Mohon tunggu...
Gita Aulia Purnama
Gita Aulia Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sharing informasi politik

Ayo jadi generasi muda yang melek politik karena yang menentukan masa depan Indonesia adalah kita semua!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembangunan IKN: Untung atau Buntung?

26 Oktober 2022   00:28 Diperbarui: 26 Oktober 2022   00:49 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun secara historis Pulau Kalimantan tidak memiliki kecenderungan besar terhadap gempa bumi yang besar, tetapi Pulau Kalimanan merupakan salah satu wilayah hutan topis dataran rendah yang mempunyai area hutan gambut yang rentan terbakar dan sudah banyak dialihfungsikan lahan menjadi lahan pertanian dan perkebunan.

Tanaman gambut itu sendiri memiliki potensi untuk meningkatkan risiko kebakaran hutan yang nantinya akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan banyak melepaskan gas emisi rumah kaca. Oleh karena itu, pemindahan Ibu Kota Negara juga bisa dikatakan tidak akan mengatasi atau menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan di DKI Jakarta. 

Wilayah yang menjadi opsi pemindahan Ibu Kota Negara berlokasi tidak jauh dari sungai Mahakam yang merupakan area yang penuh dengan hutan gambut dan rumah dari pesut Mahakam atau yang biasa disebu dengan lumba -- lumba air tawar lokal. Area hutan gambut ini memiliki kecenderungan yang cukup tinggi untuk mudah terbakar dan asap yang dihasilkan dapat menjadi penyebab utama dari tebalnya kabut di beberapa wilayah Indonesia.

Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur berarti melakukan pembukaan lahan untuk membuat ruang baru, seperti mendirikan bangunan -- bangunan pemerintahan, pemukiman, dan infrastruktur lainnya. Pada bulan Januari 2022 kemarin, pemerintah mengumumkan nama Ibu Kota Baru Republik Indonesia yang disebut sebagai "Nusantara".  Kemudian, sesudah itu UU Nomor 3 Tentang Ibu Kota Negara (UU-IKN) pun disahkan oleh DPR RI.

Dilansir dari KOMPAS.com, Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR atau Kepala BPN menyatakan bahwa pemerintah perlu membebaskan lahan sekitar 52 hektar untuk pembangunan tahap pertama IKN Nusantara. Sofyan Djalil menyebutkan bahwa pembangunan IKN itu sendiri terdiri dari tiga klaster dengan total luas lahan yang dibutuhkan sebesar 256.000 hektar.

Luas lahan tersebut terdiri dari Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN sebesar 6.671 hektar, kawasan IKN sebesar 56.180 hektar, dan kawasan pengembangan IKN sebesar 199.962 hektar. Klaster yang diutamakan dalam pembangunan tahap pertama tahun 2022 -- 2024 adalah pembangunan KIPP IKN yang membutuhkan sekitar 800 hektar. Luas lahan sebesar 800 hektar tersebut sudah diidentifikasikan untuk pembangunan infrastruktur, jalan, Instalasi Pengelolahan Air Limbah (IPAL), dan lain sebagainya.

Ketua BPN Sofyan Djalil mengatakan bahwa seluruh lahan KIPP IKN tadinya akan menggunakan lahan yang mencakup bekas hutan tanaman industri (HTI) milik PT ICI yang sudah tidak diperpanjang lagi konsesinya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sehingga diambil alih oleh negara. Ia menambahkan bahwa sewaktu mendesain terjadi perubahan karena adanya alasan teknis dan lainnya sehingga kini ada sebagian lahan KIPP IKN masuk ke areal penggunaan lain (APL) yang bukan kawasan hutan.

Melihat besarnya luas lahan yang dibutuhkan, membuat saya berpikir bahwa pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tidak menutup kemungkinan akan menjadi penyebab deforestasi di hutan Kalimantan. Arti dari deforestasi itu sendiri ialah proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan pohon dengan tujuan mengambil hasil hutan baik itu berupa kayu maupun mengalihfungsikan lahan hutan menjadi non-hutan.

Menurut (Bertazzo, 2016; Bergen, 2015) kegiatan deforestasi terdapat dua jenis, yaitu yang dilakukan secara legal oleh pemerintah untuk aktivitas non-hutan seperti halnya kegiatan pertanian untuk masyarakat setempat atau perluasan lahan untuk pembangunan. 

Faktor penyebab deforestasi di Indoneisa pada umumnya terjadi karena disebabkan oleh pertanian transmigrasi dan proses pembangunan lahan pemukiman sehingga mau tidak mau aktivitas pembukaan lahan di hutan pun dilakukan. 

Di sisi lain, deforestasi juga bisa disebabkan oleh berbagai jenis kepentingan seperti pembukaan wilayah hutan untuk pertanian, peternakan, perkebunan hingga aktivitas pertambangan yang tidak dibarengi dengan solusi seperti halnya melakukan reboisasi. Adapun faktor utama penyebab deforestasi menurut World Wildlife Fund (WWF) di antaranya, yaitu terjadinya konversi lahan, penebangan liar (illegal logging), kebakaran hutan, dan kebutuhan akan penggunaan kayu bakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun