Mobil mewah jenis BMW milik siswa SMAN 3 Jakarta diderek petugas karena parkir sembarangan. Foto: Beritajakarta
Dari jaman saya masuk sekolah dasar hingga perguruan tinggi, institusi pendidikan negeri sangat amat diminati masyarakat Indonesia mulai dari SDN, SMPN, SMAN, dan SMKN, dari masyarakat kelas bawah hingga atas. Dulu diminati karena biaya yang terjangkau, sekarang diminati karena banyak institusi pendidikan negeri yang berkualitas TOP BGT.
Kualitas pendidikan negeri, diyakini oleh banyak orang lebih baik dari pada kebanyakan institusi pendidikan swasta. Saya meyakini ada sebuah tujuan mulia dari adanya institusi pendidikan milik negara ini.
Institusi pendidikan negeri sudah seharunya menjadi semacam garansi atau asuransi atau sabuk pengaman pendidikan untuk seluruh masyarakat Indonesia, menjamin pendidikan yang baik dan layak untuk seluruh anak bangsa kita. Sayangnya tidak semua anak bangsa bisa masuk ke dalam institusi pendidikan negeri, karena tentu ada batas jumlah siswa yang mampu ditampung oleh sebuah sekolah (hanya beberapa ratus), kemampuan baik akibat infrastruktur ataupun jatah pendanaan dari pemerintah karena sebagian besar sekolah negeri di kota-kota besar sudah mulai digratiskan dan nantinya seluruh Indonesia akan bebas biaya sekolah negeri.Â
Hal tersebutlah yang menimbulkan adanya sistem seleksi masuk sekolah negeri atau penerimaan siswa baru. Mereka-mereka yang memenuhi kriteria seleksi lah yang pantas, layak dan dapat bersekolah di institusi negri. Kriteria tersebut salah satunya dia harus pintar dibuktikan dengan nilai tes atau nilai hasil UN, maka ada istilah perang NEM, yang tinggi yang masuk.
Mereka-mereka yang tidak lulus dalam tahap seleksi penerimaan siswa baru biasanya mengambil dua jalan, pertama mereka menunggu dan bertanya pada panitia apakah ada kursi kosong, ya kursi siswa yang lolos seleksi tapi tidak diambil. Kedua, mereka mimilih untuk memasuki sekolah swasta.
Institusi pendidikan negeri seharusnya juga menjadi pisau yang memutus rantai kemiskinan yang bersumber dari ketidaktahuan sedikit ilmu pengetahuan akibat nasib hidup yang tidak beruntung. Untuk memutus rantai kemiskinan anak yang lahir dari keluarga miskin harus diberikian pendidikan yang baik sehingga dia bisa merubah taraf hidup keluarganya.Â
Anak-anak yang kurang beruntung ini ada yang gol 1 diberikan kecerdasan dari lahir oleh sang pencipta, ada juga gol 2 yang diberikan kemampuan belajar yang cepat, dan ada pula sebagian besar gol 3 yang tidak diberikan kecerdasan tetapi diberikan kemampuan belajar yang lambat sehingga harus extra dalam belajar.Â
Ada anak tukang sapu jalanan yang bisa jadi dokter, ada anak pemulung yang menerima beasiswa bidikmisi untuk kuliah di PTUN, dua tipe anak diatas adalah pintar tapi tidak mampu dalam ekonomi, mereka bisa pintar apakah memang pemberian dan atau usaha mau belajar. Banyak juga anak-anak dari keluarga miskin yang tidak memiliki tekat sebesar mereka, diantaranya menjadi pengamen jalanan, dan loper koran sebagian lagi menjadi pencuri di pasar dan keramaian.
Anak-anak yang termasuk gol 1 dan 2 relatif tidak akan kesulitan dalam melalui ujian masuk di institusi pendidikan negeri karena kecerdasan yang mereka miliki, sedangkan anak-anak pada gol 3 sangat rentan ditolak oleh sekolah negeri. Gol 1 dan 2 tersebut biasanya ditemani dengan mayoritas teman-teman yang mampu/kaya dan pintar (saya sebut gol gold).
Gol gold yang memiliki sifat seperti gol 3 bisa lolos pada seleksi ini karena mereka cukup beruntung untuk dapat mengikuti les agar bisa mendapat high score UN dan persiapan penerimaan siswa baru jika tidak mereka masih bisa mencari bangku kosong kan.
Sekolah negeri seharusnya tidak boleh menolak anak-anak dari gol 3 tadi, hanya karena alasan kuota sudah penuh. Lalu dimana negara yang menjamin pendididikan bagi rakyatnya, lalu dimana pendidikan yang katanya untuk memutus rantai kemiskinan?
Ya sekolah saja di sekolah swasta, gitu aja protes.
Mereka yang termasuk gol 3 paling mentok bisa masuk institusi pendididak swasta yang bagaimana wong pindidikan di swasta jauh lebih mahal sekali dari negeri. Swasta yang murah jelas ecek-ecek, yayasan pendidikan murah mana yang memberikan servis terbaik atau minimal mirip sekolah negeri lah. Swasta yang bagus ya yang mahal.Â
Lah anak-anak ini sudah kemampuanya rendah terus sekolahnya asal-asalan membimbing atau sekenanya saja (kalau dapet sekolah) mengingat para tenaga pengajar ini job utamanya mengajar di negeri dan sampingan di swasta.
Jika seandainya anak-anak gol gold tadi yang tidak diterima lolos seleksi masuk sekolah dan tidak bisa dapat bangku kosong mereka masih bisa mencari sekolah swasta yang bagus kan, sebut saja di Surabaya misalnya ada Vita School, ada Petra, Barunawati, ada SMA Pakuwon, mereka masih bisa mendatkan pendidikan yang berkuwalitas tinggi kan. Jadi gol gold ini tidak perlu lagi dijamin oleh negara masalah pendidikanya karena mereka bisa menjamin sendiri pendidikan yang diinginkan.
Kalau saya jadi Pak Jokowi, saya akan perintahkan Pak Anies Baswedan untuk seleksi masuk sekolah negeri disertakan verifikasi ekonomi, mirip-mirip seperti verifikasi penetapan UKT kuliah. Selain kecerdasan ekonomi juga diperhitungkan, gak cerdas tapi miskin boleh masuk. Cerdas tapi kaya banget ya tunggu sampai yang miskin dapet kursi semua, baru kalau ada sisa-sisa boleh masuk.
Dengan begitu yang miskin bisa sekolah gratis yang kaya dapat pendidikan kwalitas premium di sekolah swasta yang bagus.
Jika kita melihat sekarang ini, lagi banyak yang benci-bencinya sama si aseng, tapi coba deh perhatikan, konglo-koglo aseng itu tidak pernah mengambil jatah pendidikan anak-anak pribumi di sekolah negeri. Mereka sadar mereka kaya dan merasa sekolah negeri kualitasnya gak bagus-bagus amat jadi mereka sekolahkan anak mereka di sekolah swasta yang bagus kualitas pertamax+.
Tapi coba perhatikan konglo-konglo bangsa sendiri, coba tanya anaknya sekolah dimana? Dengan bangga pasti jawab di SD/SMP/SMA negeri sekian kota a b c d e.
Menurut saya itu harus ada yang diperbaiki gitu lho. Sekolah adalah sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, artinya mencerdaskan mereka yang tidak cerdas, membuat mereka yang bodoh menjadi mengerti, memanusiakan manusia. Lalu untuk apa sekolah negeri diisi semua oleh mereka yang sudah pintar dan cerdas dan jenius yang nilainya datas langit?.
Kalau sudah pinter yasudah gak usah sekolah, hahaha CMIIW.
Nb: Tulisan ini terinsprasi dari percakapan dengan penjual mi ayam yang anaknya ditolak sekolah negeri dan bingung mau masuk sekolah swasta mana yang murah tapi bagus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H