Mohon tunggu...
Gita Aulia Purnama
Gita Aulia Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sharing informasi politik

Ayo jadi generasi muda yang melek politik karena yang menentukan masa depan Indonesia adalah kita semua!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembangunan IKN: Untung atau Buntung?

26 Oktober 2022   00:28 Diperbarui: 26 Oktober 2022   00:49 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia terkenal dengan hutan hujan tropisnya. Kondisi dan letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa menjadikan hutan Indonesia sebagai rumah untuk tumbuh dan berkembangnya beraneka ragam flora dan fauna. Pohon -- pohon besar yang tumbuh di hutan berfungsi sebagai produsen oksigen terbesar bagi makhluk hidup di sekitarnya.

Selain itu, hutan juga berfungsi sebagai penyanggah ekosistem dan penunjang berbagai elemen kehidupan di bumi. Hal ini dikarenakan hutan memiliki fungsi penting dalam mengurangi polusi (pencemaran udara), mencegah terjadinya bencana alam, dan penyedia air bersih. Namun sangat disayangkan, hutan Indonesia saat ini menghadapi masalah lingkungan yang cukup krusial.

Tiga tahun yang lalu tepatnya pada 26 Agustus 2019, Bapak Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia secara resmi mengumumkan rencana pemindahan ibu kota Indonesia dari provinsi DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. 

Pada saat itu, ia mengumumkan bahwa terdapat dua pilihan yang menjadi opsi pemindahan IKN (Ibu Kota Negara), yaitu Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Sebenarnya ide mengenai pemindahan ibu kota negara ini bukanlah tanpa sebab, bahkan ide pemindahan ibu kota negara ini sudah muncul kepermukaan sejak presiden pertama Indonesia.

Pada tahun 1957 Bapak Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia sudah menggagas pemindahan IKN ke Palangkaraya saat meresmikan Palangkaraya sebagai Ibu Kota Kalimantan Tengah. Begitu pula dengan Bapak Soeharto sebagai presiden kedua Republik Indonesia yang pernah menyampaikan pemindahan Ibu Kota Negara. Hal ini terlihat pada saat ia mengeluarkan Keppres Nomor 1 Tahun 1997 Tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai kota mandiri dan juga pusat pemerintahan.

Pada tahun 2013 Presiden keenam yaitu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah menyampaikan mengenai tiga scenario pemindahan Ibu Kota Negara. Pertama, menetapkan distrik pemerintahan untuk berada di sekitar Monas namun tetap di Jakarta. Kedua, memindahkan ibu kota ke wilayah yang dekat dengan Jakarta berjarak 50 sampai dengan 70 kilometer. Ketiga,  memindahkan ibu kota ke luar pulau Jawa.

Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) adalah salah satu bagian dari strategi untuk melakukan pemerataan pembangunan di Indonesia karena hingga saat ini pembangunan Indonesia hanya terpusat di Pulau Jawa. 

Pemindahan Ibu Kota Negara bertujuan untuk menggantikan Kota Jakarta yang sudah padat penduduk, berpolusi, rawan banjir, banyaknya kemacetan lalu lintas, mempunyai risiko bencana alam seperti gempa bumi, dan daratan Jakarta yang secara perlahan sudah mulai tenggelam. 

Seperti pernyataan yang diitulis Kepala BMKG Dwrikorita bahwa wilayah Kalimantan memiliki struktur sesar dan catatan akvitas pergerakan lempeng atau gempa bumi, tetapi aktivitas tersebut bisa dikatakan bahwa pulau Kalimantan cenderung lebih aman jika dibandingkan dengan daerah atau pulau -- pulau besar lain di Indoneisia yang memiliki catatan aktvitas gempa bumi yang merusak dan memakan banyak korban jiwa. 

Pembangunan IKN juga membantu keadaan atau kondisi khususnya di Jawa / Jakarta yang sudah mengalami tekanan terhadap daya dukung lingkungan yang harus dijaga keberlanjutannya.

Langkah yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan pun sudah dilaksanakan seperti pembangunan tol di Sumatera, pembangunan jalan kereta di Sulawesi, pembangunan jalan dan jembatan di Papua, serta pembangunan pelabuhan dan bandara di berbagai bagian Indonesia.

Meskipun secara historis Pulau Kalimantan tidak memiliki kecenderungan besar terhadap gempa bumi yang besar, tetapi Pulau Kalimanan merupakan salah satu wilayah hutan topis dataran rendah yang mempunyai area hutan gambut yang rentan terbakar dan sudah banyak dialihfungsikan lahan menjadi lahan pertanian dan perkebunan.

Tanaman gambut itu sendiri memiliki potensi untuk meningkatkan risiko kebakaran hutan yang nantinya akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan banyak melepaskan gas emisi rumah kaca. Oleh karena itu, pemindahan Ibu Kota Negara juga bisa dikatakan tidak akan mengatasi atau menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan di DKI Jakarta. 

Wilayah yang menjadi opsi pemindahan Ibu Kota Negara berlokasi tidak jauh dari sungai Mahakam yang merupakan area yang penuh dengan hutan gambut dan rumah dari pesut Mahakam atau yang biasa disebu dengan lumba -- lumba air tawar lokal. Area hutan gambut ini memiliki kecenderungan yang cukup tinggi untuk mudah terbakar dan asap yang dihasilkan dapat menjadi penyebab utama dari tebalnya kabut di beberapa wilayah Indonesia.

Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur berarti melakukan pembukaan lahan untuk membuat ruang baru, seperti mendirikan bangunan -- bangunan pemerintahan, pemukiman, dan infrastruktur lainnya. Pada bulan Januari 2022 kemarin, pemerintah mengumumkan nama Ibu Kota Baru Republik Indonesia yang disebut sebagai "Nusantara".  Kemudian, sesudah itu UU Nomor 3 Tentang Ibu Kota Negara (UU-IKN) pun disahkan oleh DPR RI.

Dilansir dari KOMPAS.com, Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR atau Kepala BPN menyatakan bahwa pemerintah perlu membebaskan lahan sekitar 52 hektar untuk pembangunan tahap pertama IKN Nusantara. Sofyan Djalil menyebutkan bahwa pembangunan IKN itu sendiri terdiri dari tiga klaster dengan total luas lahan yang dibutuhkan sebesar 256.000 hektar.

Luas lahan tersebut terdiri dari Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN sebesar 6.671 hektar, kawasan IKN sebesar 56.180 hektar, dan kawasan pengembangan IKN sebesar 199.962 hektar. Klaster yang diutamakan dalam pembangunan tahap pertama tahun 2022 -- 2024 adalah pembangunan KIPP IKN yang membutuhkan sekitar 800 hektar. Luas lahan sebesar 800 hektar tersebut sudah diidentifikasikan untuk pembangunan infrastruktur, jalan, Instalasi Pengelolahan Air Limbah (IPAL), dan lain sebagainya.

Ketua BPN Sofyan Djalil mengatakan bahwa seluruh lahan KIPP IKN tadinya akan menggunakan lahan yang mencakup bekas hutan tanaman industri (HTI) milik PT ICI yang sudah tidak diperpanjang lagi konsesinya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sehingga diambil alih oleh negara. Ia menambahkan bahwa sewaktu mendesain terjadi perubahan karena adanya alasan teknis dan lainnya sehingga kini ada sebagian lahan KIPP IKN masuk ke areal penggunaan lain (APL) yang bukan kawasan hutan.

Melihat besarnya luas lahan yang dibutuhkan, membuat saya berpikir bahwa pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tidak menutup kemungkinan akan menjadi penyebab deforestasi di hutan Kalimantan. Arti dari deforestasi itu sendiri ialah proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan pohon dengan tujuan mengambil hasil hutan baik itu berupa kayu maupun mengalihfungsikan lahan hutan menjadi non-hutan.

Menurut (Bertazzo, 2016; Bergen, 2015) kegiatan deforestasi terdapat dua jenis, yaitu yang dilakukan secara legal oleh pemerintah untuk aktivitas non-hutan seperti halnya kegiatan pertanian untuk masyarakat setempat atau perluasan lahan untuk pembangunan. 

Faktor penyebab deforestasi di Indoneisa pada umumnya terjadi karena disebabkan oleh pertanian transmigrasi dan proses pembangunan lahan pemukiman sehingga mau tidak mau aktivitas pembukaan lahan di hutan pun dilakukan. 

Di sisi lain, deforestasi juga bisa disebabkan oleh berbagai jenis kepentingan seperti pembukaan wilayah hutan untuk pertanian, peternakan, perkebunan hingga aktivitas pertambangan yang tidak dibarengi dengan solusi seperti halnya melakukan reboisasi. Adapun faktor utama penyebab deforestasi menurut World Wildlife Fund (WWF) di antaranya, yaitu terjadinya konversi lahan, penebangan liar (illegal logging), kebakaran hutan, dan kebutuhan akan penggunaan kayu bakar.

Di kutip dari kbr.id, Pada tahun 2019 tim dari Duke University mengatakan bahwa tingkat deforestasi hutan di Indonesia masih tinggi sehingga menyebabkan kekhawatiran secara global. 

Salah satu contoh dari penghilangan hutan (deforestasi) ialah dengan cara menebang pohon untuk membuka lahan baru demi kepentingan perindustrian. Selain itu, sesuai data dari FAO pada tahun 2019 memaparkan bahwa sejak tahun 2007, setiap harinya hutan Indonesia mengalami kerusakan sekitar 50 hektar. 

Hal ini mengakibatkan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kerusakan hutan tercepat. Tidak kalah menarik juga, kasus mengenai pembukaan lahan besar -- besaran di hutan Papua yang dialih fungsikan lahan menjadi perkebunan sawit, memperkuat bukti bahwa permasalahan ini bukan hanya omong kosong belaka melainkan benar -- benar terjadi di tanah air tercinta ini. 

Permasalahan tersebut tentu saja tidak bisa dianggap sepele karena dengan pembukaan lahan secara besar -- besaran pastinya bisa menimbukan berbagai dampak negatif yang merugikan bagi bumi beserta isinya. 

Dampak negatif tersebut di antaranya, mengakibatkan kerusakan lingkungan, peningkatan gas emisi rumah kaca, hilangnya daerah resapan air, dan hilangnya berbagai jenis flora dan fauna. Pembakaran hutan juga memberikan dampak negatif bagi kondisi lingkungan di sekitarnya. 

Oleh karena itu, jika pembangunan Ibu Kota Negara ini dilakukan tanpa menjadikan keamanan lingkungan sebagai pertimbangan yang utama maka dikhawatirkan akan menciptakan berbagai masalah lingkungan yang baru seperti halnya yang terjadi di Jakarta saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun