Pergeseran Makna Relapse dalam Media Sosial
Belakangan ini, relapse justru sering digunakan serupa dengan perasaan galau, yaitu gagal move on atau "gamon". Gen Z bahkan menyebutnya dengan istilah khusus, sebagai "Relapse Phase".Â
Mengingat bahasa itu dinamis, tentunya hal tersebut bukan hal yang baru, seperti halnya healing yang kini lebih dimaknai serupa dengan liburan atau piknik, padahal awalnya bermakna penyembuhan psikilogis.Â
Berdasarkan konten-konten yang berseliweran di media sosial, Relapse Phase muncul setelah "life after break up" alias setelah putus dengan orang terkasih atau mungkin cut off teman dekat karena alasan tertentu.Â
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, dia merasa sudah menerima takdir dan berpikir berhasil sembuh tanpa menghadirkan orang baru, tetapi ternyata dia hanya denial saja, saat dia kembali galau dihadapkan dengan moment tertentu.Â
Oleh karenanya, "Relapse phase" Ini lebih menggambarkan perasaan tak terduga, berupa nostalgia atau flashback ke moment tertentu, sehingga hadir perasaan kosong yang sulit dipahami.Â
Misalnya, seseorang yang sudah lama putus cinta, tiba-tiba merasakan rindu atau sesak tanpa sebab jelas karena mendengarkan lagu kenangan, melihat foto masa lalu, mencium aroma parfum atau teringat kenangan tertentu.Â
Phase Relapse dalam Psikologi
Dalam psikologi, relapse merujuk pada ketidakstabilan emosi yang kerap dialami kaum muda, sering kali disebabkan oleh stres emosional yang belum selesai atau keterikatan emosional yang kuat.
Menurut American Psychological Association (APA), kekambuhan emosional seperti ini berpotensi memengaruhi kesehatan mental, terutama jika terjadi berulang-ulang.Â
Dalam hal ini, tren konten relapse phase di media sosial memungkinkan untuk mengekspresikan emosi, tetapi juga terkadang memperpanjang rasa sedih, jika terus-menerus terpapar kenangan atau konten serupa.