Hampirsemua negara bagian di Jerman saat ini telah menjalankan peraturan baru.[4] Sejak tahun 2012 semua dokter lulusan negara ketiga akan mendapatkan Berufserlaubnisselama kurun waktu tertentu (6 bulan-2 tahun). Sebelum masa berlaku Berufserlaubnis kita habis, kita wajib untuk mengajukan diri untuk mengikuti ujian penyetaraan (Gleichwertigkeitsprüfung). Ujian ini saat ini terdiri atas ujian pasien (presentasi pasien dan diskusi kasus berorientasi pasien) dan sesi tanya jawab yang meliputi kasus-kasus yang sering ditemui/wajib diketahui dokter (penyakit dalam dan bedah). Saya menjalani ujian ini pada bulan Agustus 2014. Kesan saya ujian ini seperti ujian pasien pada saat koas. Pertanyaannya berorientasi pada kompetensi dokter umum dan penguji juga menanyakan hal-hal yang seharusnya kita ketahui sebagai dokter umum. Setelah lulus ujian penyetaraan, kita dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIP/Approbation als Arzt. Dengan Approbation ini kita sudah dianggap setara dengan dokter lulusan Jerman dan bebas bekerja di negara bagian manapundi Jerman.
7. Hal-hal lain
Selainmasalah medis, banyak hal-hal baru yang saya pelajari selama saya di Jerman. Saya belajar bagaimana hidup sendiri, mengurus kesehatan sendiri, membagi waktu antara pekerjaan, pengembangan diri/belajar dan pekerjaan di rumah dan belajar menjadi minoritas. Semua itu tidak mudah karena seringkali saya pulang ke rumah dengan keadaansuper lelah setelah seharian bekerja dan masih banyak hal yang harus dibereskan di rumah. Banyak hal-hal kecil yang membuat kita semakin menghargai rumah/tanah air, seperti betapa mudahnya mendapatkan sayuran diIndonesia, keberadaan teman-teman, bioskop dan mall yang serba ada, starbucks, dll. Semakin kecil kota yang kita tinggali, maka semakin besar kemungkinan di kota tersebut tidak ada toko yang menjual bahan-bahan kebutuhan dari asia. Semua itu menuntut fleksibilitas dan pengorbanan dan untuk beberapa orang mungkin perlu menjadi bahan pertimbangan. Pada awalnya saya cukup kesulitan untuk mengerti pembicaraan lebih dari dua arah, kesulitan untuk mengerti humor orang Jerman dan saya yakin rekan-rekan kerja saya juga kesulitan untuk mengerti saya, apalagi kebetulan saya termasuk orang yang introvert. Untuk saya, waktulah yang menjadi jawaban. Seiiring dengan berjalannya waktu, saya semakin diterima dan perlahan menjadi bagian dari keluarga besar di klinik saya. Hal yang saya pelajari adalah jadilah pribadi yang lebih terbuka dan jangan merasa minder/rendah diri karena berada di negeri orang. Kita memiliki hak yang sama dengan mereka.
Demikianlah sedikit pengalaman saya selama dua tahun menjadi AA di Jerman. Mudah-mudahan bisa memberikan gambaran bagi rekan-rekan yang ingin melanjutkan pendidikan spesialis di Jerman.
Salam sejahtera.
[1]Di negara-negara bagian bekas Jerman Barat lulusan negara ketiga (non-Jerman dan non-EU) dapat juga menempuh pendidikan di tahap awal sebagai Gastarzt.
[2] Saya mengurus semua dokumen dari Indonesia, sehingga semua komunikasi dilakukan via E-Mail. Tips: kirimkan E-Mail ke badan pemerintah di pukul 8 pagi/waktu kerja waktu Eropa. Peluang untuk cepat dibalas lebih tinggi.
[3]Menurut saya penting untuk mengurus birokrasi ini sendiri, karena dalam 2 tahun, kita kembali harus mengurus hal yang kurang lebih sama di badan pemerintahan yang sama.
[4]Kecuali Niedersachsen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H