Mohon tunggu...
Gitanyali Ratitia
Gitanyali Ratitia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik SPA dan Healing Therapy di Jerman

53 yrs old Mom with 3 kids, Fans of Marilyn Monroe, Jazz & Metallica , Bali - Java Wellness & Healing di Jerman, Positive thinker, Survival. Reiki Teacher, Angelic healer, Herbalis. I’m not the girl next door, I’m not a goody goody, but I think I’m human and I original. Life Is beautiful but sometimes A Bitch and someday It F***s You In The Ass but heeey dude! be positive.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

3 Dunia Berbeda: Jerman, Singapura, dan Indonesia

10 Agustus 2016   13:06 Diperbarui: 11 Agustus 2016   16:52 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pikir kalau mati semua atau habis dimakan bekicot yaaa tidak apa, rejeki binatang itu!. Tetapi saya memang tiap musim panas berkebun. Hasil kebun tidak seberapa, malah kita mesti merawat dengan baik. Saya menyukainya karena sayuran dan buah bebas dari pestisida , bebas dari chemical. Dibanding kalau membeli sayuran di supermarket. 

Di Jerman harga sayuran dan buah sangat murah dibanding Singapur bahkan kadang lebih murah dari Indonesia. Tetapi mengapa saya rela keringetan dikebun?. Saya ingin sehat dan sehat Itu mahal. Dengan memakan produk hasil keringat sendiri , kita tahu apa yang kita makan sumbernya dari mana. 

Jadi bagaimana?. Ternyata kebun saya rusak semua dimakan bekicot atau binatang kecil lainnya. Yang tersisa hanya sedikit saja. Tetapi mendapatkan udara segar , kwalitas hidup yang bagus , tetangga yang baik di Jerman, hidup tidak ngoyo, tidak stress, jalan masih bisa santai lenggak lenggok nggak disundul orang di belakang atau disruduk motor. Itu sangat- sangat sesuatu yang selama ini selalu saya rindukan. Kwalitas hudup , mentalitas orang- orangnya dan kehudupan yang terjamin. Jadi mau apa lagi?. Jerman menjadi pilihan saya kali ini. Mungkin 7 atau 10 tahun lagi pikiran saya akan berubah, siapa tahu?.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun