Mohon tunggu...
Gita Aulia Purnama
Gita Aulia Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sharing informasi politik

Ayo jadi generasi muda yang melek politik karena yang menentukan masa depan Indonesia adalah kita semua!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengaruh Utang Luar Negeri dan Privatisasi di Indonesia

19 Desember 2021   20:38 Diperbarui: 20 Desember 2021   00:13 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam upaya untuk memperbaiki stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia, beberapa ahli mengemukakan pandangannya masing-masing mengenai solusi untuk memperbaiki stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia. Salah satu cara untuk meningkatkan stabilitas ekonomi adalah dengan melakukan pinjaman dari luar negeri, dan mengatur kebijakan mengenai privatisasi. Dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah cara agar pemerintah terus menggenjot sektor ekonomi, tanpa harus menunggu adanya anggaran yang setiap tahunya terbatas, dan bisa dikatakan kurang untuk memenuhi percepatan ekonomi. Mestinya kebijakan-kebijakan tersebut juga didasarkan kepada beberapa aspek-aspek yang jelas, dan kebutuhan yang mendesak. Utang luar negeri adalah akumulasi utang suatu negara yang didapatkan dari negara-negara kreditur. Utang luar negeri ini dapat diterima oleh perusahaan, pemerintah, ataupun perorangan. Untuk bentuk utang yang berbentuk uang dapat diperoleh oleh pemerintah, lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund dan Bank dunia, juga bank swasta (Ulfa,2017). Berdasarkan aspek materiil, utang luar negeri adalah tambahan modal dalam negeri yang didapatkan dari aliran dana luar negeri. Selain itu, dalam aspek formal melihat utang luar negeri sebagai bentuk pemberian dan penerimaan yang dapat digunakan untuk menaikan investasi yang akan digunakan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, berdasarkan fungsinya, pinjaman atau utang luar negeri adalah alternatif dari sumber pembiayaan yang diperlukan untuk membiayai pembangunan. (Astanti, 2015).

BI meyakini pergerakan utang luar negeri masih cukup sehat meski situasi ini tetap harus mewaspadai risiko terhadap perekonomian. BI akan terus meninjau perkembangan ULN ke depan khususnya pada sektor swasta.  Hal ini dimaksudkan agar ULN dapat berperan maksimal dalam mendukung pembiayaan  pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi. Kebijakan utang luar negeri sudah menjadi warisan  sejarah kebijakan ekonomi Indonesia yang terbukti menjadi kelemahan terpenting hingga saat ini.  Beban langsung dari utang luar negeri tampak sangat jelas. Selama jangka waktu tertentu beban utang langsung dapat diukur dengan sejumlah uang tunai yang harus dibayar baik dalam hal pembayaran bunga maupun pembayaran kepada kreditur. Sedangkan beban  langsung yang nyata pada negara peminjam terwujud dalam kerugian berupa hilangnya kesejahteraan ekonomi akibat dari pembayaran tadi. Secara khusus kerusakan kesejahteraan ekonomi dapat diukur sebagai jumlah utilitas yang hilang bagi negara sebagai akibat dari bermacam pembayaran. Utang seharusnya digunakan sebagai alat untuk mengatasi ketertinggalan pembangunan ekonomi di tingkat nasional. Di sisi lain utang bisa menjadi masalah yang berlarut-larut karena dampak dari syarat dan aturan yang harus dihormati di tingkat struktural sebagai konsekuensi logis  dari dimulainya utang. Bahkan ada tanda-tanda bahwa Indonesia telah terjerat utang yang tentunya akan menimbulkan banyak konsekuensi  baik dalam konteks ekonomi dan politik yang menciptakan kesenjangan budaya. Ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri telah membuka jalan bagi masuknya kekuatan neoliberalisme internasional  secara besar-besaran ke Indonesia.

Dengan menerbitkan utang, tentunya pemerintah tidak bisa memutuskannya sendiri. Sebaliknya jika ada mekanisme penganggaran publik di mana keputusan tentang pendapatan, pengeluaran, dan tujuan pendanaan ditentukan dengan pejabat pemerintah termasuk juga dengan penyelesaian nominal  utang negara.  Sisi baik (positifnya) ialah tersedianya dana investasi untuk mempercepat pemangunan nasional sedangkan sisi buruk (negatifnya) yaitu daya serap utang  yang belum optimal sebagai mana mestinya dan mau tidak mau akan menambah beban kewajiban yang harus dijalankan pemerintah dalam APBN pada tahun-tahun berikutnya.  Berdasarkan hal tersebut bisa disimpulkan bahwa peningkatan utang negara adalah karena pemerintah ingin mempercepat pembangunan negara sehingga modal yang diperlukan sangatlah besar.

Utang pemerintah Indonesia pada saat ini kembali mengalami peningkatan. Pada akhir September 2021, utang Indonesia mencapai Rp. 6.711,52 triliun. Lalu menurut publikasi dari APBN KiTa Kementerian Keuangan pada akhir September 2021, utang negara Indonesia bertambah sekitar 82 Triliun rupiah dari bulan sebelumnya yaitu bulan Agustus. Penambahan utang Indonesia naik lebih tinggi Rp. 55,27 Triliun daripada Agustus 2021. Dengan meningkatnya utang Indonesia, rasio utang terhadap PDB pun mengalami peningkatan. Rasio utang terhadap PDB adalah 41,38% dan rasio ini mengalami peningkatan karena pada bulan sebelumnya hanya berada pada angka 40,85%. Ketergantungan terhadap tiga lembaga peminjam seperti Bank Dunia, IMF, dan ADB sudah memberikan dampak yang berkepanjangan bagi masyarakat Indonesia. Posisi negosiasi yang lemah dengan lembaga-lembaga tersebut perlu ditingkatkan dan menguntungkan kedua belah pihak. Pemerintah dapat meningkatkan posisi negosiasinya dengan  peminjam  dan memilih kredir dengan tingkat bunga yang paling rendah, campur tangan politik dan ekonomi yang sangat minim. Misalnya keijakan Bank Dunia untuk mempengaruhi keijakan ekonomi dan politik suatu negara atau Structural Adjustment Program (SAP). Ada dua tugas Bank Dunia di Indonesia : (1) memimpin pertemuan Forum Consultative Group  Meeting on Indonesia (CGI) untuk "mendukung" pembangunan  Indonesia dengan  memberikan pinjaman keuangan dan bantuan teknis untuk menetapkan peraturan pasar dan kegiatan ekonomi liberal; (2) memberikan utang yang besar dengan mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang berpihak pada perusahaan besar.

Lalu benarkah Indonesia pada saat ini sedang memasuki jurang resesi? Walaupun pemaparan di atas sudah menjelaskan bahwa kebijakan defisit anggaran pemerintah dengan meningkatnya utang luar negeri masih dalam posisi yang relatif aman. Namun, bagaimana sebenarnya keadaan perekonomian Indonesia saat ini? Seperti yang kita ketahui bersama sejak satu tahun lebih pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia pastinya berdampak pada terganggunya beberapa sektor kegiatan perekonomian.  Banyak perusahaan ekonomi besar, menengah, maupun kecil terpaksa membatasi atau menghentikan kegiatan ekonominya sehingga mengakibatkan tingginya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa waktu yang lalu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan masyarakat Indonesia untuk bersiap - siaga dalam menghadapi kemungkinan terburuk dari skenario kasus resesi yang leih parah seperti halnya krisis moneter di tahun 1997-1998. Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 pada triwulan I meningkat seesar 2,97% sedangkan pada triwulan II mengalami penurunan negatif seesar 5,32%. Kemudian pada kuartal III pemerintah memperkirakan pertumuhan ekonomi  akan tetap negatif (minus) hingga angka 2,9%. Hal tersebut adalah dampak dari pandemi yang sangat membebani perekonomian di semua sektor dan dalam skala global. Meskipun demikian, pemerintah tetap optimis bahwa situasi ini akan segera teratasi dan pemerintah juga masih mencari alternatif dari pemulihan ekonomi jika suatu saat kondisi terburuk mungkin saja muncul.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam wawancara “Bicara Data Bersama Sri Mulyani” menjelaskan bagaimana rencana strategis pemerintah dalam membayar utang luar negeri. Ia menjelaskan jika defisit APBN semakin kecil maka primary balance-nya juga akan positif dan tandanya Indonesia akan membayar utang. Indonesia selalu membayar utang jatuh tempo melalui skema revolving.Jika utang semakin kecil berarti eksposurnya juga semakin kecil. Selanjutnya yang dilakukan pemerintah dalam membayar utang luar negeri adalah mengumpulkan pajak.  Pajak tidak hanya dipergunakan untuk mebayar utang saja tetapi juga untuk membuat perkonomian Indonesia semakin baik fasilitasnya sehungga ekonomi pun akan semakin maju. Jika GDP semakin besar maka utang punakan relatiif semakin kecil. Lalu cara terakhir yang dilakukan pemerintah untuk membayar utang luar negeri adalah memantau (mengawasi) belanja negara. Sedangkan menurut M Faisal selaku Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, cara yang efektif dalam melunasi utang luar negeri adalah dengan menjaga cadangan devisa. Selain digunakan untuk menstabilkan rupiah, cadangan devisa juga bisa digunakan untuk melunasi utang luar negeri pemerintah. Seperti yang kita tahu bahwa cadangan devisa akan naik jika sumber – sumber pendapatan devisa terus mengalirkan dana segar. Begitu pun sebaliknya, cadangan devisa akan menyusut apabila kebutuhan untuk pembayaran utang dan biaya dalam operasi moneter untuk menstabilkan nilai tukar rupiah mengalami pelonjakan. Dalam upaya menjaga cadangan devisa, BI lah yang yang berperan sebagai pengelolanya. Cadangan devisa berasal dari ekspor minyak dan gas, jasa kas negara, serta utang luar negeri pemerintah. Dana milik pemerintah yang akan dikelola oleh BI berbentuk valuta asing (valas). Agar mampu mendatangkan devisa maka pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan valas saja, tetapi pemerintah harus bisa memperkuat neraca transaksi agar terus berjalan. Agar transaksi neraca terus berjalan maka caranya adalah dengan meningkatkan pendapatan transaksi berjalan yakni melalui pendapatan yang berasal dari ekspor barang dan jasa.

Banyak hasil dari penelitian menunjukkan bahwa utang luar negeri dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Arthur M. Diamond Jr. (2005) dan Julie A. Nelson (2011), utang luar negeri memiliki dampak positif dan negatif bagi sebuah negara. Utang luar negeri berpengaruh positif terhadap perkembangan ekonomi dan meningkatkan tabungan masyarakat. Menurut dia, masuknya bantuan luar negeri dapat meningkatkan investasi dan mampu meningkatkan pendapatan dan tabungan dalam negeri. Utang, di sisi lain, dapat memiliki dampak negatif. Utang dapat menyebabkan krisis ekonomi yang meluas dan mendalam. Karena pemerintah menanggung pembayaran utang, hanya sebagian kecil dari APBN yang digunakan untuk pembangunan, dan suku bunga semakin membebani perekonomian Indonesia. Selain itu, utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai masalah ekonomi bagi negara Indonesia dalam jangka panjang. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan penurunan nilai tukar rupiah, inflasi, dan ketergantungan pada utang dan kepentingan kreditur.

Pengertian privatisasi menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 adalah bentuk penjualan saham milik perusahaan perseroan dan termasuk BUMN, kepada pihak lain dengan upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan, memperluas kepemilikan saham, dan memperbesar benefit (manfaat) bagi negara maupun masyarakat. Batas terkecil dari kepemilikan saham PT (Perseroan Terbatas) dalam privatisasi adalah 51% yang dimiliki oleh Indonesia baik sebagian maupun keseluruhan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia semakin gencar melakukan proses privatisasi karena terbukti memiliki manfaat yang besar bagi negara. Privatisasi menguntungkan Persero Negara dan masyarakat karena privatisasi adalah dana baru bagi pertumbuhan, sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan peningkatan partisipasi dalam pengendalian (kontrol) publik.

Privatisasi merupakan hal lain yang mempengaruhi stabilitas ekonomi negara selain utang negara. Pengalihan aset BUMN kepada pihak swasta yang dilakukan oleh negara tentunya dilakukan bukan tanpa tujuan, melainkan ada tujuan demi kepentingan ekonomi negara. Meskipun menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, kebijakan privatisasi ini memberikan dampak yang baik meskipun banyak masyarakat menilai hal ini tidak nasionalis dan hanya menjadikan negara sebagai media jual beli aset penting. Meskipun demikian privatisasi yang dilakukan pemerintah tetap memberikan dampak langsung kepada tujuan ekonomi negara. Privatisasi dilakukan pemerintah di Indonesia guna memberikan dampak dan kontribusi finansial kepada negara dan badan usaha (Maro'ah, 2008). Privatisasi kemudian mempercepat penerapan prinsip Good Corporate Governance dengan membuka akses ke pasar internasional dan penerapan efektifitas terhadap badan usaha yang terprivatisasi. Secara dampak yang terjadi, Privatisasi ekonomi memberikan dampak kepada beberapa pihak ketika diterapkan. Kepada negara sebagai aktor privatisasi, kepada badan usaha yang menjadi objek privatisasi, serta kepada pihak swasta yang mengambil alih badan usaha dalam penerapan privatisasi. Oleh karena itu, privatisasi memberikan dampak yang besar kepada beberapa pihak, Ekonomi dan stabilitas nasional menjadi hal yang paling terdampak dalam penerapan kebijakan ini.

Dampak yang diberikan oleh kebijakan privatisasi ini akan mempengaruhi ekonomi nasional secara makro. Privatisasi ini bertujuan untuk memperbaiki ekonomi nasional dengan menyerahkan sektor-sektor BUMN kepada pihak swasta guna menambal kerugian yang terjadi. Privatisasi di Indonesia pernah terjadi pada kurun waktu 1998-2004 dimana terjadi beberapa privatisasi BUMN akibat terjadi pailit dan kerugian yang mengakibatkan negara merugi melalui BUMN-BUMN terkait. Contoh kasus privatisasi adalah PT. Semen Gresik, Bank BCA, serta Indosat pada tahun 2002. Dari semua privatisasi yang dilaksanakan oleh pemerintah pada kala itu merupakan privatisasi yang tidak kondusif dan didasarkan kepada kegagalan negara dalam mengelola badan usaha guna memberikan pemasukan bagi APBN. Bahkan privatisasi yang dilaksanakan pada masa itu merupakan privatisasi yang merugikan. Pasca terlaksananya privatisasi tersebut, kebijakan privatisasi dihentikan sebagai cara untuk menambal defisit APBN. Meskipun demikian privatisasi tetap kembali dilaksanakan pada tahun 2006 dan ternyata tetap merugikan pemerintah.

PT Semen Indonesia (Persero) Tk atau yang dahulunya dikenal dengan PT Semen Gresik (Persero) Tk ialah parik semen  terbesar di Indonesia. Pada 20 Desemer 2012 PT Semen Indonesia (Persero) Tk resmi berubah nama menjadi PT Semen Gresik (Persero) Tk. PT Semen Gresik (Persero) Tk diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus 1957 oleh Presiden  pertama Repulik Indonesia, yaitu Ir. Soekarno dengan kapasitas terpasang sebesar 250.000 ton semen per tahun. Dan pada saar ini kapasitas terpasang dari Semen Indonesia adalah sebesar 16,92 juta ton semen per tahun dan menguasai sekitar 46 persen dari pangsa pasar semen nasional. Semen Indonesia memiliki anak perusahaan, yaitu PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa. Tujuan privatisasi mencakup peningkatan efisiensi kualitas layanan publik, pengurangan intervensi langsung dari pemerintah, dan memberikan kebebasan kepada perusahaan untuk memilih "kekuatan pasar" yang sekiranya dapat memberikan tekanan konstan untuk meningkatkan efisiensi. Hal ini juga tercermin dari tujuan privatisasi PT Semen Indonesia di mana tujuannya secara keseluruhan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sehingga mampu bersaing baik di sektor domestik dan lintas negara (internasional). Di mana daya saing perusahaan memerlukan pembenahan dalam pengelolaan dan pengawasan yang leih baik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik  (GCG). Dengan demikian dapat terlihat bahwa kegiatan privatisasi ini tidak hanya untuk memperoleh modal baru tetapi juga mendorong upaya kerja sama perusahaan dan profesionalisme di BUMN yang mengarah pada penerapan konsep yang efisien dan efektif.

Adapun kerugian dan keuntungan dari privatisasi PT Semen Gresik. Keuntungan tersebut di antaranya : (1) Terdapat sumber dana baru yang tentunya mampu mempercepat penerapan GCG; (2) dengan tata kelola yang baik dalam perusahaan, pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan; (3) adanya oerbaikan baik dalam kualitas jasa maupun produk, dengan hal ini maka mampu meningkatkan nilai perusahaan; (4) dapat memberikan kesempatan kepada pihak di luar negeri untuk ikut berpartisipasi dalam menanamkan modal (investasi) modal mereka yang mampu memberikan keuntungan berupa teknologi dan ilmu pengetahuan. Dengan keuntungan ini tentunya bisa membantu penerapan CGC agar dapat berjalan dengan baik dalam implementasinya; (5) Perusahaan bisa bersaing baik di wilayah domestik maupun global. Dengan begitu PT Semen Indonesia dapat memperoleh akses distribusi (pemasaran) ke pasar dan tentunya akan menaikan tingkat volume ekspor yang dipengaruhi dengan adanya korporasi pemasaran melalui jaringan internasional yang dimiliki oleh Cemex.Adapun kerugian dari penerapan privatisasi PT Semen Gresik, yaitu harga semen menjadi lebih mahal dari sebelumnya. Seperti yang sudah diungkapkan oleh Shirley dan Neils (1992) bahwa dengan adanya campur tangan dari sektor swasta pastinya akan menimbulkan sikap kurang pedulinya terhadap kesejahteraan masyarakat karena yang ditekankan oleh sektor swasta dalah provit oriented sehingga pada akhirnya harga semen menjadi lebih mahal.

Berdasarkan penjelasan di atas, nyatanya hasil dari proses privatisasi  tidak terlalu sebanding dengan apa yang dikorbankan. Apalagi dengan adanya privatisasi BUMN yang dijual ke pihak asing (luar negeri) maka tidak hanya sebagian aset saja yang dilepaskan dari penguasaan negara tetapi juga harga diri bangsa yang pada akhirnya tergantikan dengan rasa takut akan terjadinya dominasi dari pihak asing akan meningkat dalam perekonomian negara. Adapun dua cara agar privatisasi berjalan sebagai mana mestinya. Pertama, dalam menjalankan fungsinya, pengelolaan perusahaan negara seharusnya lebih transparan dan mampu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Manajemen BUMN juga harus memperhatikan bahwa setelah privatisasi maka pengawasan tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah tetapi juga oleh investor yang menanamkan modalnya di BUMN tersebut. Kedua, privatisasi harus dikembangkan sebagai strategi bisnis bukan sebagai strategi fiskal yang tujuannya untuk mengisi defisit anggaran. Dengan demikian, pemerintah harus membuat regulasi yang benar-benar bermanfaat agar keijakan privatisasi yang diterapkan dapat meningkatkan perekonomian nasional (skala makro) dan meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan BUMN (skala mikro).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun