***
Lima tahun yang lalu, Belvina mendapat kabar dari dokter bahwa Arka akan mempunyai seorang adik. Pada saat itu, dunia terasa penuh harapan.
“Kenzie, aku punya kabar baik.”
Belvina ingat bagaimana senyum suaminya yang seperti mentari pagi itu. Sejak saat itu, hati Kenzie, dan Arka berbunga-bunga, walaupun realita kehidupan mereka saat itu masih terbatas.
Namun, takdir berkata lain. Anak tersebut bertahan hanya dalam tiga bulan saja dan meninggalkan luka yang mendalam. Kenzie semakin sibuk, seakan mencari pelarian dari rasa kehilangan.
***
“Aku cuma mau main bola buat bersenang-senang! Bukan buat jadi pemain yang hebat!”
Di ruang tamu yang penuh dengan rak buku, kalimat tersebut seperti duri di hati ayahnya.
“Kalau begitu, untuk apa Ayah kerja siang malam, Arka? Semua ini buat kamu! Ayah cuma ingin kamu punya pilihan.”
“Tapi Ayah tidak pernah menanyakan mau aku apa!”
Ruangan tersebut mendadak sunyi. Hanya terdengar suara kipas angin yang berputar di sudut ruangan. Belvina mengintip dari balik tirai dapur, dengan mata yang berkaca-kaca. Kenzie menghela napas panjang dan bangkit berdiri. Langkahnya berat menuju kamar.