Pada zaman sekarang, kendaraan yang kita kenal pada umumnya tentu dikontrol oleh seorang pengemudi. Namun, tak lama lagi, kendaraan konvensional akan pelan-pelan digantikan oleh kendaraan otonom atau kendaraan tanpa pengemudi.Â
Kendaraan otonom adalah perkembangan terbaru dari industri otomotif yang tak lagi hanya berkutat dengan kendaraan hybrid atau kendaraan listrik. Kendaraan otonom menjawab kebutuhan manusia untuk kendaraan yang lebih pintar dan tentunya lebih aman karena dapat membantu menghindari pengemudi dari kecelakaan.
Perkembangan kendaraan otonom sudah sedemikian pesat di dunia. Di banyak negara, kendaraan otonom sudah diperbolehkan untuk dicoba di jalan raya. Akan tetapi, di Indonesia, gaung kendaraan otonom masih sangat kurang dan masyarakat Indonesia belum mengenal dengan baik kendaraan otonom.Â
Pertanyaannya, apakah Indonesia sudah siap menghadapi tantangan zaman? Dan bagaimanakah dengan kesiapan peraturan perundang-undangan di Indonesia soal kendaraan otonom?
Keunggulan Belanda dalam Perkembangan Kendaraan OtonomDalam beberapa tahun ke depan, Indonesia mau tidak mau akan mengikuti arus perkembangan zaman di mana kendaraan otonom akan menjadi hal yang biasa.Â
Berarti, Indonesia harus bersiap diri tidak hanya dari sisi infrastruktur jalan raya tetapi juga dari hal yang lebih mendasar, yakni peraturan perundang-undangan. Tetapi, dari manakah Indonesia dapat mencontoh?Â
Jawabannya adalah belajar dari negeri Belanda.Menurut data yang dilansir oleh KPMG dalam sebuah laporan yang berjudul Autonomous Vehicles Readiness Index (Indeks Kesiapan Kendaraan Otonom), Belanda adalah negara yang paling siap di dunia untuk mengakomodir kehadiran kendaraan otonom di jalan rayanya.[1]Â
Belanda unggul dari negara-negara maju lainnya seperti Singapura, Amerika Serikat, dan bahkan Swedia serta Inggris. Belanda menjadi jawara karena selain infrastruktur jalan rayanya sudah siap, Belanda juga tak main-main dalam mempersiapkan peraturan perundang-undangan untuk mengakomodir tren kendaraan otonom.
Belanda sudah sangat siap dengan kedatangan mobil-mobil otonom di jalan rayanya dengan cara mempersiapkan amandemen bagi Wegenverkeerswet (Undang-Undang Lalu Lintas dan Jalan Raya) yang diundangkan pada tahun 1994, kira-kira 24 tahun yang lalu.Â
Draf amandemen Wegenverkeerswet yang diusulkan oleh Tweede Kamer (Majelis Rendah Parlemen Belanda) akan segera dibahas di Eerste Kamer (Majelis Tinggi Parlemen Belanda) akan memuat pasal-pasal baru yang mengatur tentang izin bagi para pengemudi untuk bereksperimen dalam mengendarai kendaraan otonom.Â
Pasal 149 ab Wegenverkeerswet menyatakan bahwa izin bereksperimen akan diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga tahun. Pasal tersebut juga menjelaskan bahwa akan ada beberapa hal yang ditentukan dalam izin tersebut, antara lain adalah: [2]Â
- Deskripsi eksperimen, pada jalan atau bagian jalan mana eksperimen boleh dilakukan
- Jangka waktu eksperimen, pada kondisi cuaca dan pada waktu kapan eksperimen tersebut dapat dijalankan
- Jumlah kendaraan yang dapat dikontrol dalam waktu yang bersamaan.Â
Dapat dilihat bahwa beberapa aturan di atas sangatlah terbuka bagi perkembangan ilmu teknologi dan sangat mempermudah individu ataupun perusahaan yang bergerak dalam bidang kendaraan otonom untuk berkreasi sebaik-baiknya tanpa perlu takut akan menabrak aturan hukum.Â
Di Indonesia, aturan yang serupa Wegenverkeerswet Belanda adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya ("UULLAJ").Â
Berikut adalah pembahasan beberapa ketentuan UULLAJ yang harus diubah agar dapat mengakomodir keberadaan kendaraan otonom di Indonesia.Bagaimana dengan UULLAJ? UULLAJ yang berlaku di Indonesia tentu membatasi gerak-gerak pengoperasian kendaraan otonom.Â
Ada beberapa ketentuan yang tentu harus diubah, misalnya tentang definisi seorang pengemudi. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 23 UULLAJ, pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.Â
Definisi ini tentunya sangat sempit karena mengartikan seorang pengemudi hanya dapat mengendarai satu kendaraan bermotor saja, padahal, dalam draf Wegenverkeerswet di atas disebutkan bahwa pengemudi dapat mengendarai beberapa kendaraan otonom sekaligus, dan jumlahnya harus disebutkan dalam izin yang nantinya diberikan.
Hal lain yang cukup membatasi perkembangan kendaraan otonom adalah belum adanya definisi kendaraan otonom itu sendiri dalam UULLAJ. Dalam UULLAJ, yang dikenal hanyalah dua jenis kendaraan, yakni kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.Â
Ke depannya, UULLAJ dapat mencontoh Wegenverkeerswet yang mengenali kendaraan otonom sebagai kendaraan bermotor yang dikendarai oleh pengendara yang tak berada pada kendaraan tersebut.[3] Tentunya, alangkah lebih baik apabila UULLAJ juga mencontoh draf amandemen Wegenverkeerswet soal pemberian izin khusus eksperimen kendaraan otonom.
Izin yang dikeluarkan khusus pengendara kendaraan otonom tentu belum diakomodir UULLAJ karena saat ini UULLAJ hanya mengenal Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor pribadi atau kendaraan bermotor umum. Quo Vadis Amandemen UULLAJLantas, bagaimana dengan perkembangan terbaru di DPR soal perubahan UULLAJ? Hingga kini, DPR nyatanya belum memasukkan rencana amandemen UULLAJ dalam Prolegnas di tahun 2018.Â
Akan tetapi, fakta tersebut tidak serta merta mengubur kemungkinan Indonesia untuk memiliki aturan soal kendaraan otonom. Ada kemungkinan besar bahwa amandemen UULLAJ akan menjadi prioritas ke depannya karena ada sinyal-sinyal dari Menteri Perindustrian, Bapak Airlangga Hartarto, bahwa Pemerintah akan mulai mencoba mengunggulkan mobil listrik ketimbang mobil konvensional.Â
Semoga UULLAJ tak hanya akan mengakomodir kehadiran mobil listrik tetapi lebih dari itu juga mengenali keberadaan kendaraan-kendaraan otonom. Apabila Pemerintah berinisiatif untuk mengikuti jejak Belanda dalam memiliki aturan hukum yang kuat sebagai dasar bagi para pelaku usaha untuk berlomba-lomba menciptakan kendaraan otonom, Indonesia dapat meraup keuntungan yang luar biasa.Â
Keuntungan ini bukan hanya dilihat semata-mata dari keuntungan moneter, tetapi juga keuntungan yang immaterial, yakni Indonesia dapat menjadi negara terdepan bagi para ilmuwan dan dapat menjadi negara dengan industri otomotif yang terkemuka di dunia.Â
Terakhir, seperti dibahas pada awal artikel ini, keberadaan kendaraan otonom di Indonesia tentunya juga dapat menjadi jawaban bagi Pemerintah untuk mengatasi jumlah kecelakaan jalan raya yang masih marak.
Tentunya Pemerintah tak boleh berpuas diri hanya dengan amandemen UULLAJ. Keberadaan UULLAJ yang baru harus dibarengi dengan aturan investasi dalam manufaktur kendaraan otonom.Â
Pemerintah harus membuka kesempatan bagi penanam modal luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia dalam bidang kendaraan otonom, terutama industri manufaktur.Â
Dengan terbukanya kesempatan investasi bagi penanam modal asing, dan dengan dibarengi transfer teknologi asing ke teknisi dalam negeri, tentu keberadaan kendaraan otonom di Indonesia bukan lagi menjadi angan-angan semata, tetapi menjadi realita yang dapat digapai dalam waktu yang cepat.
Footnote:
[1] Untuk membaca laporan lengkap AVRI 2018, lihat link berikut ini,Â
[2] Untuk membaca draf amandemen Wegenverkeerswet 1994 secara utuh dalam bahasa Belanda: (Sumber)
[3] Terjemahan bebas di atas dalam bahasa Belanda adalah sebagai berikut: "Motorrijtuigen waarvan de bestuurder zich buiten het motorrijtuig bevindt."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H