Di tengah era digital yang penuh dengan budaya visual, standar kecantikan terus berubah-ubah mengalami transformasi, seiring dengan perkembangan tren make up, fashion dan lain sebagainya.Â
Namun satu hal yang tampaknya tak pernah berubah, yaitu obsesi memiliki tubuh yang ramping atau langsing, khususnya di kalangan perempuan.Â
Bagaimana tidak, perempuan cenderung dibebani dengan standar "cakep" yang lebih tinggi daripada laki-laki. Terlebih di Indonesia yang seringkali standar cantiknya memiliki banyak indikator.Â
Tetapi kenyataanya, standar "cantik" tersebut tidaklah muncul dari ketertarikan lawan jenis semata, melainkan dibangun dan terus dikonstruksikan oleh perempuan pula.Â
Dan tak bisa dimungkiri, masih terdapat banyak perempuan yang mengikuti standar tersebut. Bahkan mati-matian melakukan apapun demi mempercantik dirinya.Â
Walaupun sebenarnya tidak ada yang salah dengan dengan mempercanyik diri. Namun, fenomena skinny influencer ini menjadi wajah baru dari tekanan sosial.
Dalam hal ini, media sosial sebagai panggung utamanya. Di balik foto-foto sempurna dan video penuh motivasi tentang memiliki tubuh ramping, terkadang muncul berbagai perdebatan.
Tentang apakah fenomena ini benar-benar menginspirasi gaya hidup sehat, atau justru memupuk hubungan yang berbahaya dengan tubuh dan makanan, demi mengejar tubuh ramping itu.Â
Awal Mula Istilah Skinny Influencer
Istilah skinny influencer merujuk pada konten kreator yang menginspirasi atau bahkan memengaruhi audiens untuk mengejar tubuh langsing sebagai standar ideal.Â