"Ibu, kita makan apa hari ini?"
Wajahku pucat mendengar kalimat itu. Kalimat begitu sederhana menusuk hatiku dengan begitu dashyat. Aku menatapnya dengan hampa. Mulutku terkunci bisu, tidak ada keberanian dalam diriku untuk menjawab pertanyaan itu. Tanpa sadar pipiku yang kusam terbasahi air mata, aku tidak mampu lagi menjadi seorang sosok yang teguh.
"Ibu mengapa sedih?"
Pertanyaan sulit kembali diutarkannya. Tubuhnya yang rapuh mendekat kepada diriku. Pelukannya yang erat telah mengembalikan bagian-bagian hatiku yang hancur. Aku tidak dapat menjadi ibu yang baik, sesuap nasipun tidak dapat aku berikan kepada anakku. Hanya anakkulah satu-satunya alasan aku masih berjuang hidup hingga saat ini, ketika suami tercinta telah mengangkat kakinya dari dunia ini, dunia terasa hampa. Aku selalu berharap dia akan kembali suatu hari, aku mengetahui hari akan kunjung jumpa.
"Ibu jangan sedih lagi,"
Kalimat yang sungguh sederhana telah mengembalikan jiwaku. Aku mengusap tangisan dan bersenyum. Aku menaruh tangaku di pundaknya dan menatapnya.
"Bayu, saat ini Tuhan belum memberi kita rezeki, Tuhan lagi menguji keteguhan hati kita, kita harus bersabar, kelak nanti Tuhan akan memberi kamu semua makanan yang kamu mau," tuturku kepadanya.
"Bahkan ayam goreng bu?" tanyanya dengan semangat.
"Tentu, kita hanya harus bekerja lebih keras!" ucapku kepadanya.
"Ibu janji?" tanyanya dengan serius.
"Ibu janji," Jawabku dengan tulus.