Di pelosok Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Langkat terdapat kampung unik yang memfasilitasi warganya untuk hidup serba gratis.Â
Sekitar 837,1 km dari kota Padang, kampung tersebut berdiri kokoh dan sejahtera dengan ekstra kasih sayang yang terbangun di dalamnya.Â
Tak heran, jika sering dijuluki kampung kasih sayang. Mulai dari makanan sehari-hari, pendidikan hingga akses layanan kesehatan semuanya tersedia secara gratis.Â
Bicara soal gratis, tentunya mereka tidak hidup hanya sebagai pengangguran, lantas menikmati segala fasilitas hidup setiap hari. Tetapi mereka menerapkan sistem kolektif atas dasar kasih sayang.Â
Kampung ini dikenal juga dengan sebutan "Matfa", yang merupakan akronim dari "Majelis Ta'lim Fardhu", di mana mereka diklaim sebagai miniatur masyarakat yang menjalankan nilai nilai spritual islam dalam kehidupan bersosial.Â
Tentunya, di era kehidupan modern yang serba kompetitif dan individualis, Matfa menjadi salah satu kampung unik yang solideritasnya patut diapresiasi dan dicontoh oleh berbagai daerah di tanah air.Â
Jika di dalam peta, kampung ini akan ditemukan dalam nama Kampung Matfa yang terletak di Kabupaten Langkat, Tepatnya, Dusun III Darat Hulu, Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan.Â
Dilansir dari YouTube Bona Pasogit Documentary pada Kamis (21/11/2024), kampung matfa berdiri sejak tahun 2012, dan dihuni oleh sekitar 1.500 jiwa.
Mayoritas warganya berasal dari berbagai latar belakang suku, seperti Padang, Batak, dan Jawa.Â
Bahkan, menurut akun Tiktok @Dionugroho21_22 pada Kamis (21/11/2024), profesi warganya pun bermacam-macam. Mulai dari memanfaatkan kekayaan alam hingga industri lainnya.Â
Di antara mereka ada yang berternak, berkebun, bertani, dan mengelola bisnis kolektif, salah satunya CV. Industri Matfa Indonesia.
Namun keanekaragaman suku dan profesi, tidak menjadi halangan, karena kekeluargaan mereka lebih erat dibandingkan hal demikian.Â
Bahkan menurut para pakar sosial dan pemerhati lingkungan, mereka hidup penuh toleransi dan banyak diklaim sebagai cerminan konsep "bhineka tunggal ikka"
Dalam hal ini, kampung Matfa tidak hanya kental dengan budaya berbagi, tetapi juga tidak membeda-bedakan status sosial antar warganya.Â
Seperti halnya, status miskin dan kaya, konglomerat, pejabat, rakyat atau sebagainya. Semuanya dianggap sama.Â
Terlebih, mereka hidup dalam rumah dengan kapasistas ukuran dan bahan bangunan yang sama, serta tidak berlomba dengan pendapatan masing-masing.Â
Menariknya, mereka juga tetap bekerja, tetapi dengan pekerjaan yang sesuai potensi yang dimiliki masing-masing.
Kemudian, setelah mendapatkan pemasukan, mereka memberikannya diberikan ke baitul maal, sebagai harta bersama yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan umat.Â
Setiap harinya, ibu-ibu bergotong royong memasak di dapur umum untuk menyiapkan makanan sehari-hari, sehingga semua warganya dapat makan.Â
Selain itu, pendidikan juga disediakan secara gratis mulai dari tinggat awal hingga SMA. Bahkan, jika mereka sakit, berobat pun gratis di "Rumah Sehat".
Meskipun eksistensinya kurang familiar di beberapa tempat tanah air, tetapi keunikan kampung ini sempat menjadi kajian para akademisi.
Termasuk pakar ekonom, salah satunya penelitian tentang "Membangun ekonomi kejamaahan berbasis modal sosial" oleh Yafiz (2015).Â
Hasil penelitiannya, diantaranya mengenai aspek kemandirian daerah melalui sistem ekonomi komunal atau kolektif.
Di mana masyarakat dapat berbagi dan bertanggung jawab secara bersama-sama untuk mensejahterakan bersama.Â
Dalam hal ini, setiap kebutuhan penduduk Matfa didiskusikan dalam musyawarah, mencerminkan nilai kebersamaan dan transparansi yang tinggi.
Selain itu, menurut pakar sosiolog, Dr. Syahminan (2019), kampung Matfa menunjukan nilai-nilai kebaikan, kesederhanaan, dan kerukunan yang menjadi fondasi kesejahteraan desa.Â
Dalam hal ini, agama tentu beroeran penting dalam menciptakan kehidupan harmonis dan sejahtera di Kampung Matfa.Â
Mayoritas warga yang menganut agama Islam menjalankan ajaran agama sebagai pedoman dalam menjaga persatuan dan persaudaraan.Â
Mereka juga taat pada pemimpin, yaitu arahan dari Tuan Imam, seorang pemimpin spiritual, yang turut membangun nilai-nilai moral dan spritual di sana.Â
Seperti halnya saling peduli dan memprioritaskan nilai kebersamaan dalam setiap aspek kehidupan.
Menurut penelitian Dr. Syahminan dan tim, tercatat bahwa nilai-nilai agama Islam tidak hanya membangun norma sosial, tetapi juga manajemen kehidupan di desa Matfa.Â
Dengan demikian, sistem kehidupan serba gratis di kampung Matfa, tidak hanya solideritas, kasih sayang, tetapi juga kesadaran dan tanggung jawab hidup bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H