Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benar Analisa Saya, Pemilu 2019 Memang Ditunggangi

22 Mei 2019   20:35 Diperbarui: 22 Mei 2019   21:03 3849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kericuhan di depan gedung Bawaslu foto oleh Danang Triatmojo - Foto: tribunnews.com

Sejak 21 Mei 2019 siang, kantor Bawaslu berlangsu aksi damai. Namun, setelah peserta aksi damai membubarkan diri pukul 20.45. Terjadi pendomplengan aksi damai oleh sekelompok massa. Terjadi bentrok antar massa dengan polisi. Setidaknya 62 orang provokator ditangkap. 

Massa sempat membakar dua buah mobil Brimob di Slipi tanggal 22 Mei siang. Sampai saat ini Kepolisian telah meringkus 101 orang yang diduga provokator. FPI pun membantu polisi menghalangi massa perusuh di Slipi. Padahal FPI sendiri kita ketahui penggerak banyak aksi dari kubu 02.

Dalam keterangannya, Kapolri Tito Karnavian melihat ada penyusup dalam aksi 21-22. Mereka dipersenjatai dengan pistol dan senapan laras panjang. Polisi pun menemukan puluhan amunisi dari pelaku. 

Kapolri menjelaskan senjata ini digunakan bukan saja menyerang aparat. Tetapi juga massa yang ikut dalam aksi damai. Mereka sengaja menciptakan 'martir' dan menuduh polisi menggunakan kekerasan. Padahal kepolisian tidak menggunakan peluru tajam dalam mengamankan aksi kemarin.

Dan prediksi saya mengenai Pemilu 2019 yang ditunggangi pihak selain kubu 01/02 setidaknya terbukti.

Saya tidak membahas isu pihak ketiga pemicu konflik Pemilu 2019 dari segi inteligen atau cyber-security. Namun berdasar dinamika sosmed yang terjadi, terdapat indikasi atau sinyal bahwa ada pihak '03' (asing) yang terlibat. Presentasi saya tahun lalu bisa diunduh disini.

Dalam acara bertajuk "Pengaruh Sosmed Terhadap Dinamika Sospol Indonesia", saya jabarkan proposisi saya pada isu tersebut, yaitu:

  1. Beberapa orang kubu 01/02 percaya, gambar, video, link, akun, dan screenshot berasal dari kubu 01/02 (echo chamber)
  2. Beberapa orang kubu 01/02 tidak percaya, gambar, video, link, akun, dan screenshot berasal dari kubu 01/02 (conspiratorial)
  3. Sedikit orang kubu 01/02, percaya gambar, video, link, akun, dan screenshot berasal dari kubu 03 (attentive)

Proposisi saya diatas berasal dari sebuah foto editan yang beredar via Facebook. Foto ini menampilkan foto wajah Grace Natalie yang ditempel ke tubuh model porno Jepang. Foto editan tersebut bisa dilihat dibawah:

Foto Editan Grace Natalie yang sempat tersebar - Dokumentasi: Istimewa
Foto Editan Grace Natalie yang sempat tersebar - Dokumentasi: Istimewa
Narasi yang diciptakan dari foto editan ini adalah: Grace Natalie sebagai tokoh dalam gerbong Jokowi (01) bermoral bejat. Grace Natalie adalah seorang model porno. Maka jangan mendukung kubu 01 yang berisi tokoh bermoral bejat.

Maka ketiga proposisi saya diatas jika disinkronisasi dengan foto editan diatas adalah:

  1. Beberapa orang kubu 02 percaya dengan gambar editan Grace Natalie. Dengan indikator jumlah reaction dan share yang terlihat.
  2. Beberapa orang kubu 02 tidak percaya dengan gambar edita Grace Natalie diatas. Dengan indikator editan wajah yang terlihat aneh.
  3. Sedikit orang kubu 01/02 percaya foto editan Grace Natalie diatas diciptakan pihak 03. Dengan indikator editan wajah yang aneh, narasi yang tidak jelas, sumber gambar tidak jelas.

Baru setelah ada klarifikasi dari turnbackhoax.id banyak pihak percaya. Dan menurut klarifikasi, foto ini pernah beredar sebelumnya dengan narasi serupa.

Banyak posting politis berbentuk narasi, foto, dan video yang sudah diungkap kebenarannya di situs tersebut. Dan beberapa hoask politk begitu mudah dilihat kebohongannya secara sekilas. Baik karena daur ulang hoaks atau hoaks terbaru dan janggal.

Sedang dari analisa foto editan dan ketiga proposisi saya diatas, didapati analisa berikut:

  1. Bagi proposisi pertama, mereka adalah pendukung/akun yang terjebak dalam echo chambers. Echo chambers diamplifikasi dengan algoritma sosmed yang cenderung homogen. Apapun informasi/berita yang dijumpai akan lebih rentan dan teguh dipercaya.
  2. Bagi proposisi kedua, mereka adalah simpatisan yang cukup cerdas memahami informasi. Dengan sekilas melihat foto editan di atas, mereka tahu ada yang salah. Mereka menyangka ada konspirasi dari kubu 01 dengan membuat foto editan yang cukup aneh.
  3. Bagi proposisi ketiga, sedikit sekali orang dari kubu 01/02 melihat ada yang janggal dengan foto diatas. Dari mulai narasi, produksi, dan distribusi foto editan tadi.  Secara kritis, seolah ada pihak yang mencoba mengadu domba dengan foto editan yang sepele di atas.

Ilustrasi kohabitasi di sosmed antara ketiga kubu didapatkan. Dan pada setiap persilangan antar kubu, terdapat ketiga proposisi diatas.

kohabitasi-sosmed-5ce546a9733c431cca24ebc2.jpg
kohabitasi-sosmed-5ce546a9733c431cca24ebc2.jpg
Persilangan antara kubu 01 dan kubu 02 menciptakan kohabitasi echo chambers atau ruang gema. Dimana kedua kubu saling curiga dan menciptkan asumsi sendiri (homogen) pada semua informasi dari kubu lawan.

Begitupun pada persilangan dari kubu 01 dan kubu 02 pada kubu 03 bernuansa konspirasi. Beberapa orang dari kubu 01 dan 02 merasa ada yang tidak beres dengan informasi tentang kubu 01 dan/atau kubu 02 yang beredar dalam kohabitasi sosmed.

Sedang pada persilang ketiga kubu, terdapat sedikit orang yang begitu attentive atau teliti. Baik simpatisan kubu 01/02 percaya ada pihak 03. Beberapa orang kubu 03 memproduksi hoaks. Dan mungkin banyak kubu 03  mendistribusi hoaks ini agar terjadi pergesakan kubu 01 dan kubu 02.

Sehingga, kesimpulan saya dari proposisi penunggangan Pemilu 2019 oleh pihak ketiga adalah:

  • Netizen terbelah akibat polarisasi politik
  • Banyak informasi di sosmed yang secara beredar dipolitisasi
  • Ada pihak-pihak yang melek secara digital mengorkestrasi konflik
  • Dendam polarisasi politik ini sulit hilang sejak 2014
  • Dibalik akun-akun sosmed, demokrasi kita terancam
  • Terjadi digital bubble yang suatu saat nanti bisa meledak.

Polarisasi politik akibat Pemilu 2014 masih menyisakan banyak residu dendam dan kebencian di linimasa. Bisa jadi, ada pihak ketiga yang mengorkestrasi konflik. Mereka memiliki hidden agenda tersendiri akan konflik yang timbul di Pemilu 2019 ini.

Dipetik dari kompas.com, polisi mengamankan beberapa teroris yang hendak membom aksi 22 Mei. Mereka mempersiapkan 6 bom high explosive yang . Para teroris yang ditangkap di beberapa daerah ini adalah pecahan dari jaringan JAD dan ISIS. 

Kepolisian dan intelijen Indonesia setidaknya telah mencium para teroris ini. Namun berdasar pengakuan salah seorang teroris, Jundi, mereka memang berniat melakukan pemboman pada aksi 22 Mei.

Dan aksi 21-22 Mei menjadi digital bubble di linimasa sosmed akhirnya meledak. Kerusuhan pada aksi damai pendukung kubu 02 diduga didompleng pihak asing.

Kubu Prabowo pun telah meminta agar pendukungnya untuk tidak terprovokasi. Begitupun Presiden Joko Widodo meminta massa untuk tetap tenang. dan meminta tokoh-tokoh turut meredakan situasi politik. 

Walau kesimpulan prediksi saya belum komprehensif dalam analisa dan data. Namun melihat dinamika kohabitasi dan press releasi kepolisian dan intelijen sebelum dan saat kerusuhan aksi 21-22 Mei terjadi. Bisa disimpulkan, prediksi saya menggambarkan dinamika dan dampaknya saat ini.  

Salam,

Wonogiri, 22 Mei 2019

08:35 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun