Hasil studi Barr dkk (2015) tersebut berasal dari proposisi sebuah soal sederhana berikut:
Harga satu pemukul dan satu buah bola adalah $1.10. Harga satu pemukul lebih mahal $1 daripada harga bola. Berapakah harga satu buah bola?
Sekilas, kita bisa menjawab segera kalau harga bola adalah 10 cents. Dengan perhitungan, $1 untuk pemukul dan 10 cents untuk pemukul. Jika jawaban kita begitu, maka jawaban kita salah.Â
Jika harga sebuah bola 10 cents. Dan dengan perbedaan harga pemukul dan bola adalah $1. Kita akan mendapat total harga $1.20. Dengan harga pemukul $1.10 dan bolanya 10 cents.Â
Jawaban yang benar untuk harga sebuah bola adalah 5 cents. Dengan didapati harga sebuah pemukul adalah $1.05. Hitungan ini sesuai dengan perbedaan antara harga pemukul dan bola, yaitu $1.
Jika kita menjawab harga bola adalah 10 cent. Mungkin kita terjebak petunjuk intuitif yaitu nominal $1.10 dan perbedaan harga $1. Jika jawaban kita dengan teliti mendapati harga bola adalah 5 cents. Maka bisa dianggap Anda sudah berpikir analitis.
Dari riset Barr, dkk (2015) menyoal kognisi dan kebergantungan berpikir pada smartphone. Ada kemiripan fenomena yang kita lihat sehari-hari di linimasa.Â
Banyak orang yang bebas dan tanpa beban mengumpat di kolom komentar. Banyak orang di balik akun sosmed merasa lebih pakar dari para pakar sesungguhnya. Dan banyak orang bebal dengan informasi dan sumber informasi salah yang mereka yakini tetap eksis.
Tanpa berpikir panjang dan menyimak isi informasi dengan baik. Tanpa perlu teliti mengamati sumber dan figur pemberi informasi. Apalagi repot meng-klik link yang disematkan. Banyak orang terjebak dalam lingkar kebencian dan hoaks di dunia maya.Â
Maka tak ayal penelitian Barr, dkk diberi judul "The Brain in Your Pocket: Evidence that Smartphones Are Used to Supplant Thinking".
Mungkin istilah marketing telepon genggam 'smartphone' perlu dikurasi. Karena kata 'smart' seolah memindahkan kecerdasan kognisi kita pada smartphone kita.