Arka terdiam lagi, kali ini lebih lama.
***
Langit sore berwarna kemerahan saat Kenzie Vikrama berjalan menuju rumah. Kemejanya basah oleh keringat, sepatu kerjanya penuh debu. Ia baru saja selesai memberikan pelatihan kepada para petani muda, ia melakukannya hampir setiap minggu.
Sesampainya di rumah, Kenzie mendapati Arka sedang bermain bola plastik di halaman. Bola itu memantul ke dinding, meninggalkan noda bekas lumpur.
“Arka, masuk ke dalam sekarang. Kita perlu bicara.”
Arka pun berhenti, ia mengangguk tanpa menatap ayahnya dan masuk ke rumah dengan langkah kecil.
Di ruang tamu, Kenzie duduk di kursi kayu dengan kerutan yang lebih dalam di dahinya. Arka duduk di depannya, diam seperti batu.
“Ayah dengar dari Pak Johan, kamu tidak ikut latihan bola minggu lalu?”
“Arka tidak suka latihannya, yah. Pelatihnya sering marah-marah.”
“Bukan soal suka atau tidak suka, Arka. Kamu tahu, Ayah bekerja keras supaya kamu bisa ikut latihan.”
Arka menggigit bibir. Di kepalanya, terdapat perdebatan antara keinginan untuk membela diri atau menahannya karena takut membuat ayahnya kecewa. Hingga akhirnya, ia memilih untuk diam.