Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sedikit bicara, banyak menulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Wajarkah Ada Aturan Perkara Asmara di Tempat Kerja?

7 November 2023   14:51 Diperbarui: 8 November 2023   00:41 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pasangan di Tempat Kerja. Sumber Foto: KamranAydinov (Freepik.com)

Anda pasti sudah sering mendengar tentang peraturan tak tertulis di tempat kerja Anda yang melarang sesama karyawannya untuk terlibat sebuah hubungan asmara, yang mana peraturan ini ada konon adalah untuk menjaga profesionalitas kerja di dalam perusahaan? 

Tetapi, pada penerapannya ada banyak sekali kejadian dan pengalaman yang saya lihat dan alami sendiri sangat berbanding terbalik dengan aturan itu.

Pada saat artikel ini dibuat, saya berusia 33 tahun. Seumur saya berganti dan berpindah dari satu tempat kerja ke satu tempat kerja yang lain, saya melihat ada beberapa perbedaan mengenai penerapan aturan soal 'pengendalian' perasaan alamiah manusia yang satu ini.

Saya pernah bekerja di sebuah perusahaan pembiayaan besar dan terkenal di sebuah kota di Kalimantan. Sebagai gambaran, di perusahaan ini, pada waktu itu, menanyakan gaji teman satu divisi saja bisa berbuah surat peringatan dari HRD. 

Memang tidak pernah disebutkan ada larangan untuk berpacaran dengan sesama karyawan, tetapi seingat saya juga tidak ada larangan untuk membahasa gaji dengan sesama karyawan. 

Setidaknya tidak pernah ditulis di kontrak kerja. Maka asumsi saya, ada beberapa peraturan tidak tertulis yang dianut di perusahaan ini. Termasuk mungkin larangan soal berpacaran sesama karyawan tadi.

Nah, tetapi selama saya bekerja di sana saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bahkan ada beberapa teman kerja sekantor yang terang-terangan mengaku berpacaran dan bahkan sampai menikah, diketahui oleh atasan saya. Tetapi atasan saya bahkan tidak meminta salah satu dari mereka keluar dari tempat kerja saat itu. Justru alih-alih memberi surat peringatan, ia malah mendapat 'amplop besar' dari atasan-atasan lainnya di acara resepsi pernikahannya. Bahkan sampai kemudian berganti kepemimpinan, atasan kami yang baru pun tetap memaklumi hubungan mereka.

Kemudian saya bekerja dengan kontrak untuk waktu tertentu pada sebuah instansi pemerintahan, lagi-lagi di sebuah kota di Kalimantan. Di sini saya tidak merasakan hal yang sama dengan tempat kerja saya sebelumnya. 

Di instansi ini ada salah satu teman yang bahkan saling tidak tegur sapa dengan suami atau istrinya selama jam kerja. Saat jam pulang, barulah mereka berani berbincang dan bercanda seperti layaknya sepasang suami istri yang baru menikah. 

Belakangan saya baru tau, mereka memalsukan status pernikahan mereka di KTP. Mereka tetap lajang di KTP, tetapi menikah di real life.

Jangan tanya saya bagaimana caranya ya, karena saya pun tidak tahu. Tetapi yang menjadi poin saya adalah, sejak kapan dan apa alasan sebenarnya pelarangan ini? Apakah benar hanya karena ingin menjaga profesionalitas? Apakah ada maksud lain, atau ada satu kejadian di masa lalu yang merubah cara pandang pemilik perusahaan atau instansi ini sehingga jadi 'anti' terhadap hubungan di dalam lingkup pekerjaan?

Sebenarnya, tidak salah jika perusahaan mengkhawatirkan penurunan kualitas kerja karyawannya hanya karena adanya hubungan dengan rekan kerja yang lainnya. Karena nyatanya ada banyak sekali contoh kasus yang menyebabkan seseorang yang memiliki kekasih di tempat kerja cenderung lebih sibuk memperhatikan pasangannya daripada pekerjaannya. Maka efek ke depannya adalah bisa jadi semakin sering kita melakukan kesalahan pada pekerjaan kita, karena melupakan satu atau dua hal dalam pekerjaan akibat fokus yang terbagi tadi.

Memang, tidak semua orang akan seperti itu jika pun mereka memiliki kekasih di ruang lingkup kerja yang sama. Tetapi, bukankah tidak semua orang memiliki kualitas fokus dan pengendalian diri yang baik? Maka diperlukan adanya aturan semacam itu untuk 'mengontrol' fokus seseorang agar tetap 100% kepada pekerjaannya.

Selain memicu pengalihan fokus yang berimbas kepada kualitas kinerja karyawan, ikatan relasi jabatan di tempat kerja dikhawatirkan akan memicu penyalahgunaan kuasa yang akan diberikan kepada sang kekasih.

Misalnya seorang karyawati admin biasa yang kemudian menjadi kekasih seorang supervisor audit muda di kantornya, bisa saja menimbulkan conflict of interest yang sangat tinggi saat akhir bulan dan hari audit internal, misalnya. Supervisor ini akan cenderung membela dan mempermudah urusan si admin yang mana itu didorong oleh perasaannya kepada wanita yang mana adalah bawahannya tersebut.

Tentu Anda punya contoh-contoh kasus lain yang serupa dengan yang sudah saya sebutkan tadi. Intinya adalah, karena perasaan berbeda seorang karyawan kepada karyawan lainnya mengakibatkan adanya penyalahgunaan jabatan dan akhirnya menurunkan kualitas kinerjanya juga sebagai seorang pimpinan, bukan.

Belum lagi kemungkinan adanya hubungan yang menjurus kearah pelecehan seksual yang bisa memperburuk nama perusahaan jika sampai terdengar ke luar perusahaan. 

Untuk kasus yang tersebut,  saya punya satu pengalaman. Di tahun 2018-an saya pernah berkerja di suatu perusahaan di Jawa Timur yang oleh penduduk sekitar disebut 'Pabrik Janda.'

Setelah saya lumayan agak lama bekerja di sana, baru saya tahu dari mana asal julukan itu muncul. Julukan itu dilekatkan kepada pabrik yang saya tempati itu ya karena saya memang sering menemukan di pabrik ini skandal-skandal perselingkuhan dengan bumbu 'kegiatan dewasa' yang dilakukan oleh karyawan-kayawannya, baik di luar maupun di dalam pabrik saat itu.

Tentu ini memperburuk citra perusahaan di mata warga sekitar dan membuat mereka ragu apakah akan mengijinkan anak-anak mereka yang ingin bekerja di sana. Padahal pihak perusahaan saat itu sudah memberikan 'previlage' sebagai orang sekitar pabrik akan diberi kemudahan untuk ikut bekerja di sana.

Tetapi sepengetahuan saya sekarang, mereka semakin berbenah. Yang awalnya memperbolehkan suami istri bekerja di sana, kini kabarnya tetap memperbolehkan tetapi dengan beberapa syarat dan persetujuan dari beberapa pihak keluarganya setahu saya.

Sebenarnya, selain sisi negatif, ada sisi positif yang juga mungkin akan bisa didapatkan oleh beberapa karyawan yang memiliki hubungan spesial dengan karyawan lainnya di dalam satu tempat kerja. Misalnya meningkatkan semangat seorang karyawan jika ia memiliki orang yang disukainya di dalam satu tempat kerja yang sama.

Ya, selain bisa menurunkan kinerja, hubungan spesial antar karyawan yang dikelola dengan baik juga bisa meningkatkan kinerja seorang karyawan. Mungkin karena dorongan perasaannya, seorang karyawan tidak mau terlihat buruk di mata orang yang ia suka, maka ia akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan mengusahakan yang terbaik untuk mendapatkan atensi dari pasangannya. Bisa saja terjadi demikian, kan.

Lalu, apakah wajar jika perusahaan melarang kita memiliki hubungan dengan teman sekerja, sedangkan perasaan seseorang dengan orang yang lainnya adalah sebuah hal yang tidak bisa terkontrol? 

Ini adalah sebuah reaksi kimiawi di otak yang membuat kita nyaman dan bahagia setiap bersamanya di tempat kerja dan membuat saya semakin semangat jika bekerja bersama orang yang saya kasihi, dimana kesalahannya?

Ya jawaban dari semua pertanyaan tadi adalah, TIDAK. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang boleh mempersalahkan soal perubahan perasaan kita kepada orang lainnya. Pun begitu tidak bisa juga kita melarang sebuah perusahaan membuat kebijakan yang mana mungkin menjadi concern isues di dalam sebuah lingkungan kerja suatu perusahaan.

Ada alasan yang kuat tentunya mengapa sebuah aturan ditegakkan, pun begitu perkara peraturan perusahaan. Yang bisa kita lakukan adalah mencari tahu sejak awal, apakah perusahaan yang nanti kita akan bekerja di dalamnya akan memperbolehkan adanya sebuah hubungan istimewa antar karyawan, atau tidak memperbolehkannya.

Hal itu wajar ditanyakan seorang calon kandidat karyawan yang akan menyandang sebuah jabatan di suatu perusahaan. Tanyakan saja hal itu kepada pewawancara saat sesi tanya jawab saat wawancara penerimaan kerja. Jangan malu, bukankah sudah hak kita untuk tahu budaya sebuah perusahaan yang akan kita masuki nantinya.

Jika pun sudah terlanjur 'nyemplung' dan kemudian Anda akan dan ingin terlibat sebuah hubungan istimewa dengan seorang karyawan di tempat Anda bekerja, maka perhatikanlah sekitar Anda. Apakah selama ini atasan Anda pernah menyinggung soal pelarangan hubungan spesial antar karyawan atau tidak. Bukankah sebagai seorang karyawan yang baik kita juga harus mampu menganalisa keadaan lingkungan kerja di perusahaan tempat kita bekerja.

Maka kesimpulannya adalah ada beberapa perusahaan yang tidak melarang adanya hubungan istimewa antar karyawan, ada juga yang melarang hal itu terjadi di perusahaannya. Sekarang tinggal pintar-pintar kita memilih dan memilah mana yang harusnya menjad urusan pribadi dan perkara pekerjaan. Selama kita bisa menjaga profesionalitas dan integritas kita, niscaya hubungan kita kepada perusahaan dan rekan kerja 'spesial' kita akan baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun