah melupakan itu, tetapi sampai saat saya menuliskan ini, saya belum pernah sekalipun mencoba menanyakan hal serupa kepada ayah saya sekadar menjadi pembanding. Siapa tahu dari jawaban ayah saya, bisa terlihat figure jelas kriteria ‘The One’ ini.

Saya berasumsi, lelaki memiliki kecenderungannya sendiri dalam mengolah The One. Entah darimana kaum adam melihat The-One (termasuk ayah saya). Saya tidak bisa memakai kacamata mereka, saya memakai kacamata sebagai seorang perempuan.

Di sisi itulah saya mulai mencoba mengikhlaskan saja. The One itu seperti misteri, yang diharap-harap tak kunjung datang, tak diharap-harap dia bertamu. Entah, apakah prinsip saya bahwa pikiran dan hati bisa membentuk kehidupan berlaku juga untuk menemukan The One. Karena itu tidak terjadi dalam kasus sahabat saya, dan itu merobohkan sedikit kepercayaan yang sudah saya bangun bertahun-tahun soal the power of mind.

Hati saya memang jadi agak ikut sedikit galau dengan suasana hati sahabat saya, Maklum persahabatan kami sudah terlampau lama, jauh lebih lama dari hubungan dia dengan cowoknya (sebagai pacar aja sih, tapi sebenarnya keduanya sudah kenal dari lama).

The One ini mungkin juga mainan sandiwara semesta untuk para pelakon didalamnya, yakni manusia. Saya tidak tahu, tetapi saya kurang mengapresiasi lagi puisi-puisi galau yang bertebaran di social media. Kutipan yang tidak semaunya baik apalagi benar. Yang menebar kemarahan dan kekecewaan ketimbang perdamaian dan ketenangan. Atau menebar kesedihan dan sisi inferior diri seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun