Di tengah berita mengenai semakin mahalnya harga-harga komoditi pokok di pasaran, saya cukup bingung dan terheran-heran mengapa masih begitu banyak tempat-tempat makan yang berani menjual produk mereka dengan harga yang cukup murah untuk ukuran tahun 2023.
Darimana mereka-mereka ini mendapatkan untung? Apakah ada alternatif pendapatan lain dari model bisnis mereka?
Karena cukup penasaran, maka saya melakukan sedikit penulusuran kecil-kecilan. Saya berbincang-bincang dengan beberapa teman saya yang kebetulan memiliki usaha kuliner yang menurut saya harga jualnya murah.Â
Saya memilih teman-teman saya sendiri sebagai narasumber, dengan maksud agar mereka dapat mengatakan apa yang sebenar-benarnya mereka lakukan selama ini, agar mereka mau sedikit terbuka tentang strategi-strategi yang mereka terapkan sehingga bisa menjual produk begitu murah. Karena saya yakin tidak semua orang nyaman jika 'rahasia dapur' mereka diketahui oleh orang asing, kan?
Penghematan No. 1: Tempat
Agar dapat menjual murah sebuah produk, kebanyakan yang paling pertama "dikorbankan" adalah soal pemilihan tempat. Pernah menemukan ulasan-ulasan tempat makan murah yang viral di sosmed, tetapi tempatnya sangat terpencil?Â
Belakangan, tempat-tempat seperti ini dinamakan 'Hidden Gems', ya? Atau kedai-kedai yang lokasinya di pinggir jalan besar, tetapi space-nya amat sangat sempit, bahkan ada yang tidak bisa dine-in dan parkir?Â
Itulah yang dinamakan 'pengorbanan tempat' untuk dapat meminimalisasi biaya operasional, sehingga dapat menjual makanan yang murah kepada Anda.Â
Selain space yang minim dan lokasi yang terpencil, biasanya hal lain yang dikorbankan dari aspek tempatnya adalah kenyamanannya. AC, penghisap asap di dapur, dan jumlah lampu biasanya menjadi item-item yang dihilangkan atau dikurangi jumlahnya demi mengejar biaya murah dalam operasional hariannya dari sisi tempat usahanya.
Penghematan No. 2: Gaji Karyawan
Jika Anda sering makan di tempat-tempat yang murah, Anda pasti pernah setidaknya satu kali dalam pengalaman makan Anda menemukan karyawan-karyawan tempat makan yang melayani Anda sekadarnya, tanpa senyum, dan cenderung lama dalam hal penyiapan makanan. Itu bisa diasumsikan ya karena penghematan yang kedua ini.Â
Gaji karyawan mau tidak mau harus dipangkas semurah mungkin. Kondisi seperti ini cukup dilematik bagi seorang pengusaha. Inginnya memberi layanan paling optimal, tetapi keadaan dan keuangan tidak memungkinkan untuk mengoptimalkan modal usaha untuk menggaji karyawan tinggi.Â
Memang tidak mutlak motivasi kerja karyawan dipengaruhi oleh berapa gaji yang didapatnya, tetapi faktor gaji disinyalir adalah faktor terkuat untuk menumbuhkan semangat kerja karyawan selama ini.
Tidak hanya gaji, biasanya jaminan kesehatan dan bonus-bonus menjadi beberapa pos lain lagi yang kemungkinan dapat dibuang dari list pengeluaran rutin jika ingin harga produk yang tetap kompetitif.
Penghematan No. 3: Biaya Iklan
Anda pasti tidak asing dengan sebuah brand smartphone dari Negeri Tirai Bambu yang dulu di tahun 2010-an sempat dianggap sebagai perusak harga pasar di dunia, Xiaomi.Â
Ya, Xiaomi dianggap 'aneh' oleh para pemerhati teknologi kala itu karena mereka mampu dan mau menjual smartphone-smartphone mereka di bawah harga pasar yang biasanya.Â
Setelah ditelisik lebih dalam, salah satu rahasia mereka bisa menjual produk mereka dengan begitu murah adalah karena mereka tidak menganggarkan budget untuk beriklan di TV.Â
Sebagai gantinya mereka hanya akan meminjamkan unit-unit pre-sale mereka kepada para reviewer ponsel dan membiarkan mereka menjadikannya bahan produksi di kanal-kanal Youtube mereka.Â
Sebuah win-win solution, content creator bisa membuat kanal Youtubenya terus tumbuh, Xiaomi teriklankan ke penonton-penonton Youtube si reviewer.
Konsep yang sama juga diberlakukan di beberapa tempat makan yang saya kenal pemiliknya. Mereka bekerja sama secara tidak langsung dengan reviewer-reviewer makanan yang mampir dan mencoba makanan di tempat makan mereka. Caranya pun mudah, (dan murah -- bahkan gratis) cukup biarkan mereka membuat konten di tempat makan mereka.Â
Biarkan reviewer-reviewer ini memesan, makan dan membayar menu yang mereka pesan dan sisanya tinggal berharap ada menunya yang mereka suka dan rekomendasikan kepada penonton-penontonnya. Win-win solution juga, kan?
---
Sudah. Tidak ada lagi trik penghematan keempat. Biasanya, hanya tiga poin itu yang katanya sering diterapkan untuk menjaga harga makanan yang mereka jual. Setelah mengetahui fakta-fakta tersebut di atas, apakah berlebihan rasanya jika saya bilang, jangan terlalu senang dengan harga murah makanan yang Anda makan?
Ya, ada harga mahal yang memang harus ditanggung oleh pengusaha dan karyawan-karyawannya hanya untuk memberikan harga yang murah dan terjangkau untuk kita, konsumen mereka.Â
Makanya tak heran juga jika di tengah menjamurnya tempat-tempat makan baru dengan harga yang murah, sementara itu di sisi lain ada banyak juga tempat-tempat makan murah yang harus menyerah dan tutup.Â
Selain karena persaingan, kondisi pasca pandemi yang entah sudah normal sepenuhnya atau tidak, ada banyak juga pengusaha-pengusaha kuliner murah ini yang ditinggalkan karyawannya. Tanpa karyawan, sebuah usaha mungkin masih bisa berjalan, tetapi akan sulit untuk bertahan.
Hargai makanan yang Anda beli dari penjual yang tidak menjual mahal makanannya. Terkadang, yang mereka cari bukan selalu soal kekayaan. Sering kali ini tentang sekadar memberi mata pencaharian, bagi orang-orang yang ada di balik pintu dapurnya.
Salam Literasi,
Gitakara Ardhytama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H