Banyak posting politis berbentuk narasi, foto, dan video yang sudah diungkap kebenarannya di situs tersebut. Dan beberapa hoask politk begitu mudah dilihat kebohongannya secara sekilas. Baik karena daur ulang hoaks atau hoaks terbaru dan janggal.
Sedang dari analisa foto editan dan ketiga proposisi saya diatas, didapati analisa berikut:
- Bagi proposisi pertama, mereka adalah pendukung/akun yang terjebak dalam echo chambers. Echo chambers diamplifikasi dengan algoritma sosmed yang cenderung homogen. Apapun informasi/berita yang dijumpai akan lebih rentan dan teguh dipercaya.
- Bagi proposisi kedua, mereka adalah simpatisan yang cukup cerdas memahami informasi. Dengan sekilas melihat foto editan di atas, mereka tahu ada yang salah. Mereka menyangka ada konspirasi dari kubu 01 dengan membuat foto editan yang cukup aneh.
- Bagi proposisi ketiga, sedikit sekali orang dari kubu 01/02 melihat ada yang janggal dengan foto diatas. Dari mulai narasi, produksi, dan distribusi foto editan tadi. Â Secara kritis, seolah ada pihak yang mencoba mengadu domba dengan foto editan yang sepele di atas.
Ilustrasi kohabitasi di sosmed antara ketiga kubu didapatkan. Dan pada setiap persilangan antar kubu, terdapat ketiga proposisi diatas.
Begitupun pada persilangan dari kubu 01 dan kubu 02 pada kubu 03 bernuansa konspirasi. Beberapa orang dari kubu 01 dan 02 merasa ada yang tidak beres dengan informasi tentang kubu 01 dan/atau kubu 02 yang beredar dalam kohabitasi sosmed.
Sedang pada persilang ketiga kubu, terdapat sedikit orang yang begitu attentive atau teliti. Baik simpatisan kubu 01/02 percaya ada pihak 03. Beberapa orang kubu 03 memproduksi hoaks. Dan mungkin banyak kubu 03 Â mendistribusi hoaks ini agar terjadi pergesakan kubu 01 dan kubu 02.
Sehingga, kesimpulan saya dari proposisi penunggangan Pemilu 2019 oleh pihak ketiga adalah:
- Netizen terbelah akibat polarisasi politik
- Banyak informasi di sosmed yang secara beredar dipolitisasi
- Ada pihak-pihak yang melek secara digital mengorkestrasi konflik
- Dendam polarisasi politik ini sulit hilang sejak 2014
- Dibalik akun-akun sosmed, demokrasi kita terancam
- Terjadi digital bubble yang suatu saat nanti bisa meledak.
Polarisasi politik akibat Pemilu 2014 masih menyisakan banyak residu dendam dan kebencian di linimasa. Bisa jadi, ada pihak ketiga yang mengorkestrasi konflik. Mereka memiliki hidden agenda tersendiri akan konflik yang timbul di Pemilu 2019 ini.
Dipetik dari kompas.com, polisi mengamankan beberapa teroris yang hendak membom aksi 22 Mei. Mereka mempersiapkan 6 bom high explosive yang . Para teroris yang ditangkap di beberapa daerah ini adalah pecahan dari jaringan JAD dan ISIS.Â
Kepolisian dan intelijen Indonesia setidaknya telah mencium para teroris ini. Namun berdasar pengakuan salah seorang teroris, Jundi, mereka memang berniat melakukan pemboman pada aksi 22 Mei.
Dan aksi 21-22 Mei menjadi digital bubble di linimasa sosmed akhirnya meledak. Kerusuhan pada aksi damai pendukung kubu 02 diduga didompleng pihak asing.