Perkembangan teknonologi dan informasi di era revolusi industri 4.0 ini memang sangat menguntungkan seperti mudahnya untuk mengakses informasi baik bagi pengguna individu, kelompok hingga pemerintahan.
Termasuk salah satunya akses terhadap informasi kependudukan. Akan tetapi perkembangannya saat ini menjadi “pedang bermata dua” karena selain memberikan dampak positif juga melahirkan berbagai jenis tantangan dengan resiko yang berat, salah satu tantangan tersebut adalah memberikan jaminan keamanan akses terhadap data kependudukan dikarenakan melibatkan kepentingan masyarakat luas yang mempengaruhi kestabilan negara.
Dalam pasal 28G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Data kependudukan merupakan salah satu wujud dari data pribadi yang harus dilindungi keberadaaannya. Namun akhir-akhir ini seringkali terjadi kebocoran data di Indonesia dan menunjukkan bukti bahwa perlindungan data di negeri ini masih sangat lemah.
Banyaknya masyarakat yang menggunakan media elektronik sebagai alat komunikasi memiliki potensi lebih besar untuk terjadinya pelanggaran terhadap privasi khususnya adalah penyalahgunaan berupa pembobolan atau pencurian data pribadi. Hal tersebut dipengaruhi oleh perilaku atau budaya masyarakat yang senang membagi bagi data serta informasi.
Contohnya dari media elektronik seperti telepon seluler yang mengharuskan mengisi data pribadi atau registrasi sebelum menggunakan kartu telepon seluler atau bahkan melalui media elektronik internet di setiap profil pada akun jejaring sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan lain-lain pada individu yang bersangkutan
Melihat kasus sebelum-sebelumnya, sepanjang tahun 2020, banyak muncul kasus kebocoran data baik yang dialami pemerintah maupun perusahaan swasta seperti e-commerce.
Dalam kasus kebocoran tersebut, peretas mencuri data pengguna lalu menjual kepada forum gelap. Hal ini sangat berbahaya dan mengkhawatirkan karena kebocoran data bisa saja disalahgunakan untuk tindak kejahatan seperti pemalsuan, penipuan serta kejahatan digital lainnya.
Ada yang mengatakan kebocoran data tanggung jawab Kemenkominfo karena keluhan tersebut banyak dilayangkan ke sana. Namun, Kemenkominfo membantah berita tersebut dan mengatakan sebaliknya. Kemenkominfo mengatakan keamanan data digital adalah kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara.
Rakyat menjadi bingung harus memihak pada siapa. Negara sebenarnya harus bertanggung jawab Melindungi dan menjaga data pribadi warga negaranya. Dan seharusnya tugas antarlembaga itu tidak tumpang tindih, sama halnya ketika muncul masalah tidak saling melempar tanggung jawab. Karena salah satu fungsi negara ialah memberikan kenyamanan, perlindungan, dan keamanan bagi setiap warganya.
Ketentuan hukum terkait pelindungan data pribadi sepertinya belum bisa memberikan perlindungan yang optimal dan efektif terhadap data pribadi, sebagai bagian dari privasi.
Saat ini undang-undang yang digunakan untuk melindungi data pribadi yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur tentang rahasia kondisi pribadi pasien, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur data pribadi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, UndangUndang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UndangUndang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Per januari 2020, lembaga pengguna telah memiliki akses terhadap data kependudukan sebanyak 3,957,263,179 NIK. Jumlah ini tidak sedikit mengingat bahwa belum ada jaminan terhadap pengamanan data ini dalam bentuk sanksi yang cukup berat bagi pengelola data kependudukan, menyebabkan banyak kejadian yang menyebabkan kebocoran data seperti yang dialami oleh Tokopedia sebuah perusahaan e-commerce swasta, bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun tidak luput dari kebocoran data kependudukan yang berujung data tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Salah satu contoh dari kerjasama pengelolaan data kependudukan adalah dalam hal registrasi SIM Card yang mana bukan saja pihak penyedia layanan seluler dapat mengakses big data, akan tetapi juga memiliki kewenangan untuk menghimpun data tersebut.
Sedangkan tingkat kesadaran masayarakat untuk melindungi data pribadinya yang masih rendah meningkatkan resiko kerentanan dari eksploitasi terhadap data kependudukan ini. Memang pada era teknologi saat ini menuntut kemudahan akses data dalam berbgai bidang. Tidak dapat dipungkiri bahwa akses yang mudah dan akurat terhadap data kependudukan akan sangat membantu untuk mewujudkan program pemerintah khususnya di bidang pelayanan publik
Sampai saat ini berbagai wacana muncul untuk mempermudah setiap kegiatan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan administrasi kependudukan. Mulai dengan pengoptimalisasian big data untuk mempermudah urusan-urusan administratif yang akan ditempuh oleh masyarakat yang berperan untuk menyatukan atau menseragamkan rangkaian informasi kependudukan yang dimiliki oleh setiap individu.
Akan tetapi belum ada wacana yang pasti dari pemerintah untuk memberikan perlindungan yang maksimal terhadap realisasi dari wacana ini. Hal ini nampak dari belum diundangkannya RUU Perlindungan Data Pribadi yang seharusnya lebih dahulu ketimbang pengaturanmengenai kerjasama pengelolaa data kependudukan. Sehingga pelaksanaan dari kerjasama tersebut memiliki pedoman yang jelas dan menyeluruh untuk melindungi data kependudukan masyarakat indonesia dari resiko kebocoran data danpenyalahgunaannya.
Mengenai data pribadi yang berhubungan erat dengan kependudukan seperti data yang tercantum dalam KTP elektronik, NIK dalam Kartu Keluarga, sangatlah penting utnuk dilindungi. Agar tidak ada lagi terjadi penyalahgunaan terhadap data-data tersebut. Hingga saat ini terdapat beberapa metode penyalahgunaan data seperti penjualan data, spam baik itu untuk tujuan phising atau pemasaran, data profiling, penelitian tanpa ijin, hingga spionase. Adapun hal-hal yang menghalangi upaya perlindungan hukum bagi data kependudukan adalah masih tersebarnya dan belum padunya pengatuan mengenai data kependudukan yang termasuk ke dalam data pribadi.
Sedangkan untuk data pribadi sendiri memang belum ada pengaturannya karena baru sebatas rancangan udang-undang semata sebagaimana terdapat sebagai pembanding terhadap ketentuan perlindungan atas data pribadi dalam jurnal ini. Memang kebutuhan akan pemanfaatan data kependudukan ini sangat luas ruang lingkupnya mulai dari ekonomi hingga kesehatan. Akan tetapi terhadap data tersebut masyarakat memiliki hak yang sama untuk tetap bisa menjaga dan mempertahankan informasi miliknya tersebut.
Guna mencegah kerentanan terhadap pencurian data pribadi dengan mencermati jenis produk jasa atau layanan yang disediakan, serta memeriksa ketentuan kebijakan privasi.
Kebocoran data pribadi dapat dicegah dengan jangan menyerahkan data pribadi ke situs web untuk mendapatkan sesuatu hadiah karena biasanya ada situs web yang berisi memenangkan hadiah senilai 100 juta dengan secara Cuma-Cuma, hal itu tentu mencurigakan. Selain itu, untuk melindungi data pribadi, masyarakat jangan sembarangan menggunakan komputer umum atau jaringan Wi-Fi publik pada saat mengakses situs web dengan informasi sensitif karena tindakan itu dapat dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab dengan melakukan pencurian data.
Kemudian tidak memberi izin pada perangkat sebagai pengingat detail login. Masyarakat disarankan setelah menggunakan hotspot Wi-Fi publik untuk menghapus titik akses Wi-Fi dalam pengaturan jaringan perangkat seluler. Di samping itu, masyarakat juga perlu untuk meng-install dan memperbarui secara teratur perangkat lunak anti pencurian, anti virus dan juga perangkat lunak keamanan sistem operasi. Juga jangan memasang perangkat lunak bajakan sebagai langkah preventif untuk melindungi data pribadi.
Jika pelanggaran melibatkan informasi keuangan, beri tahu bank dan lembaga keuangan terdekat atau mana pun yang anda miliki akunnya serta mengubah kata sandi di semua akun yang sekiranya tidak mudah ditebak, termasuk pertanyaan keamanan dan kode PIN. Pertimbangkan juga untuk pembekuan kredit. Selalu pantau akun anda untuk mencari tanda-tanda aktivitas baru. Jika kamu melihat transaksi yang tidak dikenali, segera atasi agar tidak mengalami kebocoran data.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H