Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengurutkan Dampak Kasus Viral Dandy, si Anak Pejabat

25 Februari 2023   00:26 Diperbarui: 26 Februari 2023   19:06 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu, sekolah dan kampus Dandy langsung juga memberikan pengumuman. Bahwa, tempat Dandy kuliah memutuskan untuk men-drop out Dandy dari bangku kuliah. Dan sekolah terkenal di Magelang, juga menyatakan bahwa Dandy hanya pernah sekolah di sana dan bukanlah alumni mereka.

Walau mungkin tidak secara langsung terlibat. Dan netizen juga banyak yang tadinya tidak peduli. Kini tempat usaha sang ibu pelaku juga di-review bomb buruk netizen. Resto di Yogyakarta milik sang ibu diberikan review bintang 1 dari 5 bintang. Ada reviewer juga menyelipkan foto Dandy dan sang ayah, bukan foto resto atau makanannya.

Dengan waktu pelaporan SPT mendekat, nuansa mosi tidak percaya pada Dirjen Pajak mulai bergulir. Alasannya sederhana. Hidup hedonis dan mengakali LHKPN pejabat Eselon Dirjen pajak, seperti ayah Dandy, menunjukkan minimnya integritas. Tidak ada masyarakat yang rela uang pajaknya malah dibuat hura-hura keluarga pejabat pajak, seperti Dandy.

Memviralkan sebuah kasus atau isu bukanlah rahasia umum. Bagai pedang bermata dua, viral bisa jadi penyelamat atau buat kualat. Melariskan pedagang orang tua yang berkeliling dengan memviralkan bisa membantu. Tapi memviralkan anak yang mengguyur orang tua sendiri malah memiskinkan pelaku.

Netizen dengan budaya partisipatif juga sebuah paradoks. Semakin lekat kolaborasi, semakin mudah bergerak memviralkan. Tetapi juga kadang bisa terpeleset. Memviralkan kasus anak SD yang bohong soal upaya penculikan pernah terjadi. Netizen juga dibohongi seorang pria yang hidup kembali dari kematian demi hindari hutang.

Besarnya rentetan dampak kasus ini bisa juga didorong pengaruh dari jejaring sang ayah korban. Karena korban adalah anak dari petinggi Ansor, maka jejaring NU bisa tergerak. Bisa secara sukarela karena bersimpati dengan sesama kader Ansor. Bisa juga diasumsikan ada yang bergerak karena kemarahan tindakan Dandy.

Kekerasan tidak pernah bisa dibenarkan. Dari kasus Dandy, api viral telah melahap segalanya. 

Salam

Wonogiri, 25 Februari 2023

12:25 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun