Mohon tunggu...
Livia Winata
Livia Winata Mohon Tunggu... -

Bibliophile and Avid Reader

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Integritas dan Komitmen BPJS Kesehatan Bagi Peserta

20 Desember 2018   01:20 Diperbarui: 24 Desember 2018   00:15 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah lingkungan keluargaku, ada dua hal yang pernah terucap oleh ibuku dan secara konsisten tersirat menumbuhkan ide negatif mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia. Pertama, jangan pernah berurusan dengan rumah sakit. Hal ini tidak berkaitan dengan sugesti personal agar selalu dinaungi kesehatan jasmani namun lebih kepada sarkasme bahwasanya biaya rumah sakit sama sekali tidak ramah kantong. Kedua, layanan rumah sakit apalagi fasilitas milik atau dikelola oleh negara sering kali tidak memuaskan. Entah karena urusannya yang berbelit-belit atau hasilnya yang di luar ekspektasi.

Berkat kesehatan yang berlimpah bagiku dan keluarga menyebabkan tidak banyak interaksi aku dan sistem pelayanan kesehatan, apalagi fasilitas kesehatan yang dikelola negara termasuk jaminan kesehatan dari pemerintah. Ironisnya, itu juga yang menyebabkan interpretasi negatif yang terbentuk tanpa bukti dalam relung ingatanku tetap tertanam. Hanya dua hal kecil yang terucap sekali akan tetapi tersirat secara konstan menemaniku tumbuh hingga dewasa.

Ketika pertama kali BPJS Kesehatan diperkenalkan oleh pemerintah sebagai perbaikan dari program sebelumnya, aku masih berada di bangku pendidikan lanjutan. Secara pribadi saat itu aku bersikap apatis terhadap program ini sehingga tidak berusaha mencari tahu lebih dalam apalagi mempelajari terperinci mengenai BPJS Kesehatan serta manfaatnya. Program BPJS Kesehatan telah dikenal lebih dari 2 tahun saat pertama kali aku terjun ke dunia kerja di tahun 2017. Pro dan kontranya pun berkembang di tengah-tengah masyarakat Indonesia pada umumnya.

Tidak pernah terbersit pemikiran bahwa salah satu tugasku di perusahaan BPJS Kesehatan sebagai keuntungan bagi karyawan perusahaanku. Saat itu perusahaan tempatku bekerja baru berdiri sehingga aku dituntut untuk mengelola BPJS Kesehatan mulai dari pendaftaran hingga memastikan semua karyawan memperoleh fasilitas ini. Saat itu kekhawatiran terbesarku adalah proses ini akan berlangsung panjang dan melelahkan yang berdampak pada ketidakpuasan yang dirasakan oleh aku sebagai pendaftar sekaligus pengelola sistem E-Dabu perusahaan maupun sebagai peserta BPJS Kesehatan nantinya.

Di luar dugaan, proses pendaftaran perusahaan ke program BPJS Kesehatan berjalan cepat dan mudah. Masih berbekas dalam benakku pengalaman pertama kali memasuki kantor BPJS Kesehatan yang padat kala itu. Disambut oleh seorang penjaga keamanan yang ramah, beliau mengarahkanku langsung ke bagian perusahaan. Di sana salah satu pegawai BPJS Kesehatan yang memperkenalkan diri dengan nama panggilan Aat menjelaskan seluruh tata cara pendaftaran perusahaan mulai dari keuntungan bagi perusahaan dan peserta BPJS Kesehatan, hal-hal berkaitan administrasi, hingga detail terkecil dengan sangat terperinci.

Ketika akhirnya aku berpamitan, Mbak Aat memberikan sepucuk kartu nama dengan senyuman ia berkata, "Jangan sungkan kalau masih ada pertanyaan, boleh langsung kontak saya saja."

Sejak hari itu, sinisme mengenai pelayanan kesehatan pada umumnya, terutama BPJS Kesehatan khususnya, yang tumbuh dalam diri aku hingga sehari sebelumnya pudar sedikit demi sedikit. Aku masih ingat hari-hari ketika aku memaksa Mbak Aat mengangkat teleponku dan menghabiskan beberapa waktu menjawab pertanyaanku yang tidak kunjung fasih dengan kebutuhan pendaftaran dan sistem BPJS Kesehatan ini. Ketika akhirnya seluruh syarat pendaftaran terkumpul, Mbak Aat memberikan kemudahan lainnya yakni memberikan ijin untuk mengirimkan beberapa berkas yang tertinggal menyusul lewat surel agar berkas lainnya dapat segera langsung diajukan dan disahkan.

Setelah pendaftaran selesai dan perusahaan resmi menjadi peserta BPJS Kesehatan, tampaknya pengalamanku berkutat dengan BPJS Kesehatan sebenarnya baru saja dimulai. Setelah perusahaan resmi menjadi peserta BPJS Kesehatan dan seluruh karyawan didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan, terjadi satu peristiwa dimana salah satu karyawan, sebut saja bernama Chika, didiagnosis mengalami gangguan pada jantungnya saat melakukan pemeriksaan pertama di puskesmas. Chika adalah salah satu sahabat terdekatku di kantor yang cukup membuatku sedih pertama kali mendengar kabar mengenai kondisinya ini.

Awalnya pihak Puskesmas memberikan rujukan pemeriksaan lanjutan ke salah satu rumah sakit dalam kota. Setelah rujukan pertama ini dan dokter memeriksa kondisi jantung Chika, pihak rumah sakit setuju dengan permohonan untuk memberikan rujukan kedua bagi Chika berobat ke ibukota dengan pertimbangan bahwa kondisi jantungnya yang butuh dioperasi sesegera mungkin dan kerabat Chika yang sebagian besar tinggal di ibukota. Kemudian Chika mengambil cuti panjang dari perusahaan yang dengan kebaikan hati manajer kami pun diijinkan selama proses pengobatan hingga pemulihan di ibukota. Chika pun berangkat untuk proses pengobatannya.

Tidak seperti prasangka dan praduga aku sebelumnya bahwa prosesnya akan berjalan lambat dan berbelit-belit, Chika justru mengisahkan bahwa pemeriksaan kondisi jantung di rumah sakit rujukan kedua itu hingga proses penjadwalan operasi berjalan dengan sangat cepat dan lancar. Chika bahkan dijadwalkan operasi tidak berapa lama setelah beberapa kali lagi pemeriksaan dan stabilisasi kondisi jantungnya maksimal untuk dilakukan tindakan operasi. Mendengar hal itu, kecurigaanku bahwa operasinya akan diulur-ulur hingga waktu yang lama karena menggunakan BPJS Kesehatan sekali lagi terbukti tidak beralasan.

Pernah sekali aku berkunjung ke rumah sakit tempat ia dirawat beberapa hari sebelum tindakan operasi. Ia mengisahkan betapa kalutnya pikirannya bahwa nanti setelah proses operasinya selesai, tagihan dari pihak rumah sakit akan membeludak dibandingkan skema awal yang dijelaskan di bagian administrasi. Dengan harapan memberikan Chika cukup motivasi dan ketabahan, aku bersama beberapa kawan yang datang pada hari itu memberikan semangat dan keyakinan bahwa apabila Chika membutuhkan biaya kami siap membantu meskipun beberapa dari kami mengakui setelahnya bahwa dalam hati mencoba menghitung berapa uang yang dapat disisihkan untuk membantu Chika. Apalagi mengingat operasi yang dijalani Chika ini bukan operasi sembarangan dan pastinya membutuhkan biaya yang sangat besar terlepas dari jaminan BPJS Kesehatan.

Dalam kesempatan kunjungan kala itu pun, kami kebetulan bertemu dengan dokter yang bertanggung jawab atas Chika dan beberapa suster di sela-sela jadwal rutin pemeriksaan pasien. Kembali aku mendapati diriku terpukau dengan fenomena yang berlangsung saat itu. Di luar ekspektasiku, baik dokter maupun suster yang bertanggung jawab atas Chika terlihat sangat kompeten dan teliti hingga ke hal yang terkecil. Tidak ada kata membeda-bedakan antara pasien BPJS dan pasien umum apalagi meremehkan. Proses pemeriksaan berjalan sama halnya dengan beberapa kali pemeriksaan yang kusaksikan terhadap beberapa kerabatku yang tidak menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Aku pun dibuat terkagum-kagum dengan integritas kerja mereka.

Lalu tiba hari operasi Chika dijadwalkan. Kebetulan hari itu bertepatan dengan hari kerja sehingga aku tidak berada di rumah sakit bersama Chika. Siang itu sebagian besar dari karyawan di posisi manajerial perusahaan, termasuk aku, memiliki jadwal rapat rutin bulanan yang biasanya berlangsung alot hingga beberapa jam. Di tengah-tengah rapat, teleponku berbunyi beberapa kali hingga akhirnya aku pamit dari ruangan untuk mengangkat telepon itu.

Setelah tersambung, ternyata itu adalah ibu Chika yang berada di rumah sakit menemani Chika. Ibu Chika memberi tahu bahwa dari pihak rumah sakit mengabari bahwa kartu BPJS Kesehatan Chika dinyatakan tidak aktif karena belum membayar tagihan. Mendengar kabar itu, aku pun spontan menghitung hari dalam hati. Ternyata benar saja bahwa hari itu adalah tanggal tenggat waktu pembayaran BPJS Kesehatan untuk bulan berjalan. Biasanya proses pembayaran dilakukan oleh pihak keuangan perusahaan kurang lebih 5 hari setelah masa tenggat waktu sesuai dengan prosedur kebijakan hutang-piutang perusahaan yang notabene selama ini tidak ada masalah berarti.

Ibu Chika memohon kepadaku untuk membantu pembayaran secepat mungkin agar proses operasi bisa langsung dilakukan. Berhubung rapat sedang berlangsung dan tidak mungkin prosedur pembayaran dilakukan secara instan di hari yang bersamaan, maka dari bagian keuangan mengambil putusan terbaik yang dapat diambil adalah pembayaran dapat dilakukan paling cepat satu hari yakni esoknya. Gagal pada upaya melakukan pembayaran di hari itu, aku mencoba bantuan dari pihak rumah sakit yang tetap pada pernyataan bahwa wewenang ini bukan milik rumah sakit melainkan dari pihak BPJS Kesehatan.

Dengan pikiran kalut aku kembali mencoba meminta bantuan dari Mbak Aat untuk mendapatkan pencerahan mengenai apa yang dapat kulakukan guna memperbaiki masalah ini. Untungnya, Mbak Aat dengan sigap mengambil langkah meminta persetujuan dari atasannya untuk membukakan akses kartu BPJS Kesehatan Chika agar dapat melakukan operasi hari itu juga. Prosesnya pun berlangsung kurang dari satu jam sebelum akhirnya aku mendapat kabar bahwa proses administrasi sudah selesai, fasilitas BPJS Kesehatan Chika dapat digunakan dan proses operasi dapat segera dilangsungkan.

Saat itu pun lagi-lagi aku dibuat terkagum dengan integritas dan konsistensi pelayanan BPJS Kesehatan bagi aku sebagai pengelola BPJS Kesehatan perusahaan maupun Chika sebagai salah satu peserta dari jutaan peserta lainnya. Kejadian ini pun belum selesai mencemooh stigma negatifku selama ini. Selang beberapa hari setelah hari operasi pun, Chika mengabari bahwa pembayaran telah dilunasi dengan nominal yang di bawah ekspektasiku sama sekali. Tidak ada biaya tambahan berarti yang menyebabkan ledakan tagihan. Untuk sebuah tindakan operasi mayor semacam operasi jantung yang dijalani Chika ini, biaya yang dikeluarkan Chika tergolong sangat jauh dari bayanganku sebelumnya.

Chika mengungkapkan fasilitas BPJS Kesehatan sebagai: fasilitas yang menghidupi harapan yang telah mati bersama dengan nominal rupiah. Ungkapan ini merupakan bentuk syukurnya setelah merasakan nestapa berurusan dengan rumah sakit di tengah krisis ekonominya pribadi.

Seluruh rangkaian kejadian ini pun memukul telak stigma negatif mengenai pelayanan kesehatan masyarakat dari pemerintah yang satu ini, BPJS Kesehatan. Kesadaran penuh terbentuk bahwasanya BPJS Kesehatan benar-benar berkomitmen teguh melayani masyarakat Indonesia bagi bangsa dan negeri yang lebih baik. Integritas, konsistensi dan persistensi pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan meyakinkanku mengenai kualitas BPJS Kesehatan yang sesungguhnya. Bahwasanya pelayanan yang diberikan berasal dari hati kembali untuk mengabdi bagi negara dan bangsa Indonesia. - LW (19/12/18)

Sumber Gambar: Youtube BPJS Kesehatan tentang Aplikasi New E-Dabu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun