Jangan tanya saya bagaimana caranya ya, karena saya pun tidak tahu. Tetapi yang menjadi poin saya adalah, sejak kapan dan apa alasan sebenarnya pelarangan ini? Apakah benar hanya karena ingin menjaga profesionalitas? Apakah ada maksud lain, atau ada satu kejadian di masa lalu yang merubah cara pandang pemilik perusahaan atau instansi ini sehingga jadi 'anti' terhadap hubungan di dalam lingkup pekerjaan?
Sebenarnya, tidak salah jika perusahaan mengkhawatirkan penurunan kualitas kerja karyawannya hanya karena adanya hubungan dengan rekan kerja yang lainnya. Karena nyatanya ada banyak sekali contoh kasus yang menyebabkan seseorang yang memiliki kekasih di tempat kerja cenderung lebih sibuk memperhatikan pasangannya daripada pekerjaannya. Maka efek ke depannya adalah bisa jadi semakin sering kita melakukan kesalahan pada pekerjaan kita, karena melupakan satu atau dua hal dalam pekerjaan akibat fokus yang terbagi tadi.
Memang, tidak semua orang akan seperti itu jika pun mereka memiliki kekasih di ruang lingkup kerja yang sama. Tetapi, bukankah tidak semua orang memiliki kualitas fokus dan pengendalian diri yang baik? Maka diperlukan adanya aturan semacam itu untuk 'mengontrol' fokus seseorang agar tetap 100% kepada pekerjaannya.
Selain memicu pengalihan fokus yang berimbas kepada kualitas kinerja karyawan, ikatan relasi jabatan di tempat kerja dikhawatirkan akan memicu penyalahgunaan kuasa yang akan diberikan kepada sang kekasih.
Misalnya seorang karyawati admin biasa yang kemudian menjadi kekasih seorang supervisor audit muda di kantornya, bisa saja menimbulkan conflict of interest yang sangat tinggi saat akhir bulan dan hari audit internal, misalnya. Supervisor ini akan cenderung membela dan mempermudah urusan si admin yang mana itu didorong oleh perasaannya kepada wanita yang mana adalah bawahannya tersebut.
Tentu Anda punya contoh-contoh kasus lain yang serupa dengan yang sudah saya sebutkan tadi. Intinya adalah, karena perasaan berbeda seorang karyawan kepada karyawan lainnya mengakibatkan adanya penyalahgunaan jabatan dan akhirnya menurunkan kualitas kinerjanya juga sebagai seorang pimpinan, bukan.
Belum lagi kemungkinan adanya hubungan yang menjurus kearah pelecehan seksual yang bisa memperburuk nama perusahaan jika sampai terdengar ke luar perusahaan.Â
Untuk kasus yang tersebut, saya punya satu pengalaman. Di tahun 2018-an saya pernah berkerja di suatu perusahaan di Jawa Timur yang oleh penduduk sekitar disebut 'Pabrik Janda.'
Setelah saya lumayan agak lama bekerja di sana, baru saya tahu dari mana asal julukan itu muncul. Julukan itu dilekatkan kepada pabrik yang saya tempati itu ya karena saya memang sering menemukan di pabrik ini skandal-skandal perselingkuhan dengan bumbu 'kegiatan dewasa' yang dilakukan oleh karyawan-kayawannya, baik di luar maupun di dalam pabrik saat itu.
Tentu ini memperburuk citra perusahaan di mata warga sekitar dan membuat mereka ragu apakah akan mengijinkan anak-anak mereka yang ingin bekerja di sana. Padahal pihak perusahaan saat itu sudah memberikan 'previlage' sebagai orang sekitar pabrik akan diberi kemudahan untuk ikut bekerja di sana.
Tetapi sepengetahuan saya sekarang, mereka semakin berbenah. Yang awalnya memperbolehkan suami istri bekerja di sana, kini kabarnya tetap memperbolehkan tetapi dengan beberapa syarat dan persetujuan dari beberapa pihak keluarganya setahu saya.