Di tengah-tengah lelapku malam itu, ku dengar teman-teman 1 tenda sedang bercerita setengah berbisik.
"Eh lo tau gak sih? Ada cowo tidur di depan tenda kita"
Hatiku mencelos seraya bergumam dalam hati, "Semoga bukan, semoga dia salah lihat"
Seorang teman menimpali, "Eh sama, gue juga liat ada yang tidur depan tenda kita. Kayaknya cuma pake jaket beralaskan rumput".
Gumaman dalam hatiku semakin keras, "Semoga bukan cowo, semoga dia salah lihat juga"
Temanku yang lain terdengar tidak sabaran, "Ah kepo gue, mau liat sendiri ah". Kemudian ia beranjak pergi keluar tenda. Teman-temanku yang lain berhenti berbicara, isi tenda mendadak hening.
"Ehiya deng bener. Ada yang tidur di depan tenda kita. Itu Pak Sumanto! Tidurnya cuma beralaskan kardus, aduh kasian!" kata gadis itu.
Meskipun masih berpura-pura tidur, aku bisa merasakan gadis-gadis lainnya dalam tenda menatapku, seolah ingin menyalahkan, "Lo penyebab Pak Sumanto tidur beralaskan kardus!"
***
PERSAMI (Perkemahan Sabtu Minggu) sekitar tahun 2005 sangat kunantikan. Kala itu, aku dan seorang teman (sebut saja H), berencana ingin mengeksplor lokasi Persami yang terkenal dengan keangkerannya.
Sesampainya di lokasi kemah, ternyata area kemah kami diberikan pembatas berupa tali rafia. Jadi dari 1 lokasi persami itu, hanya sepetak area yang bisa kami gunakan untuk Persami. Jujur, aku dan H kecewa. Kami bercita-cita ingin jadi ghostbuster saat itu.
Selayaknya anak SD, kami bertingkah makal. H dan aku memutuskan untuk melompati tali rafia dan keluar dari area perkemahan, menuju WC yang letaknya tak begitu jauh. Saat itu WC dalam keadaan kosong, gelap, dan sepertinya tidak dirawat dengan baik.
Seorang teman kami memanggil kami dari dalam area kemah, mengisyaratkan bahwa sudah saatnya kami kembali. Kami pun beranjak pergi dan ZRESSS! Tiba-tiba air wastafel WC mengalir. Kami berdua kaget dan saling bertatapan, karena kami sangat yakin tidak ada orang di WC itu dan hari masih terang.
Teman kami tak lagi memanggil, kini setengah berteriak, membuat kami berhenti dari saling menatap dan segera lari untuk kembali memasuki area perkemahan. H telah berhasil masuk, namun aku tidak. Rasanya seperti ada yang menahan dan menarik kaki kiriku agar tidak bisa melewati tali rafia.
Karena saat itu acara Persami akan segera dimulai dan aku mulai agak takut, kupaksakan kaki kiriku agar segera masuk melewati tali rafia. Tenagaku begitu besar, membuatku terjatuh dengan posisi duduk, kaki kanan lurus ke depan, dan kaki kiri menekuk seperti bersila. Aku mengernyitkan dahi karena merasakan sakit. Teriakku pecah ketika aku sadar mata kaki dan telapak kaki kiriku jatuh tepat di atas sebuah batu sebesar kepalan tangan orang dewasa.
***
Aku terbangun dengan kondisi terbaring di dalam tenda. Yang kuingat, beberapa teman, termasuk H, menolongku agar aku bisa berjalan ke dalam tenda. Teman-teman tendaku panik berteriak membuat guru-guru mendatangi tenda kami. Terlalu banyak orang, terlalu sakit kaki kiriku, sehingga aku tak tau lagi kejadiannya.
Yang kuingat, rombongan lelaki datang di siang menuju sore hari. Adikku menghampiriku dan menengok keadaanku. Dia tak membantu banyak. Tak lama, Pak Sumanto, wali kelasku, datang dan wajahnya jauh lebih pucat dari adikku. Gurat-gurat khawatir terlihat jelas di wajahnya.
"Dys kamu gak apa-apa? Udah makan? Kalo butuh apa-apa, panggil bapak ya" kata beliau.
Tak lama, Pak Sumanto seperti menarik perkataannya, karena beliau sadar, bagaimana caranya aku memanggilnya saat membutuhkannya, jika ia berada jauh dari tendaku menjalankan tugasnya sebagai pembimbing pramuka di acara itu. Akhirnya beliau berpesan kepada teman-teman tendaku untuk menjagaku saat beliau bertugas.
***
Mungkin sekitar maghrib, tendaku lumayan sepi. Saat itu mungkin acaranya makan malam bersama. Pak Sumanto datang dan masuk ke tenda membawa makanan.
"Dys masih bisa makan sendiri kan? Nih makan dulu" kata beliau.
Aku mengangguk. Dan mengambil piring makanan dari tangannya. Pak Sumanto juga membantuku untuk minum. Sebelum pergi keluar tenda, beliau bertanya,
"Kamu udah pipis? Mau ke belakang gak?". Kujawab pertanyaannya dengan menggeleng. Tak mungkin aku menyusahkannya lebih dari ini. Tapi kalau boleh jujur, aku memang sudah menahan pipis dari siang hari.
***
Mungkin tepat tengah malam saat gadis-gadis di tendaku heboh dengan hadirnya seorang pria, yang ternyata adalah Pak Sumanto, tidur di depan tenda kami. Aku tak sanggup lagi harus menahan pipis, sehingga aku bangun dari tidur pura-puraku. Teman-teman langsung heboh,
"Eh Gladys mau pipis," kata mereka dengan gaduh.
Rupanya kegaduhan itu membangunkan Pak Sumanto. Beliau setengah tertidur langsung masuk ke tendaku dan membantuku berdiri sambil memapahku menuju WC.
"Bapak beneran tidur di depan tenda?" tanyaku dengan tenggorokan sedikit tercekat.
"Hehehe, iya. Soalnya bapak tau kamu belom pipis, pasti ditahan. Nanti siapa yang gotong kamu buat pipis tengah malem kalo bukan bapak. Ternyata bener kejadian," jawab beliau enteng.
Aku berusaha menahan tangis. Baru kali itu, ada orang selain keluarga yang begitu peduli terhadapku.
Beliau sangat sopan, mengantarku sampai ke depan WC dan mempersilakanku menyelesaikan urusanku.
"Bisa kan ya di dalam sendiri? Bapak gak perlu bantu?" tanya beliau, sopan. Yang kubalas dengan mengangguk.
Setelah selesai, beliau kembali mengantarku ke tenda.
"Kalau kamu butuh apa, jangan sungkan minta tolong teman-teman bangunin bapak, ya. Bapak akan tidur di depan. Besok pagi kita ke tukang pijat syaraf langganan bapak, sebelum bapak nganterin kamu pulang, ya" kata beliau. Lagi-lagi hanya kubalas dengan mengangguk. Kalo kata anak-anak jaman sekarang, speechless....
***
Sejak saat itu, banyak sekali bantuan dari Pak Sumanto untukku, termasuk mengikutsertakan di lomba dan olimpiade, padahal aku bolos sekolah sebulan lebih untuk penyembuhan kakiku.
Ingin sekali membalas jasanya, namun aku tak berhasil membawa pulang gelar apa pun selama mengikuti lomba dan olimpiade. Saat ini pun, aku belum berhasil jadi "orang", sehingga belum bisa membalasnya.
Hanya satu yang bisa kulakukan, selalu mendoakan kebaikan Pak Sumanto, untuk selalu diberikan kesehatan dan mendapatkan kebaikan yang setimpal. Terima kasih banyak, pahlawanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H