Mohon tunggu...
Gizikita
Gizikita Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puisi Chairil Anwar Aku dan Karawang Bekasi

11 Oktober 2016   15:16 Diperbarui: 11 Oktober 2016   18:23 5692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tak tahu sama salah satu dari sekian banyak master sajak di negeri Indonesia ini? Ya, kali ini kami akan mengupas sosok pujangga Chairil Anwar dan gabungan puisi - puisi nya yang telah terkenal di Indonesia.

Mungkin beberapa dari kita sudah tak asing lagi dengan Chairil Anwar serta puisi - syair nya, apalagi setelah kemunculan dua film negeri Indonesia terbaik yang pernah ada, yakni Ada Apa Dengan Cinta (AADC) dan Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC 2), yang menghadirkan salah satu karya sajak Chairil.

Selain itu, aktor utama Rangga yang diperankan oleh artis Nicholas Saputra ini memang diceritakan sebagai sesosok anak muda yang pandai untuk menciptakan kata-kata menjadi sajak cinta yang indah serta romantis.

Chairil adalah sesosok pakar kesusastraan dan seorang pujangga legenda negara Indonesia yang sudah menulis banyak karya-karya sastra dalam bentuk sajak. Puisi - sajak yang dikarang oleh Chairil Anwar selalu berhasil menghadirkan sajak-sajak yang indah dan tak heran karya Chairil masih abadi hingga kini.

Chairil Anwar sendiri lahir pada tanggal 26 Juli 1922 di Sumatera Utara. Meskipun lahir di kota Medan tetapi Chairil Anwar di masa remajanya setelah selesai dari Sekolah Menengah Atas hijrah dan menetap di ibukota mengikuti ibunya, Saleha, setelah bercerai dengan ayahnya, yang bernama Toeloes.

Masa-masa di Jakarta inilah menjadi titik awal perkenalan Chairil Anwar muda dengan dunia kesusastraan. Saat itu Chairil muda banyak membaca tulisan-tulisan dari para pengarang internasional ternama.

Sajak dari H. Marsman, Edgar du Perron, J. Slaurhoff, dan Rainer M. Rilke sudah jadi santapannya setiap hari. Para author tersebut juga yang mempengaruhi tulisan-tulisannya kelak.

Pada awal tahun 1940an sosok Chairil Anwar mulai terkenal terutama di kalangan sastrawan. Karya-karya syair Chairil Anwar juga telah banyak beredar dan membuat namanya jadi makin terkenal di dunia sastra.

Saat negara Indonesia ada di masa-masa awal kemerdekaan pun Chairil Anwar menuliskan sajak - sajak yang bertemakan tentang dukungannya terhadap kemerdekaan negeri.

Syair - puisi seperti Krawang-Bekasi, Persetujuan dengan Bung Karno, dan sajak nya yang terkenal yaitu Aku jadi salah satu saksi nyata dukungan Chairil atas kemerdekaan Indonesia.

Berikut ini salah dua puisi dari kumpulan puisi Chairil Anwar yang sudah terkenal di masyarakat.

AKU

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

{tak|tidak|belum}  juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan akan akan lebih {tak|tidak|belum}  perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi


KARAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
{tak|tidak|belum}  bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang {tak|tidak|belum}  lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau {tak|tidak|belum}  untuk apa-apa,

Kami {tak|tidak|belum}  tahu, kami {tak|tidak|belum}  lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun