film Inside Out 1 kita diperkenalkan dengan sosok anak Perempuan bernama Riley Andersen yang memiliki 5 emosi dasar sebagai pengendali dirinya, yakni Joy (Senang), Sadness (Sedih), Fear (Takut), Anger (Marah), dan Disgust (Jijik). Maka pada film Inside Out 2 kita diperkenalkan dengan sosok Riley remaja yang sedang mengalami masa pubertas (masa pendewasaan). Dimana Riley harus menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri terutama pada segi emosional.Â
Jika padaMunculnya 4 emosi baru dalam diri Riley adalah bagian dari proses pendewasaan emosionalnya, emosi emosi ini merupakan turunan dari emosi dasar sebelumnya, dimulai dari Anxiety (Kecemasan) turunan dari emosi Fear (takut), Envy (Iri) turunan dari emosi Disgust (Jijik), Ennui (Bosan) turunan dari emosi Anger (Marah), dan Embarrassment (Malu) turunan dari emosi Sadness (Sedih).
Cerita bermula ketika Riley remaja pindah ke lingkungan baru dan merasa sedih karena Riley harus berpisah dari kedua sahabatnya, Riley mengalami konflik batin, Ia takut bahwa dirinya tidak bisa beradaptasi di lingkungan baru dan tidak bisa berteman dengan orang lain di sekolahnya.Â
Rasa kekhawatiran ini menyebabkan bentrokan emosi antara Joy (senang) dan Anxiety (kecemasan). Joy (senang) menganggap bahwa Riley dapat menghadapi ini dengan menjadi dirinya sendiri sosok Riley yang periang dan optimis dalam segala hal sedangkan Anxiety (kecemasan) meyakini bahwa Riley harus merubah dirinya sesuai dengan keinginan lingkungan baru agar mendapat pengakuan di lingkungan tersebut.
Anxiety (Kecemasan) sebagai emosi baru menganggap diri nya adalah emosi yang paling tepat bagi Riley untuk mencari jati diri dan mendapat pengakuan. Anxiety (Kecemasan) dan ketiga emosi baru lainnya mencoba menghapus ke lima emosi dasar terutama Joy (Senang) yang merupakan pengendali emosi utama dalam diri Riley selama ini. Anxiety menganggap bahwa kelima dasar emosi tersebut tidak diperlukan lagi dan hanya menghambat Riley untuk berkembang dan mendapat teman di lingkungan baru.
Tidak adanya kelima sosok emosi dasar ternyata membuat Riley mengalami kekhawatiran dan kecemasan berlebihan. Ia semakin takut bahwa dirinya tidak dapat memuaskan ekspektasi di klub permain Hoki Val. Riley mulai melakukan kebohongan, melanggar norma, meninggalkan kedua sahabatnya hingga memaksakan dirinya setiap pagi untuk latihan agar dapat mendapatkan pengakuan dari klub pemain Hoki Val yang ia ingini dari dulu.
 Kehilangan sosok Joy (Senang), dkk membuat Riley merasa terisolasi dan selalu berpikir negatif, Riley mulai kehilangan kendali dirinya dan menyalahkan dirinya atas setiap kesalahan yang ada. Puncaknya adalah ketika dia didiskualifikasi dari permainan, Anxiety (kecemasan) tidak bisa mengontrol diri Riley, perasaan cemas Riley semakin memuncak bahkan sudah ditahap pannick attack. Joy yang telah kembali ke pusat kontrol pikiran memberi pengertian kepada Anxiety (kecemasan) bahwa dia harus melepaskan Riley.
Joy (senang) berusaha mengendalikan Riley dengan memutar memori kenangan bahagia yang mengingatkan sosok Riley sebagai seorang anak yang baik dan periang. Kenangan tersebut ternyata tidak cukup untuk meredakan kecemasan berlebihan pada diri Riley, Joy (senang) menyadari bahwa tidak selamanya kenangan bahagia dapat menjadi dasar pembentukan rasa percaya diri Riley, kenangan buruk dan sedih Riley yang Joy (senang) anggap tidak berguna juga ternyata juga merupakan bagian dari proses pembentukan kepercayaan diri Riley, secara sederhana Joy (senang) menyadari bahwa tidak seharusnya dia membuang bagian tersebut karena itu adalah bagian dari diri Riley.
Joy (senang) dan emosi lainnya berusaha mengembalikan emosi Riley dengan menerima setiap emosi yang ada, termasuk Anxiety (cemas). Joy (senang) menerima bahwa Ia tidak memaksakan sosok apa yang sebenarnya dia inginkan kepada Riley, Joy (senang) harus memberikan ruang kepada setiap emosi yang ada pada Riley, setiap emosi mempunyai peranan penting dalam menghadapi situasi. Ini juga meyakini bahwa setiap emosi adalah valid (cerminan dari rasa emosi seseorang yang memang mereka rasakan) dan tidak ada yang salah.
Lalu apakah sebenarnya emosi Anxiety (kecemasan) berdampak buruk pada diri manusia?Â
Memang digambarkan bahwa Anxiety (kecemasan) adalah tokoh antagonis di film ini. Namun, sebenarnya dalam konteks psikologis manusia perasaan Anxiety (kecemasan) adalah hal yang wajar, perasaan ini diperlukan untuk membangun ambisi dan mempersiapkan diri seorang manusia dalam menghadapi masa depan yang abstrak. Anxiety (kecemasan) adalah sifat alamiah manusia dan faktanya tidak bersifat negatif.
Akan tetapi sering kali manusia tidak dapat mengendalikan rasa Anxiety (kecemasan), terlebih lagi di zaman ini manusia memiliki tingkat stress yang tinggi yang mempengaruhi tingkat kecemasan. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor, bisa dari tekanan lingkungan hidup, ekspektasi berlebihan, perundungan, dll. Kecemasan yang tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan gangguan kecemasan atau kerap dipanggil dengan anxiety disorder yang perlu ditangani oleh ahli psikolog ataupun psikiater.
Memvalidasi Emosi, Anxiety (Kecemasan) bukan untuk dihindari.
Baik Anxiety (cemas) dan Joy (senang), serta emosi lainnya mempunyai tanggung jawab dan peran masing masing dalam pengendalian emosi kita. Ada kala nya sifat emosi manusia terlalu condong dan menyebabkan permasalahan serta konflik. Perasaan ini wajar, karena ini merupakan bagian proses pendewasaan emosi manusia yang sebenarnya. Riley adalah gambaran bagaimana proses perubahan manusia dari masa kanak kanak ke masa remaja yang berlangsung dengan tidak mudah. Ada begitu banyak rasa takut dan cemas ketika menghadapi hal hal baru, perasaan ini tidak perlu dihindari hanya saja kita perlu memahami bagaimana menanggapi perasaan ini dengan mengendalikan emosi yang seharusnya.
Proses mengenali dan mengendalikan emosi bukanlah hal yang mudah jadi sangat wajar jika melakukan kesalahan. Terlebih lagi dalam masa pubertas, masa dimana setiap individu mengalami perubahan besar besaran baik dari segi fisik dan emosional, di masa ini tidak hanya mengalami konflik internal saja tapi juga bisa berdampak pada hubungan external, baik kepada orang tua, saudara dan juga teman sebaya. Akan banyak kesalahan yang terjadi di masa depan, tapi selagi kita mau menerima dan belajar dari kesalahan tersebut, maka akan baik pula kecerdasan emosional kita dalam menanggapi permasalahan tersebut.
Pixar berhasil kembali membawa film Inside Out sebagai tontonan yang wajib ditonton. Baik Inside Out 1 dan Inside Out 2, film ini mengajarkan kita bagaimana dalam proses pengendalian dan penerimaan diri sendiri. Emosi manusia terus berkembang dan selalu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Film ini diluar ekspektasi saya, saya mengira bahwa film ini hanya menjelaskan sosok Riley dan bagaimana emosi emosi yang mengendalikan diri nya. Tapi ternyata film ini sukses membuat saya menangis, terjadinya konflik batin dalam diri Riley terjadi pada diri saya, saya merasa empati saya terhubung pada diri Riley.Â
Film ini sangat cocok untuk para remaja yang sedang mencari jati diri mereka, bahwa tidak semua hal harus sesuai ekspektasi mereka, gagal adalah hal yang lumrah pada diri manusia. Film ini juga bisa menjadi edukasi bagi para orang tua bagaimana cara menghadapi anak anak mereka pada saat masa pubertas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H