Mahasiswa berinisial NJW ini merupakan mahasiswai dari Universitas Negeri Semarang (UNNES). Diketahui mahasiswi ubi berasal dari Candi Penataran, Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, Semarang.
NJW diduga melakukan tindakan bunuh diri dengan cara melompat dari lantai teratas Mall Paragon Semarang. Setelah melakukan aksi bunuh diri tersebut, ditemukan beberapa tanda pengenal dan sebuah wasiat. Wasiat tersebut ditulis tangan dengan menggunakan bahasa Inggris yang jika diartikan menjadi seperti ini
“Maa,, maaf karena tidak menjadi sekuat yang mama inginkan. Aku punya hadiah untukmu, dikirim dari kostnya Hani. Aku berharap aku bisa memberikan itu sendiri kepadamu, maaf.
Terima kasih selalu memikirkanku, peduli kepadaku dan maaf jika aku selalu membuatmu sedih.
Aku mencintaimu, selalu.
Jangan lupa berdoa buat aku ya???
Sekali maaf nih, aku nyerah…”
Dilihat dari surat wasiat yang ditemukan, NJW mengakhiri hidupnya mungkin karena tekanan yang sangat besar yang menerjang dirinya terus menerus. Merasa beban yang ia bawa sebagai mahasiswa sangat besar, ia merasa tak tahan membawanya. Hingga pada akhirnya ia memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Menjadi mahasiswa merupakan sesuatu yang sangat berat, mengingat bahwa ekspektasi yang diberikan dari lingkungan sekitar sangat berat.
Hal tersebutlah yang mengharuskan mahasiswa untuk terus berusaha sekeras mungkin agar apa yang orang tua dan lingkungan sekitarnya inginkan dapat tercapai. Meskipun merelakan kesehatan pada tubuhnya dan kesehatan mentalnya juga.
Sudah banyak kasus pelajar bunuh diri karena tekanan yang ia rasa. Mengingat bahwa kita semua hanyalah manusia yang memiliki segudang kekurangan, menjadi istimewa merupakan sesuatu yang sangat mustahil untuk dicapai, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Menurut data Riskesdas (riset kesehatan dasar) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 6,1% remaja berusia 15-24 tahun sudah mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala depresi dan kecemasan.
Sebesar 80-90% kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan. Menurut ahli suciodologist, 4,2% siswa di Indonesia pernah berpikir untuk bunuh diri.
Pada kalangan mahasiswa, terdapat sebesar 6,9% berniat untuk melakukan tindakan bunuh diri sedangkan sebesar 3% lainnya sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Jadi, menurut data tersebut sekitar 4,2% siswa di Indonesia mempunyai niatan unuk mengakhiri hidupnya. Sedangkan di kalangan mahasiswa terdapat 6,9% yang sudah memiliki niat, dan sekitar 3% yang sudah mencoba untuk melakukan aksi bunuh diri. Presentasi tersebut bukanlah angka yang kecil.
Pada tahun 2021, jumlah mahasiswa Indonesia mencapai hingga 8.956.184 orang. Mungkin di tahun 2023 sudah melebihi angka 9 juta. Jadi, ada sekitar 600 ribu mahasiswa yang sudah mempunyai niat untuk bunuh diri. Sedangkan 270 ribu orang lainnya sudah mencoba untuk melakukan aksi bunuh diri.
Dari data tersebut, kondisi kesehatan jiwa para pelajar termasuk mahasiswa sangat perlu diperhatikan. Karena pelajar merupakan generasi penerus bangsa Indonesia.
Jika generasi penerusnya sudah habis, maka dimungkinkan bangsa Indonesia tidak akan bisa maju dan tidak akan bisa merealisasikan Indonesia Emas di tahun 2035, karena penggerak untuk aspirasi-aspirasi yang baru dan maju tidak ada. Kesehatan jiwa bukanlah hal yang dapat disepelekan. Karena akibat dari kesehatan jiwa dapat dirasakan hingga seumur hidup.
Datang ke psikolog bukan berarti orang tersebut termasuk orang dalam gangguan jiwa. Banyak dari orang-orang di Indonesia malu ketika pergi ke Psikologi, karena stigma dan stereotip warga Indonesia yang masih berpikir mereka yang pergi ke psikolog dan psikiater adalah mereka yang sudah mempunyai gangguan kejiwaan atau kasarnya adalah gila.
Akhirnya, gangguan kecemasan yang dialami oleh penderita hanya dapat tertahan dalam dirinya saja. Hal tersebut yang memicu aksi bunuh diri di Indonesia sangatlah banyak. Karena masalah yang dialami penderita sangat besar dan banyak, namun tidak ada yang ingin mendengarkannya, akhirnya penderita tersebut kewalahan dengan apa yang ia alami dan merasa sendirian di dunia yang luas ini sehingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Mungkin si penderita berpikir bahwa setelah ia mengakhiri kehidupannya di dunia, ia sudah tidak lagi merasakan sakit yang ia rasa. Namun sayangnya, hal tersebut salah. Akan ada kehidupan setelah kematian, dimana orang-orang yang meninggal karena memang sudah takdir yang ditetapkan berhak untuk mendapatkan kehidupan abadi. Sedangkan mereka yang mengakhiri kehidupannya secara sepihak dan melawan takdir tidak dapat mendapatkannya.
Kasus bunuh diri yang terjadi di Semarang baru-baru ini, menunjukkan bahwa meskipun seseorang sudah berada di masa dewasa, bukan berarti mereka harus melakukan segala halnya sendiri. Mereka tetaplah manusia yang masih membutuhkan bantuan satu sama lain. Menangis bukan berarti seseorang tersebut bertindak layaknya anak kecil.
Menangis dan meluapkan apa yang ia rasa adalah salah satu bentuk yang dapat ia lakukan untuk meluapkan segala beban yang ia bawa untuk sementara. Semakin dewasa seseorang, kegiatan yang mereka lakukan pastinya akan semakin padat. Meskipun kegiatannya padat, tetap diharuskan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak ada alasan untuk meninggalkan kegiatan ibadah, karena kita hanyalah sebuah ciptaan yang nantinya akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Menjadi mahasiswa sangat diuji keahlian untuk mengatur waktunya sebaik mungkin.
Ditengah kepadatan kegiatannya, harus diselipkan kegiatan-kegiatan kerohanian untuk memperkuat iman dan taqwanya. Karena aksi bunuh diri yang sedang marak terjadi ini hanya dapat diminimalisir dari dalam diri orang tersebut.
Jika seseorang memiliki iman dan taqwa yang tinggi, ia tidak akan melakukan aksi bunuh diri walaupun hidupnya sedang diterjang masalah dari segala arah. Karena ia mengetahui konsekuensi yang ia dapatkan jika melakukan aksi tersebut.
Selain dari segi keagamaan, lingkungan memang berdampak besar bagi seseorang. Lingkungan yang sehat dan damai membuat orang-orang merasa bahwa dirinya tidak sedang sendirian.
Berada di lingkungan keluarga dan teman yang saling mendukung satu sama lain, membuat seseorang dapat memperluas pikirannya. Karena dirinya merasa mempunyai tempat yang cocok untuk bercerita mengenai keluh kesah hidupnya, sehingga meskipun ia merasa sangat lelah dengan kehidupan yang ia jalani, ia tetap tidak akan melakukan tindakan bunuh diri. Karena ia tidak ingin meninggalkan orang-oramg yang ia sayangi.
Di sisi lain, untuk meminimalisir tindakan bunuh diri kita juga sebagai manusia yang hidup berdampingan satu sama lain seharusnya tidak hidup secara individualisme. Kita juga harus saling peduli dan saling tolong menolong satu sama lain agar tercipta lingkungan yang aman dan damai sehingga tidak ada orang yang merasa dirinya sendirian di dunia yang luas ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H