Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dag Dig Dug Komunikasi Publik di Hadapan Berita Viral

17 Januari 2023   23:31 Diperbarui: 18 Januari 2023   12:58 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anger oleh Andrea Paicquadio (pexels.com)

Di era medsos, komunikasi publik dituntut lebih tahan banting dan tahan baper. Bahkan merasa was-was. Karena sekali berita viral negatif dari personil, brand atau kebijakan mereka meledak di media sosial. 

Terjadi krisis komunikasi yang sebaiknya segera ditangani. Ketar-ketir mengawasi atau membuat alert atas trending tertentu menjadi fokus pekerjaan tim humas juga.

Contohnya, pada medio April 2022, KONI Lampung dituntut pembayaran bonus para atlet peraih medali di PON XX Papua 2020. Atlet senam ritmik asal Lampung posting Instagramnya berisi keluhan bonus yang belum juga diterima. 

Atlet senam ritmik bernama Sutjiati Narendra, mengungkapkan bahwa dirinya belum menerima bonus usai meraih medali di PON XX Papua 2020. 

Postingan Sutjiati viral dan masuk diwawancara Deddy Corbuzier, via kanal Close The Door. Sutjiati menyesalkan bahwa prestasinya kurang mendapat apresiasi dari para pejabat olahraga di Lampung. Setelah tekanan publik dan viralnya kasus Sujiati, konon kabarnya, di akhir bulan April bonus akan diterima para atlet.

Kasus Eiger yang 'sok ngatur' para konten kreator yang mereview produk mereka juga viral. Seorang YouTuber bernama Dian Widiyanarko mendapatkan surat keberatan. Surat ini keberatan atas review produk yang tidak sesuai aturan dari Eiger. Walaupun Eiger tidak memberikan kompensasi atau bahkan meng-endorse Dian.

Surat keberatan Eiger viral tersebar. Netizen menjadi julid pada Eiger dan segera menggeruduk tim legal Eiger. Sentimen negatif pada Eiger ini berdampak cukup besar. Karena ada kekecewaan fans Eiger atau istilahnya cancel culture. Walau beberapa waktu kemudian, ada klarifikasi dan permohonan maaf dari pihak Eiger.

Sentimen negatif pada viralitas sebuah instansi, merek, persona, dan kebijakan menjadi momok era medsos. Mitigasi krisis komunikasi salah bisa malah boomerang bagi citra komunikasi publik. Karena sejatinya citra menjadi sistem nilai fungsional dan emosional. 

Nilai fungsional terkait tujuan dari citra tersebut. Fungsi emosional terkait awareness dan dampak citra pada seseorang.

Hal ini karena muatan emosi pada postingan viral sulit dibendung replikasi dan distribusinya. Jika strategi komunikasi publik cenderung kaku, tidak up-to-date, dan non-responsif memperburuk mitigasi. Apalagi jika akun medsos instansi pemerintah atau swasta yang cenderung berkomunikasi satu arah, self-promotion, dan sekadar countering. 

Medsos milik instansi memang juga memberikan informasi satu arah. Postingan pun sering sekadar memoles citra dan reputasi instansi. Berita viral yang menyoroti brand, persona, dan kebijakan, pun cukup di-counter dengan klarifikasi. 

Solusi formatif dan sporadis dilakukan semata-mata agar menjadi placebo. Tapi aktivitas-aktivitas ini kadang belum cukup.

Sedangkan kontekstual komunikasi publik dalam ekosistem media baru, seperti Web 2.0, akan selalu dalam mode beta. Mode ini menyiratkan bahwa komunikasi publik lanskap digital selalu direplikasi, dikonfigurasi ulang, kekal, dan terus berevolusi. Meng-counter berita viral hanya salah satu cara. Tapi komunikasi publik yang tepat sebaiknya menjadi prioritas longitudinal.

Sifat medsos yang begitu cair dan lintas platform memaksa tim komunikas publik untuk selalu siaga. Tidak hanya siaga dalam hal mengawasi trending. Tapi siaga mencari ide, konten, dan engagement yang konstan dan terarah.  Sehingga, Web 2.0 memungkinkan komunikasi publik berpartisipasi dan terlibat aktif dalam proses komunikasi yang membangun citra.

Menjadi viral di media sosial dapat mendatangkan dua efek yaitu positif dan negatif. Walau bukan dalam ranah komunikasi publik, dampak viral ironis didapati pada video singkat odading Mang Oleh di Bandung. 

Video pendek yang dinarasikan dengan jenaka oleh Ade Londok (Nandar Ukandar) membuat kue odading buatan Mang Oleh menjadi popular dan diserbu pembeli. 

Ade Londok pun sempat menjadi bintang tamu di beberapa talk show televisi swasta. Media sosial selain mengundang ketenaran juga keuntungan finansial bagi beberapa pihak atau kelompok. 

Kesuksesan ini juga bisa sementara atau selamanya. Walaupun, ironisnya berita viral ia mengerjai pelawak senior membuat ketenaran Ade Londok terjun bebas.

Salam,

Wonogiri, 17 Januri 2023

11:30 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun