Dengan kata lain, kalau kita menjadikan hasil analisis kita dalam tugas ilmiah, bisa jadi hasilnya berasal atau dirangkum dari sumber yang populer.
Perlu kehati-hatian dalam mengklaim hasil ChatGPT menjadi milik kita. Bisa jadi hasilnya adalah parafrase atau saduran dari beberapa sumber. Karena tadi, tidak ada sumber atau atribusi dari hasil 'analisis' ChatGPT. Dan secara personal, hasil instan yang diberikan mengaburkan pemahaman mendalam kita.
4. Sebagai media bermain narasi, bukan karya pribadiÂ
Memang hasil dari ChatGPT begitu wah. Namun perlu dilihat kembali, bahwa gaya bahasa dari narasi yang ditampilkan cukup ilmiah atau kaku.Â
Kadang juga gaya bahasa yang muncul seperti hasil dari terjemahan. Jika kita sudah terlalu sering membaca karya ilmiah, hasil chatnya cenderung tidak reader-friendly.
Beda rasa dan nuansa jika sebuah tulisan benar-benar kita tulis dan jahit sendiri. Karena bisa jadi ada pengulangan, loncatan ide, dan inkoherensi antar kalimat atau paragraf dari hasil ChatGPT. Seperti poin nomor 2, baiknya narasi/hasil yang dari ChatGPT bisa kembali kita olah dengan narasi dan riset kita sendiri.
Mendapatkan bantuan dari teknologi macam ChatGPT sudah menjadi mahfum. Toh kita selama ini juga mencari jawaban via mesin pencari seperti Google, Bing atau Edge. Namun bukan berarti ada ketergantungan secara kognitif pada teknologi.Â
Dampaknya adalah kemalasan untuk menalar dan mengolah informasi yang kita terima. Bisa jadi akan banyak peneliti, siswa, dan guru yang banyak secara kuantitas tapi minim dalam kualitas.
Salam,
Wonogiri, 02 Januari 2023
11:28 am