Beberapa kali saya melihat dan mengamati fenomena menggelitik ini. Mengapa ketika mengumpulkan ribuan atau ratusan ribu orang tidak menggunakan daftar hadir? Tahu-tahu mengklaim bahwa kerumunan orang tersebut sekian ratus ribu. Tak kadang digelembungkan menjadi jutaan?
Jangan seperti sebuah iklan wafer beberapa tahun lalu. Yang mengklaim kalau wafernya memiliki ratusan lapis. Padahal belum tentu demikian.
Ada beberapa solusi dari yang sederhana sampai mutakhir menghitung kehadiran banyak sekali orang.
Metode pertama dengan menggunakan cara tradisional, yaitu menulis tangan. Ya. Dengan mengedarkan daftar hadir resmi untuk orang yang hadir. Aktivitas ini cukup memakan waktu. Namun bisa diakali dengan dilakukan bertahap.
Misalnya, dibuat strata kelompok orang yang akan hadir. Baik itu per wilayah atau per regional. Edaran daftar hadir bisa diunduh via link yang dikirim dalam email. Lalu dicetak dan diedarkan. Yang mengedarkan adalah koordinator lapangan atau orang yang ditunjuk.
Keuntungannya, daftar hadir tertulis bisa lebih valid. Sebelum massa berkumpul dan menaiki bus misalnya. Nama dan jumlah penumpang dicocokkan dengan daftar hadir yang dijadikan manifes perjalanan.
Namun kelemahannya sudah barang tentu tak lepas dari rekayasa tanda tangan. Apalagi saat dibutuhkan jumlah kehadiran massa yang tinggi. Kehadiran yang semu di mata kamera. Bisa saja diperdaya dengan klaim daftar hadir tertulis.
Jika ada hitung-hitungan statistik tempat dan kepadatan populasi. Setidaknya bisa dikounter dengan daftar hadir tertulis yang didapat. Walau mungkin akan begitu sulit melacak masing-masing orang yang membuubuhkan tanda tangannya.
Metode kedua yaitu dengan model aplikasi online. Salah satu aplikasi yang saya pernah gunakan adalah EventBrite. Aplikasi ini bisa memberi konfirmasi kehadiran. Plus mencetak tiket atau tanda masuk yang diperlukan.
Keuntungannya, yang pertama tentu praktis. Semua orang yang hadir dengan smartphone akan mudah mendaftar sebuah perhelatan. Sekaligus mengkonfirmasi kehadiran dengan scan barcode saat di venue. Jadi jumlah orang yang akan hadir bisa diketahui. Sekaligus yang benar-benar hadir.
Kelemahannya tentu massa yang datang mendadak belum tentu bisa masuk. Karena yang saya tahu ada deadline untuk undangan sebuah event. Ditambah, akun bodong atau palsu bisa digunakan untuk sekadar mendaftar.Â
Walau jumlah yang akan hadir bisa direkayasa. Setidaknya ada pembanding jumlah orang yang benar-benar hadir. Dengan menscan barcode misalnya, karena satu akun (aplikasi) untuk satu undangan. Dan sulit rasanya mengunduh lebih dari satu aplikasi serupa dalam satu smartphone.
Metode ketiga adalah gabungan metode pertama dan kedua. Tanda tangan pada daftar hadir bisa diedarkan sebelum massa masuk ke venue misalnya. Dengan ribuan atau jutaan orang, ada baiknya pintu masuk dengan among tamu yang juga harus banyak.
Maka akan terlihat data yang bisa divisualisasi dengan baik. Mereka yang hanya mendaftar, akan hadir, dan benar-benar datang bisa terlihat. Jika ada kritik atau kecurigaan jumlah massa yang hadir digelembungkan. Berikan saja visualisasi data orang dari kedua metode yang dirangkum.
Dari ketiga metode di atas, tidak ada yang mudah dilaksanakan. Apalagi saat mengorganisir dan menghadirkan ribuan atau jutaan orang. Dan itulah tugas penyelenggara atau panitia.
Walau mungkin ribet dan berbelit pada prosesnya. Setidaknya akan didapat referensi valid massa yang hadir. Dan yang terpenting, tidak asal klaim kalau yang hadir jutaan. Saat daya tampung populasi sebuah tempat tak kurang dari lima ratus ribu orang misalnya.Â
Karena memunculkan angka itu bagai menodongkan senjata. Semakin besar, semakin hebat senjata yang diacungkan. Walau kadang hanya senjata mainan.
Salam,
Solo, 09 April 2019 |Â 09:27 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H