Mohon tunggu...
Githa Luani
Githa Luani Mohon Tunggu... -

hapuskan memoriku

Selanjutnya

Tutup

Politik

Senyum Jokowi Semakin Lebar, Jika Setya Novanto Tetap Menjabat Ketua DPR RI

4 Desember 2015   13:58 Diperbarui: 4 Desember 2015   15:05 2710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kompas.com"][/caption]

Kasus "Papa Minta Saham" sampai saat ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik serta diliput oleh berbagai media massa. Banyak nama yang disebut setelah isi rekaman percakapan yang berdurasi sekitar 2 jam itu dibuka oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.

Heran, kaget, terperangah, tidak menyangka bermunculan dari pendapat berbagai pihak terkait kasus "Papa Minta Saham" ini, tapi jika ditilik lebih jauh sebenarnya biasa saja atau tidak perlu diherankan. 

1. PT Freeport Indonesia.

Tudingan PT Freeport Indonesia sedang mengadu domba atau menekan pemerintah agar perpanjangan kontrak dikabulkan bukan taktik baru. Dari dulu sejak jaman Kompeni pun sudah ada taktik adu domba ini. Jangan salahkan pengadu domba, tapi salahkan pihak yang mau saja terus menerus diadu domba atau dengan kata lain bodohnya awet seperti mumi yang dibalsem. 

2. Perang Antar Geng.

Dugaan telah terjadi perang antar geng seperti dikatakan oleh Rizal Ramli sebuah petunjuk nyata adanya kepentingan bisnis yang bermain. Bukan hal yang aneh, jika seorang pejabat memiliki perusahaan dan ingin perusahaannya berkembang selama dirinya menjadi pejabat. Aturan boleh saja melarang seorang pejabat terlibat dengan kepentingan perusahaannya, tapi banyak cara untuk mengakalinya, dengan catatan asal jangan diketahui oleh publik. Mengapa kasus "Papa Minta Saham" terungkap atau lebih tepatnya diungkapkan ke media massa kemungkinan besar karena tidak ada "pembagian rejeki" yang adil, dan kemungkinan lainnya ingin melenyapkan kompetitor yang berpotensi sebagai penghalang perkembangan bisnisnya. Biasa saja, atau tidak perlu heran dan kaget terkait hal ini.

3. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang Cenderung Berbelit-belit.

MKD cenderung berbelit-belit menangani kasus "Papa Minta Saham" dan mampu menjengkelkan banyak pihak yang menyaksikannya. Skenario berjalan mulus dengan menanamkan di benak publik memang ada dua pihak yang sedang bermusuhan setelah melakukan pergantian anggota, meragukan keaslian rekaman percakapan, gebrak meja, banting pintu dst. Sudah biasa atau tidak ada yang perlu diherankan terkait skenario ada pihak yang berperan sebagai "penjahat" dan pihak lainnya "pahlawan" agar terkesan serius dengan harapan keputusan atau hasil akhirnya diterima oleh masyarakat.

4. Jokowi Dimarahi oleh Megawati.

Rekaman percakapan ada menyebut Jokowi dimarahi oleh Megawati karena menolak mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri. Bukan isu baru, dan bukan sesuatu yang perlu diherankan jika Megawati marah mengingat besar jasanya menjadikan Jokowi sebagai Presiden, dan Jokowi pun masih baru menjadi Presiden pada saat itu. Perlu diingat Megawati pernah mengatakan secara politik sudah berkali-kali ditikam dari belakang. Kemungkinan besar kemarahan itu dipicu dugaannya Jokowi adalah pihak berikutnya yang akan menikamnya dari belakang. Biasa saja, tidak perlu diherankan jika ada dugaan Megawati seperti itu mengingat pengalaman dan kejadian yang pernah dialaminya.

5. Pengusaha Mengontrol Politik dan Ekonomi.

Apa yang dikatakan pengusaha Riza Chalid terkait KMP agar tidak mengganggu Jokowi terus menerus dan bisnis pun bisa berjalan lancar menunjukkan politik dan ekonomi bangsa ini sudah dikontrol oleh pengusaha besar, dan pengusaha besar itu bukan hanya Riza Chalid. Anda boleh saja menjadi seorang pejabat tinggi, atau jenderal dengan 10 bintang di pundak, tapi jika sudah bisa "dibeli", maka yang mengatur, mengontrol atau mengendalikan kuda adalah kusir. Selama kuda dikasih makan oleh kusir, kuda cenderung menuruti kemauan kusir. Biasa, atau tidak perlu heran, kaget, atau terperangah terkait hal ini.

Masih banyak hal yang seharusnya tidak perlu heran, kaget, terkejut, dan terperangah terkait kasus "Papa Minta Saham". Sebenarnya semua ini sudah menjadi "pembicaraan di bawah tanah" yang cukup lama di kalangan sebagian besar masyarakat, tapi masih saja banyak pihak yang terkejut ketika masalah ini terungkap ke atas permukaan.

Jangan heran, kaget atau terkejut lagi, jika senyum Presiden Jokowi semakin lebar seandainya Setya Novanto tetap menjabat sebagai Ketua DPR RI. Secara politis Jokowi diuntungkan dan semakin di atas angin jika Setya Novanto tidak dilengserkan.

Meski Setya Novanto selamat dari kasus "Papa Minta Saham" tetap tidak lepas dari "jerat" yang ada. Suatu ketika jika ada upaya pemakzulan terhadap Jokowi, rakyat cenderung tidak percaya ada kesalahan yang telah dilakukan oleh Presiden. Rakyat akan kembali teringat kasus "Papa Minta Saham" yang penuh dengan dagelan, atau dengan kata lain Setya Novanto akan tetap "tersandera" meski ia selamat dari kasus ini.

Presiden Jokowi (pemerintah) pun lebih mudah meminta ini dan meminta itu kepada legislatif melalui Setya Novanto seperti mudahnya Megawati melalui telepon meminta Setya Novanto memuluskan jalan Budi Gunawan menjadi Kapolri.

Terserah MKD akan melengserkan atau mempertahankan Setya Novanto. Jika dipecat, senyum Jokowi biasa saja. Jika sebaliknya, senyum Jokowi semakin lebar. Apapun keputusan MKD, Jokowi akan tetap tersenyum, seperti senyum yang ditampilkannya saat melepas lelucon "Papa Minta Saham".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun