Mencari Relevansi Makna Hari Sumpah Pemuda dalam Narasi Pilkada
    Â
Tulisan ini saya buat setelah mengikuti upacara Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang saat ini memasuki peringatan tahun ke 96. Menikmati panas matahari, dalam hati diliputi perasaan bangga dan kagum membayangkan hampir seratus tahun yang lalu  berbagai perkumpulan pemuda dari berbagai daerah memiliki satu kesepakatan terkait rasa nasionalisme. Gerakan para pemuda pada lini masa 28 Oktober 1928 dihubungkan dengan kondisi saat ini dan orientasi masa depan patut menjadi tanya. Bagaimana kondisi saat ini dan arah orientasi para pemimpin di masa depan. Perspektif calon kepala daerah Gubernur/Bupati/Walikot 'melirik' potensi kaum muda yang dinarasikan dalam visi, misi dan program kerja sebagai langkah konkrit menghidupkan makna kepemudaan sejalan dengan memaknai hari Sumpah Pemuda.
 Dalam upaya mencari makna untuk meningkatkan peran para pemuda, menjadi menarik untuk membandingkan gagasan pemikiran para calon kepala daerah dalam merencanakan program untuk kaum muda atau istilahnya "gen Z".  Gagasan/pemikiran para calon kepala derah inilah yang kemudian diharapkan menjadi kegiatan konkrit yang dinarasikan dalam ragam kampanye. Merujuk pada laman KPU, proyeksi data pemilih pada Pemilu 2024 hampir 60 % diisi oleh pemilih muda. Sehingga menghidupkan peran kepemudaan berjalan seiring dengan proporsi terbesar pemilih generasi milenial dan generasi Z yang menjadi kantong suara signifikan untuk para calon kepala daerah.
Visi dan misi calon kepala daerah terkait mengembangkan kepemudaan secara rasional menjadi menjadi salah satu rujukan bagi para pemilih untuk menimbang keseriusan dan komitmen para calon pemimpin daerah. Perhatian yang besar pada agenda pengembangan kepemudaan sejalan dengan upaya mewujudkan target pembangunan jangka menengah menuju Indonesia Emas 2045 yang ultime goalnya adalah kemajuan dan kesejahteraan masyarakat serta partisipasi aktif di kancah internasional.
Menggambarkan kondisi kaum muda dapat dilihat dalam instrumen Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) sebagai indikator dalam penyelenggaraan kepemudaan. IPP lahir berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 43 tahun 2022 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan kepemudaan. Disebutkan dalam PP 43/2022 bahwa Pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Pengertian ini bersifat teknis, karena dalam realitas, pemuda seringkali dikaitkan dengan jiwa yang muda, sehingga dalam organisasi atau kelompok kepemudaan seringkali ditemui kriteria umur menjadi kurang relevan. Sedangkan merujuk pada istilah kepemudaan adalah berbagai hal yang berkaitan dengan potensi, tanggungjawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri dan cita-cita pemuda. Â Sehingga dapat ditarik pengertian bahwa IPP bertujuan untuk menggali potensi pemuda untuk dapat mengembangkan kapasitas dan aktualisasi diri menuju kemajuan dan kesejahteraan serta berpartisipasi aktif dalam kancah Internasional.
Lebih jauh, indikator IPP terdiri dari (1) Pendidikan (rata-rata lama sekolah), (2) Kesehatan dan kesejahteraan (angka kesakitan pemuda, persentase pemuda yang merokok, persentase remaja perempuan yang sedang hamil), (3) Lapangan dan kesempatan kerja (persentase pemuda wirasusaha kerah putih, tingkat penggangguran terbuka), (4) Partisipasi dan kepemimpinan (persentase pemuda yang mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan, persentase pemuda yang aktif berorganisasi, persentase pemuda yang memberikan saran/pendapat dalam rapat dan (5) Gender dan diskriminasi (meliputi : angka perkawinan usia anak, persentase pemuda perempuan berusia 16-24 tahun yang sedang menempuh Pendidikan tingkat SMA ke atas, persentase pemuda perempuan yang bekerja di sektor formal).
Pengukuran melalui indeks pembangunan kepemudaan menjadi instrumen yang objektif untuk menggambarkan kondisi pemuda di suatu wilayah untuk kemudian merencanakan visi misi berikut program kegiatan yang dapat 'ditawarkan' oleh calon kepala daerah kepada para pemilih khususnya pemilih muda.
Pada sambutan Menteri Pemuda dan Olahraga pada upacara hari Sumpah Pemuda Tahun 2024 menyampaikan bahwa IPP pada tahun 2024 berada pada level 56,33 % dengan capaian domain pendidikan paling tinggi berada pada angka 70,00 %, sedangkan domain terendah berada pada partipasi dan kepemimpinan sebesar 43,33 %, domain lapangan dan kesempatan kerja sebesar 45,00 %, domain gender dan diskriminasi sebesar 53,33 % dan kesehatan kesejahteraan sebesar 65,00 %. Peningkatan capaian tingkat nasional menjadi rujukan bagi pemerintah daerah dalam hal ini para calon kepala daerah sebagai referensi menyusun program kerja untuk mencapai IPP yang lebih tinggi dan lebih baik.
Untuk konteks Provinsi DKI Jakarta, merujuk data website IPP Kemenpora, IPP DKI Jakarta berada pada nilai 52 % berada di bawah nilai IPP Nasional yang telah berada di leval 56, 33 %. Provinsi Jakarta juga masih kalah dengan provinsi lain di pulau Jawa, seperti di Provinsi Jawa Tengah dengan persentase 55,5 %, Yogyakarta 73,37 % dan Jawa Timur 56,56 % sedangkan Jawa Barat 51,17 % dan Banten 53,33 %. Melihat lebih jauh nilai IPP Provinsi Jakarta, terdapat persentase yang nilainya sangat kecil yaitu pada persentase pemuda wirausaha kerah putih hanya 0,53 % (lapangan kerja dan kesempatan kerja) dan persentase memberikan saran dan pendapat sebesar 0,31 % dan persentase pemuda yang aktif dalam organisasi sebesar 5,44 % namun ada anomali dimana persentase kegiatan sosial kemasyarakatan medapat angka yang tinggi yaitu 71,44 % pada indikator partisipasi dan kepemimpinan.
Indikator partisipasi dan kepemimpinan serta indikator lapangan kerja dan kesempatan kerja di Provinsi Jakarta menjadi hal yang perlu menjadi perhatian karena persentase IPP yang relatif nilainya kecil. Partisipasi menurut pengertiannya adalah keikutsertaan seseorang dalam kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan. Partipasi menurut Isbandi (2013) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keteribatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Teori kepemimpinan menurut Handoko (2003) menyebutkan bahwa pemimpin memiliki  ciri utama yaitu kecerdasan, kedewasaan, sosial dan hubungan sosial yang luas, motivasi diri, dorongan berpartispasi, sikap-sikap hubungan manusiawi, memiliki pengaruh yang kuat, memiliki pola hubungan yang baik, memiliki sifat-sifat tertentu, memiliki kedudukan atau jabatan, mampu berinteraksi dan mampu memberdayakan. Bagaimana narasi partisipasi, kepemimpinan, lapangan kerja dan kesempatan kerja bagi para generasi muda atau "gen Z" menjadi agenda prioritas pada adu program para calon Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta ?