Seorang kepala sekolah sempat disandera orangtua siswa yang kecewa anaknya tidak lolos ke SMPN 23 Kota Tangerang. Banyak siswa di Sleman Yogyakarta tidak bisa mendaftar di sekolah manapun karena kerumitan zonasi.
Pada 2018 di Jateng, kuota siswa 5% dengan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dimanfaatkan semena-mena. Banyak orangtua siswa mengakali SKTM sebagai celah masuk sekolah favorit. Dari 150 ribu lebih pendaftar dengan SKTM. Ada 78 ribu lebih SKTM bodong siswa SMA/SMK yang didapati.
Berdusta agar anaknya sendiri bisa masuk sekolah favorit adalah buruk. Namun akan lebih tidak bertanggung jawab jika anak bersekolah di sekolah dekat rumah yang tidak terjamin kualitasnya. Sedang kualitas pendidikan di Indonesia, belum merata secara angka dan penilaian subjektif saya pribadi.Â
Zonasi, Baik Tapi...
Dikutip dari data BPS dalam laporan Statistik Pendidikan 2017, yang dimaksud pendidikan berkualitas adalah:
".... merupakan jalur yang mampu menciptakan manusia unggul, berkualitas, dan berdaya saing yang kelak menjadi generasi tumpuan harapan bangsa, engine of growth, dan lokomotif pembangunan." (hal. 32).
Ironisnya, tingginya angka partisipasi sekolah (APS), yaitu 97,81%, tidak diiringi peningkatan kuantitas dan kualitas sekolah. Jumlah ruang kelas untuk SMA mengalami penurunan. Sedang jumlah untuk kelas SMK cenderung stagnan. Ditambah dengan fakta, sekolah swasta baik kualitas dan kuantitas semakin baik. (hal. 14)
Pemerataan pun kian disangsikan jika mengacu pada angka kesiapan sekolah (AKS. Di pedesaan Indonesia, AKS hanya 69.31%. Sedang di daerah perkotaan mencapai 74,50%. Dengan kata lain akses, sarpras, dan kualitas gurunya menjamin ketertarikan siswa untuk bersekolah (hal. 30).
Kemudahan akses sekolah juga bersumbangsih besar pada angka melanjutkan sekolah. Di daerah perkotaan, angka melanjutkan sekolah ke jenjang atas lebih tinggi , 91,37%. Sedang di daerah pedesaan lebih kecil, yaitu 82,70% (hal. 68).
Dari dua jabaran singkat data Statistik Pendidikan 2017 diatas secara implisit didapat. Bahwa secara fisik belum ada pemerataan jumlah fisik sekolah dan kelasnya. Siswa di pedesaan enggan atau urung bersekolah karena jumlah dan kualitas sekolah yang masih dipertanyakan.Â