Mohon tunggu...
Giovani Walewawan
Giovani Walewawan Mohon Tunggu... Seniman - Seorang penjelajah yang merasa tersesat di jalan yang benar

Ad Infinitum

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Sebuah Diskusi

20 Maret 2019   18:29 Diperbarui: 20 Maret 2019   18:37 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku kira semua manusia seharusnya bahagia

Mendapat jaminan hidup sehat walaufiat

Bekerja, menikah lalu, berternak diri, hidup bersama keluarga kecilnya selanjutnya menunggu waktu untuk kemudian mati

Paling tidak hampir seperti apa yang di tulis tentang Utopia

Tetapi pagi ini tidak, Aku merasa Aku telah salah menilai dunia

Tidak mungkin Aku mengkritik Tuhan sebab Aku tahu dialah yang empunya keadilan sesungguhnya

Lalu siapa? Para burjois yang menganut kapitalisme? Atau burjois komunisme? Yang mengatur kelas,makan,minum,sabun mandi,pembalut wanita atau tanah untuk kuburan rakyat bahkan jangka waktu hidup seseorang

Aku hendak curiga pada para tokoh dan Agamawan yang sebagian telah bersekongkol juga dengan mereka tetapi kau pasti bisa menebak akibatnya, 

lalu tentang dunia ke dua dan ke tiga bangsaku ada di salah satunya

Aku juga terkadang merenung, seperti kau biasanya juga, Aku kira Aku benar dalam hal ini

Bahwa kehidupan hari ini ialah bagaimana caranya menunda kematian

Dari beberapa kita yang bekerja mencari makan untuk tetap hidup

Sederhana, bahagia dengan banyak cinta pernah bagiku itu cukup

Tetapi itu justru kecukupan untuk kecukupan lainnya

Seperti pintu untuk pintu lainnya

Kehidupan adalah makna dari pemaknaan itu sendiri

Kita terus mencari makna dari kehidupan dimana makna itu tidak pernah kita sadari

Dan seperti orang iseng, menelusuri halaman gereja, Kita membaca tulisan pada nisan-nisan yang berjajar di situ

Aku terkejut melihat Kau berhenti di depan semacam monumen terbuat dari marmer

Tulisan yang agak buram pada monumen itu menyebutkan Gnoty Zeuton  kemudian tepat di bawahnya juga Meden Agan

Kemudian kita terus memasuki lorong-lorong gelap tanpa arah, di sana begitu menakutkan, kau juga mengetahui itu

Tapi kita sama-sama menolak untuk sejalan, seingatku kau memilih ke kiri dan Aku berjalan ke kanan
ini menjadi kendala, kita telah tersesat sekarang.

Ujung lorong sudah semakin menghilang, apa kau melihatnya?

Akhirnya sekitar lamanya mencari, dari kau dan Aku menyadari bahwa Manusia adalah "Condemn to meaning" masing-masing kita adalah laba-laba dan jejaringnya.

Kita benar-benar di jalan Being sekarang.

Ohoijang, 20 Maret

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun