Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bagaimana Kalau Nama Anak Saya Dipatenkan?

9 September 2019   19:28 Diperbarui: 10 September 2019   12:03 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: metro.co.uk/Getty)

"What's in a name? that which we call a rose by any other name would smell as sweet." Romeo and Juliet - W. Shakespeare  

Apalah arti sebuah nama. Bahwasanya tidak ada kata yang mampu menggantikan harumnya sekuntum mawar. 

Ada salah kaprah publik memahami makna ucapan Shakespeare di atas. Dengan menganggap nama adalah hal sepele, karena dimaknai secara sepenggal.

Walau sebenarnya, apa yang Shakespeare maksud tidak ada istilah yang bisa mampu menggantikan harumnya mawar. Apakah kata 'ranwa' atau 'rawna' bisa 'seharum' kata mawar dalam pikiran kita?

Nama menjadi kian penting sebagai identitas performatif. Saat seorang bayi dinisbatkan nama oleh orang lain. Maka seumur hidup nama tersebut mengacu kepada si empunya nama. 

Dan apa yang terjadi pada keriuhan Franda versus netizen bisa kita analogikan di atas. Nama sang anak Zylvechia yang digunakan akun seorang netizen dianggap meniru. Kabarnya Franda sampai mengirim pesan pribadi pada akun tersebut kalau nama anaknya tidak pantas ia sandang.

Franda merasa nama anaknya adalah 'hak cipta' personal. Dan tidak boleh ada anak/orang/akun lain yang menyerupai. Yang di dalam pikiran Franda, nama Zylvechia akan mengacu pada sang anak. Tidak ada yang lain.

Ada kemungkinan Franda tidak ingin nama anaknya 'pasaran'. Nanti di sekolah, di sosmed, mungkin di dunia tidak ada yang sama. Zylvechia hanya satu-satunya dan tidak mudah ditemui dimanapun.

Kalau begitu pemikirannya, nama adalah hak paten. Mirip dengan, maaf, merek dagang dan jasa. Pikiran kita akan selalu mengacu McD pada restoran cepat saji. Atau layanan mesin peramban Google yang secara tidak langsung mengacu pada 'internet'.

Jika ada nama produk/jasa yang serupa, maka akan terkena tindak perdata pelanggaran hak cipta. Nama yang sudah dipatenkan secara resmi tidak boleh ada lagi yang menyamakan. Apalagi dalam ranah marketing, nama barang/jasa akan menjadi merek dagang melekat. 

Namun dalam pikiran khalayak, nama adalah produk tangible. Bahkan nama produk/jasa terkenal bisa diplesetkan. Disesatkan dengan model salah baca, warna berbeda, sampai tautan aneh. 

Saat sebuah nama dinisbatkan ke seseorang. Maka nama adalah menjadi hak publik untuk diketahui. Dan bisa jadi, akan dinisbatkan nama tersebut untuk orang lain atau anaknya di masa depan.

Agar nama seseorang menjadi 'merek dagang' atau dipatenkan cukup sulit dan aneh. Apalagi saat nama seseorang dituliskan di akta kelahiran. Lalu dicatat di Dukcapil. Atau dituliskan di presensi sekolah dan ijazah. Dimasukkan dalam badan organisasi, instansi, dan lembaga swasta/pemerintah. 

Sulit rasanya nama seseorang akan tidak mungkin ditiru. Atau dalam bahasa sehari-harinya menjadi inspirasi menamai sesuatu atau seseorang. Nama saya, Giri, bisa saja dijadikan nama orang lain atau perusahaan otobus. Bahkan nama kucing, misalnya.

Ada pertentangan batin buat Franda ketika ada orang (akun) lain memiliki nama serupa. Sampai-sampai ia menegur akun tersebut dengan cara tidak elok. Bisa jadi kesulitannya mencari nama sang anak adalah proses paten nama tersebut.

Namun sebaiknya Franda pun memaknai utuh petikan drama Romeo dan Juliet dari Shakespeare di atas. Biarpun ada nama Zylvechia lain. Namun tidak ada Zylvechia lain secantik, seimut, dan sesempurna Zylvechia miliknya.

Salam,

Wonogiri, 09 September 2019
07:28 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun