Mohon tunggu...
S Baskoro
S Baskoro Mohon Tunggu... Penulis - Jangan lihat di mana memulai, lihatlah di mana mengakhiri

mari berkarya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ekspektasi Berlebihan Terhadap Sesuatu

13 Desember 2024   21:30 Diperbarui: 13 Desember 2024   21:30 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by David Alberto Carmona Coto: https://www.pexels.com/photo/selective-focus-photo-of-green-plant-seedling-on-tree-trunk-1151418/ 

Beberapa waktu yang lalu, temen saya Rio mengeluh ke saya, katanya,

"Sialan di kelasku ada cewek cantik yang suka pinjam catatan, suka pinjam modul kuliah, kemaren tak titipin modul yang dia punya untuk dicopy, eh.. dia nggak mau. Padahal aku mau kasih dia uang dulu lho, misalnya dia ngga punya uang....," kata Rio sambil cemberut.

Temenku yang lain, Sapta, menimpali,

"Mungkin masih kekanak-kanakan kali, atau belum dewasa walaupun sudan kuliah S2..,"

Rio kembali menimpali,

"Bisa jadi belum dewasa, walaupun mungkin sudah bisa membuat anak hehehe!"

Ada Kata Bijak yang mengatakan:

  1. Bebaskan hatimu dari rasa benci
  2. Jangan khawatir
  3. Hiduplah sederhana
  4. Berilah lebih
  5. Jangan terlalu berharap

Jangan terlalu berharap. Mungkin kata kata itu bisa kita ubah jadi "jangan membayangkan yang berlebihan" atau "jangan berimajinasi yang tidak masuk akal."

Sebagai penulis, saya kadang menganjurkan kepada temen-temen saya untuk membebaskan imajinasi sebebas mungkin saat menulis. Nanti itu akan tersaring saat rapat produksi jika itu naskah untuk film. Atau ketika akan diterbitkan menjadi sebuah novel, pasti imajinasi yang berlebihan itu akan disensor.

Namun untuk kasus Rio, harapan atau ekspektasi yang berlebihan bisa mengecewakan. Mungkin Rio berharap bisa mendekati cewek tersebut. Atau berkencan dengan cewek cantik itu. Seandainya Rio serius, maka Rio seharusnya bersyukur bisa mengenal sifat-sifat cewek itu lebih awal yang waluapun cantik tapi egois dan tidak punya kemurahan hati.

Pada bulan Mei 2008 temen saya, Asya, pulang dari Amerika Serikat. Dia kuliah di Kansas. Sekitar dua minggu dia melihat lagi keadan kota Jogja yang sudah beberapa tahun ditinggalkan.

Entah dari mana pengamatannya terhadap kota Jogja tercinta, Asya mengatakan,  

"Ekspektasiku tentang kota Jogja berlebihan, An... kukira kota ini seperti dulu, yang ramah dan sederhana, tapi kini sudah berubah hanya dalam beberapa tahun...."            Asya kemudian menceritakan bahwa di Amerika, orang benar-benar membeli barang kebutuhan sesuai kebutuhannya. Bahkan berhitung sebelum membeli. Sementara di Yogya, konsumerisme telah melanda hampir semua orang. Mereka berbelanja diluar kebutuhan utamanya.

Di tahun yang sama, Teman saya namanya Utari, mengatakan bahwa para pekerja asing yang pernah bekerjasama dengannya di NGO tempat dia bekerja,  tidak sehebat orang Indonesia. Mereka menggunakan hand phone masih monochrome, ringtonenya masih polyphonic tidak seperti kebanyakan orang Indonesia yang sudah ber-ringtone MP3. Padahal biasanya kita punya ekspektasi kalau bule itu pasti lebih modern dan maju dan lebih canggih dibanding kita orang Asia. Harapan imajinasi kita adalah mereka lebih trendy. Ternyata mereka menggunakan alat seperlunya saja bukan fashion tetapi function.

Harapan atau ekspektasi tentu boleh saja. Tapi harapan tanpa logika dan terlalu berimajinasi ibarat berjalan tanpa arah. Jangan sampai kita memiliki ekspektasi berlebihan terhadap sesuatu. Agar tidak menyesal jika harapan itu meleset dari angan-angan kita.

Berhati-hati terhadap harapan.

Apa yang tampaknya baik belum tentu seperti itu kenyataannya. Apa yang tampak indah dipermukaan belum tentu sama dengan apa yang ada di kedalaman. Menjadi bijaksana, berhati-hati, eling lan waspada lebih baik daripada terlalu percaya diri dengan apa yang dilihat.

             

  

Selamat Berharap dengan Hikmat dan Bijaksana.

Jogja, medio 2010

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun