Mohon tunggu...
Gizikita
Gizikita Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puisi Chairil Anwar Aku dan Karawang Bekasi

11 Oktober 2016   15:16 Diperbarui: 11 Oktober 2016   18:23 5692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga hilang pedih peri

Dan akan akan lebih {tak|tidak|belum}  perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

puisi-chairil-anwar-krawang-bekasi-57fc9fc2a7afbd9917389bf0.jpg
puisi-chairil-anwar-krawang-bekasi-57fc9fc2a7afbd9917389bf0.jpg

KARAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
{tak|tidak|belum}  bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang {tak|tidak|belum}  lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau {tak|tidak|belum}  untuk apa-apa,

Kami {tak|tidak|belum}  tahu, kami {tak|tidak|belum}  lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun