Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ini Pihak-Pihak yang Sebaiknya Ikut Memerangi Hoaks saat Pemilu

7 Mei 2023   16:22 Diperbarui: 10 Mei 2023   04:15 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Truk oleh Tom Fisk/pexels.com

Misinformasi atau hoaks adalah informasi bohong yang kini lekat dengan dunia digital. Hoak jelas mampu menciptakan kebingungan, keruntuhan kepercayaan, bahkan konflik di masyarakat. Oleh karena itu, memberantas hoaks adalah tanggung jawab bersama semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi, seperti Pemilu.

Hoaks di masa Pemilu cukup signifikan daya rusaknya kepada sebuah negara. Di Amerika Serikat, Pilpres tahun 2020 menguatkan polarisasi dan kekerasan. Publik di Brazil merasa penyebaran hoaks di Pilpres 2022 semakin parah dan radikal. Pilpres di Filipina tahun 2022 juga begitu kotor dengan hoaks yang menyesatkan.

Di Indonesia sendiri, hoaks juga menjadi cela di beberapa Pemilu. Menurut Kominfo, di Pilpres 2019 ada lebih dari 3.000 hoaks beredar luas di dunia digital. Hoaks bertema politik merajalela pada Pilpres 2019, menurut catatan Mafindo. Dari 997 hoaks yang telah dicek fakta, ada 488 hoaks bertema politik.

Setahun jelang Pemilu 2024, nuansa politik terendus nyata di hoaks. Menurut laporan bulan Januari dari Mafindo, hoaks politik merajai. Dari 257 hoaks yang dicek fakta, 80 hoaks bernuansa politik. Hoaks politik ini masih seputar dukung mendukung antar Capres yang maju ke Pilpres 2024.

Data-data di atas adalah hoaks yang terdeteksi dan dilaporkan. Bagaimana dengan hoaks di grup chat, grup medsos tertutup, sampai situs forum. Hoaks macam ini sulit dideteksi dan menjadi konsumsi orang yang terjebak polarisasi politik. Mereka pun mengalami fenomena echo chamber yang terus memperkuat keyakinan mereka.

Dalam konteks Pilpres tahun 2024 nanti, jelas beberapa pihak yang sebaiknya proaktif terlibat dalam memerangi hoaks;

Pertama adalah penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kedua lembaga ini harus menjaga integritas dan transparansi dalam penyelenggaraan Pemilu. 

Jelang Pilpres, edukasi dan sosialisasi aturan dan tata cara Pemilu benar dan baik disampaikan kepada publik. KPU dan Bawaslu juga harus aktif melakukan klarifikasi dan edukasi jika ada hoaks yang berkaitan dengan pemilu. Anggota dan petugas KPU dan Bawaslu harus memiliki kemampuan cek fakta, seperti prebunking.

Kedua, peserta pemilu baik partai politik, calon presiden dan wakil presiden. 

Mereka harus menghormati aturan main yang telah ditetapkan oleh KPU dan Bawaslu. Integritas harus dijaga dan dibuktikan. Mereka pun tidak menyebarkan hoaks atau propaganda hitam untuk merusak citra lawan politik. 

Peserta pemilu sebaiknya harus mengedepankan visi, misi, dan program yang konkret dan realistis. Publik pun jangan dijanjikan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan. Parpol pun sebaiknya bagian dari pengecek fakta itu sendiri. Mereka bisa saling bekerja sama untuk mengklarifikasi jika ada hoaks yang menimpa salah satu parpol.

Ketiga, media massa dan platform media sosial. 

Kedua pihak ini berperan penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media massa, cetak dan digital, harus menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dan prinsip-prinsip cek fakta. Platform medsos bisa lebih tegas dan mengurangi bentuk propaganda pendukung konten hoaks.

Baik media massa dan medsos juga harus memberikan ruang yang seimbang dan proporsional kepada semua peserta pemilu. Mereka harus netral dan menjaga integritas. Platform medsos pun harus membuat filter ketat atas penyebar informasi pemilu, misalnya menggunakan AI atau berkolaborasi dengan organisasi lain.

Keempat, masyarakat sebagai pemilih. 

Masyarakat sebagai pemilih harus melek digital, cerdas dan kritis menerima informasi pemilu di medsos. Melakukan verifikasi dan validasi terhadap informasi yang diterima menjadi bagian cek fakta. Memahami tools atau perangkat cek fakta juga bisa membantu mengurangi penyebaran hoaks.

Karena hoaks-hoaks sangat provokatif, argumentasi berdasar data dan fakta harus dipegang. Hargai pilihan orang lain yang berbeda, tanpa perlu menyulut konflik. Sehingga terjaga demokrasi dan persatuan bangsa dalam perbedaan. Sehingga saat menggunakan hak pilihnya, mereka sudah yakin memilih.

Memerangi hoaks di masa Pemilu Presiden tahun 2024 nanti menjadi tugas bersama. Hoaks telah terbukti mengancam dan mrusak stabilitas politik, keamanan nasional, dan demokrasi. Oleh karena itu, semua pihak bersama-sama melawan hoaks dengan cara-cara yang konstruktif dan demokratis.

Salam,

Tangerang, 07 Mei 2023

04:22 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun